"Bukan belum relevan, tapi perubahan undang-undang belum urgen. Masalahnya adalah tataran implementasi. Kami mendorong BKPRN untuk intensif menyelesaikan perda rencana tata ruang, setidak-tidaknya aspek kuantitasnya. Mudah-mudahan tahun ini tuntas," ujar Ketua Tim Kerja Tata Ruang Komite I DPD Farouk Muhammad dalam rilis yang dikelurkan Bidang Pemberitaan dan Media Visual Sekretariat Jenderal DPD, Senin (11/2).
Anggota DPD asal Nusa Tenggara Barat (NTB) ini menyatakannya sebelum menutup roundtable discussionKomite I DPD yang membahas kendala dan solusi penataan ruang sebagai kelanjutan fungsi pengawasannya atas pelaksanaan UU 26/2007.
Selanjutnya, Komite I DPD mendorong peran Badan Koordinasi Penyelenggaraan Penataan Ruang Nasional (BKPRN)/Badan Koordinasi Penyelenggaraan Penataan Ruang Daerah (BKPRD) untuk intensif meningkatkan kualitas perda rencana tata ruang wilayah provinsi/kabupaten/kota dan Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) DPD mengagendakan kegiatannya sebagai kelanjutan fungsi pengawasan undang-undang.
Sementara, Wakil Menteri Pekerjaan Umum (PU) Achmad Hermanto Dardak mengatakan, tata ruang adalah basis strategis pembangunan. The future is now, masa depannya dalam undang-undang dan peraturan daerah.
"Waktunya 20 tahun, kecuali terjadi bencana," ujar Achmad Hermanto Dardak saat roundtable discussionKomite I DPD di Ruang GBHN Gedung Nusantara V Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
"Kami meyakini bahwa forum ini justru memperkuat, agar implementasi turunan undang-undang. Kita betul-betul harus mewujudkan wilayah Nusantara yang aman dan nyaman tapi produktif dan kompetitif, juga berkelanjutan," tambahnya.
Dalam paparannya, Hermanto menekankan konsistensi antara rencana tata ruang dan pemanfaatan ruang untuk keberlanjutan pembangunan, konsisten pasca-penetapan perda RTRW, khususnya perizinan, percepatan penyelesaian perda RTRW dan rencana rincinya, serta mengoptimalkan peran BKPRN/ BKPRD dalam penyelesaian permasalahan penataan ruang.
Menyangkut kinerja penyelenggaraan penataan ruang, ia menjelaskan, status RTRW 33 provinsi yang mengalami persetujuan substansi Menteri PU berjumlah 19 (57,58%) dan yang mengalami pengesahan sebagai perda berjumlah 14 (42,42%). Sedangkan status RTRW 398 kabupaten yang mengalami revisi berjumlah satu, pembahasan BKPRN berjumlah tiga, yang mengalami persetujuan substansi Menteri PU berjumlah 182 (45,73%), dan yang mengalami pengesahan sebagai perda berjumlah 212 (53,27%).
Status RTRW 93 kota yang mengalami revisi berjumlah dua, rekomendasi gubernur berjumlah satu, pembahasan BKPRN berjumlah tiga, yang mengalami persetujuan substansi Menteri PU berjumlah 31 (33,33%), dan yang mengalami pengesahan sebagai perda berjumlah 56 (60,22%).
Farouk mengakui bahwa Komite I DPD menyelenggarakan roundtable discussion kendala dan solusi penataan ruang sebagai lanjutan fungsi pengawasan atas pelaksanaan UU 26/2007 yang mengamanatkan setiap daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota, merevisi masing-masing RTRW-nya.
Salah satu aspek pengawasan ialah penyesuaian perda RTRW, khususnya di tingkat kabupaten/kota, yang tenggang waktunya tiga tahun, merujuk ketentuan aturan peralihan undang-undang, yang berarti tahun 2010. Namun, penyesuaian masing-masing perda RTRW, baik provinsi maupun kabupaten/kota, hanya selesai sedikit. Di daerah-daerah yang gagal merevisi RTRW-nya terjadi banyak masalah pembangunan, khususnya menyangkut penataan ruang.
Kendala mereka antara lain konflik batas kawasan hutan dengan area penggunaan lain, konflik batas wilayah administrasi, kawasan terbuka hijau dan kawasan budidaya, kawasan pesisir-pantai-laut, kawasan lahan pertanian pangan, pengelolaan pulau-pulau kecil dan terluar, kawasan perbatasan, dan kerja sama antardaerah.
Hasil kajian Komite I DPD menyimpulkan bahwa pelaksanaan UU 26/2007 belum lengkap karena tanpa peraturan derivasinya, ketidaksesuaiannya dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, tarik menarik kepentingan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, RTRW belum bersinergi dengan rencana pembangunan daerah, serta proses dan prosedur pengesahan perda RTRW yang bertele-tele.
Sumber : JurnalParlemen.Com