
“Jangan sampai kita tidak tahu harus melakukan tindakan apa setelah mendapat pengaduan,” ujar Direktur Jenderal Penataan Ruang Kementerian PU Basuki Hadimuljono, dalam siaran resmi kementerian PU, Jumat (15/2/2013).
Basuki menegaskan pihaknya akan memberi perhatian khsusu pada pengendalian tata ruang. Pelanggaran pemanfaatan tata ruang secara administratif disinyalir menjadi penyebab berbagai masalah di Jakarta seperti banjir, kemacetan, polusi, dan isu lingkungan lainnya.
Ia menegaskan jika kota-kota lain tidak memperhitungkan tata ruang dalam pembangunan maka suatu saat akan menghadapi masalah yang sama dengan Jakarta.
“Maka dari itu, fokus Direktorat Jenderal Penataan Ruang saat ini adalah pengendalian. Pemerintah Pusat dalam hal ini Ditjen Penataan Ruang menyatakan kesiapannya untuk menjawab penegakkan aturan sesuai rencana tata ruang, dan hal itu tidak hanya berlaku di DKI Jakarta saja tetapi seluruh NKRI,” tegasnya
Sementara itu Bony Prasetya dari Universitas Mercu Buana, mengungkapkan rencana tata ruang harus mencakup darat, laut, dan udara. Selain itu, rencana tata ruang harus bisa menjawab kebutuhan pemanfaatan ruang hingga dua puluh tahun mendatang.
Namun, lanjutnya, saat ini jumlah peraturan yang berkaitan dengan rencana tata ruang sangat banyak dan dinilai saling tumpang tindih. Oleh karena itu, peraturan ini tidak berguna jika tidak ditegakkan secara disiplin.
Berkaitan dengan rencana pemindahan ibukota NKRI, Bony mencontohkan beberapa penerapan kota-kota baru di luar negeri seperti Canberra (Australia), Daejeon (Korea Selatan), dan Puterajaya (Malaysia).
Sumber : Bisnis.Com