Para wartawan dan pimpinan MRT Jakarta mendapat penjelasan dari Manajer Operasional SMRT Corporation, Tan Feeng Poong, tentang sistem operasional koridor utara selatan (north south line) dan koridor lain di City Hall, stasiun tersibuk di Singapura. Ribuan orang hilir mudik hendak dan telah menggunakan jasa SMRT. Mereka yang baru saja menggunakan SMRT bergegas mencari moda transportasi lain yang terkoneksi degan moda-moda transportasi lainnya. Pilihannya yang telah tersedia yakni bus rapid transit (BRT), light rail transit (LRT) atau monorel dan taksi yang melayani ke seluruh arah Kota Singapura.
Operasional SMRT telah memanfaatkan sistem elektronik yang canggih, termasuk sistem pembelian tiketnya, sehingga SMRT, BRT, dan LRT menjamin kecepatan, ketepatan, dan keselamatan masyarakat. Headway atau jadwal kedatangan kereta api SMRT hanya 2-3 menit saja sehingga untuk perjalanan dari ujung jalur timur ke barat dan jalur utara ke selatan Kota Singapura, penumpang hanya tersita waktunya tidak lebih dari setengah jam saja.
Jaringan itu telah berkembang cepat sebagai hasil dari tujuan Singapura untuk mengembangkan jaringan kereta yang lengkap. Itu sebagai faktor utama dari sistem angkutan umum di sana dengan perjalanan penumpang harian rata-rata 1,952 juta jiwa (tahun 2009), hampir 63 persen dari 3,085 juta penumpang jaringan bus pada waktu yang sama. SMRT memiliki 79 stasiun dengan jalur sepanjang 129,7 kilometer dan beroperasi pada rel standar.
Jalur rel itu dibangun oleh Land Transport Authority, sebuah badan usaha milik negara (BUMN) milik Pemerintah Singapura yang memberi konsesi operasi kepada perusahaan laba SMRT Corporation dan SBS Transit. Operator-operator itu juga mengelola layanan bus dan taksi, sehingga menjamin adanya integrasi penuh layanan angkutan umum. SMRT dilengkapi oleh sistem LRT regional yang menghubungkan stasiun MRT dengan perumahan, perkantoran, mal, pasar, sekolah, dan berbagai fasilitas umum, termasuk stadion olahraga terbesar di Singapura.
Layanan SMRT, BRT, LRT, dan taksi beroperasi mulai pukul 05.30 pagi waktu setempat dan berakhir sebelum pukul 01.00 pagi waktu setempat setiap hari dengan frekuensi tiga sampai lima menit. Layanan itu diperpanjang selama hari-hari libur.
Di Singapura, usia kepemilikan mobil juga dibatasi, tidak boleh lebih dari usia 7 tahun saja. Bagi mereka yang melanggar berbagai peraturan di atas, maka denda besar sudah menanti. Demikian tegas Pemerintah Singapura dalam melayani transportasi umum.
Memprihatinkan
Ibarat bumi dan langit membandingkan layanan transportasi massal di Singapura dan di Jakarta. Jakarta sampai saat ini belum memiliki sarana transportasi massal yang memadai, meski puluhan tahun silam, wacana membangun mass rapid transit (MRT) sudah dimunculkan. Kesebelas koridor busway yang kini menjadi andalan warga Ibu Kota, kuantitas dan kualitasnya masih jauh dari harapan masyarakat.
Sistem layanan angkutan umum berbasis rel, kereta api di Jakarta, Bogor, Depok, dan Tangerang sungguh sangat memprihatinkan. Pada jam sibuk, para penumpang berjejal bagai ikan pindang. Bahkan, sampai hari ini, masih banyak sekali penumpang naik ke atap kereta api. Padahal PT Kereta Api (PT KA Persero) telah berupaya dengan berbagai cara untuk menghilangkan penumpang naik di atas atap.
Mengapa begitu sulit masyarakat ditertibkan? Masalah yang mendasar, yakni kurangnya jumlah kereta api dan gerbong yang melayani masyarakat. Jadwal kedatangan kereta api menjadi tidak menentu, sulit diprediksi. Belum lagi jika terjadi gangguan pemadaman listrik, maka para penumpang kereta api mesti menjadi korban.
Kondisi yang menyedihkan juga terjadi pada angkutan umum di jalan raya. Lebih dari 16.000 angkutan umum (bus besar, sedang, kecil) dalam kondisi tidak layak operasi. Namun, banyak di antara angkutan umum itu bebas berkeliaran melayani penumpang di jalan-jalan Jakarta. Kalau kondisinya seperti itu, maka kenyamanan, ketepatan waktu, dan keamanan pengguna angkutan umum jadi terabaikan.
Maka, tak mengherankan jika masyarakat memilih dengan caranya sendiri, menggunakan transportasi mobil pribadi dan motor. Sebab, sejauh ini mereka menilai sarana itu paling murah, relatif cepat untuk mencapai tujuan, meski mereka sadar bahwa risiko mengendarai motor sangat besar.
Kemacetan parah telah menjadi pemandangan harian dan dirasakan menyiksa masyarakat. Ratusan ton bahan bakar minyak (BBM) terbakar sia-sia saat macet. Kerugian ekonomi akibat kemacetan mencapai Rp 12,8 triliun per tahun (yang meliputi nilai waktu, biaya bahan bakar, dan biaya kesehatan). Sementara berdasarkan kajian SITRAMP II tahun 2004, apabila sampai tahun 2020 tidak ada perbaikan yang dilakukan pada sistem transportasi, maka perkiraan kerugian ekonomi mencapai Rp 65 triliun per tahun.
Tidak perlu malu, Pemprov DKI, pemerintah pusat, dan swasta calon investor pembangunan transportasi umum di Jakarta belajar ke negara tetangga kita, Singapura. Segeralah bangun sarana transportasi massal berbasis rel yang diintegrasikan dengan moda angkutan umum lainnya, kereta api Jabodetabek, busway, monorel, feeder busway, dan angkutan reguler lainnya. Dengan demikian, masyarakat memiliki pilihan transportasi alternatif. Jika itu diwujudkan, maka masyarakat pasti mau beralih, meninggalkan mobil pribadi dan motor untuk menggunakan transportasi kereta api.
Saat ini, menurut Head of Civil Structure PT MRT Jakarta Heru Santoso, kualifikasi tender pekerjaan fisik MRT tahap I (Lebak Bulus-Bundaran Hotel Indonesia) sedang dilaksanakan. Mulai Oktober 2012, Pemprov DKI menggunakan pinjaman dengan bunga ringan dari Japan International Corporation Agency (JICA) sebesar 150 miliar yen untuk tahap I.
Panjang lintasan MRT tahap I yakni 15,7 km (9,8 km jalur layang) dan 5,9 km jalur bawah tanah mulai dari Stasiun Senayan hingga Stasiun Bundaran Hotel Indonesia sebanyak 13 stasiun. Waktu tempuh Lebak Bulus-Bundaran Hotel Indonesia hanya sekitar 30 menit (headway 5 menit) dengan target penumpang 412.000. Semoga kemacetan Jakarta terurai seperti di Singapura yang pada sekitar tahun 1975 terjadi hal yang sama seperti kondisi Jakarta saat ini.
Sumber : SuaraKarya-Online.Com