
HAMPIR setiap hari pedagang melintasi jalan rusak dan bergelombang yang menghubungkan Pontianak dengan Teluk Batang, Kayong Utara. Kondisi jalan sudah dibeton, tapi struktur tanah gambut membuat jalan itu tetap ambles bergelombang. Akses kendaraan dengan tonage berat melintasi jalan itu.Dibutuhkan waktu tidak kurang dari dua jam untuk mencapai lokasi perkebunan sayur milik petani di Desa Rasau. Padahal jarak tempuh hanya berkisar 40 kilometer dari pusat Kota Pontianak. Inilah satu-satunya aksesibilitas jalan darat yang bisa dilewati para pedagang atau pengumpul sayur.
Arif, misalnya, salah seorang pedagang sayur di Pasar Flamboyan mengatakan kondisi jalan di Rasau tidak kunjung membaik meski pemerintah sudah berupaya melakukannya melalui betonisasi. “Kami tidak punya jalan alternatif dari kebun kecuali melintasi jalan buruk itu. Itulah jalan poros satu-satunya yang kami lewati setiap hari,” kata pedagang 35 tahun tersebut.Arif dan puluhan pedagang sayur lainnya di Pasar Flamboyan Pontianak, tidak peduli dengan kondisi jalan seperti itu. Bagi mereka, hidup harus berlanjut. Pun tidak ada alasan untuk tak berjualan lantaran jalan poros Rasau Jaya – Pontianak rusak.
“Saya tidak tahu apa itu tata ruang. Tapi yang pasti saya tidak pernah dengar, juga tidak pernah diajak untuk mendengar. Apalagi dimintai pendapat. Kami pedagang kecil hanya minta pemerintah mau peduli dengan kami. Setidaknya memperbaiki jalan yang kami lintasi setiap hari,” katanya. Dekan Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura Pontianak, Abdurrani Muin, mengamini ketidaktahuan pedagang soal tata ruang. “Sosialisasi sangat lemah sehingga banyak warga yang tidak tahu. Padahal, tata ruang itu bercerita soal wajah Kalbar 20 tahun ke depan. Infrastruktur jalan, pertanian, perkebunan, perikanan, dan semua aspek kehidupan lainnya,” katanya.
Dalam pandangan Abdurrani, sejatinya revisi tata ruang itu jangan hanya dibuat di atas kertas. Tetapi, harus ada realisasi yang lebih nyata di lapangan. Sebab, tata ruang didesain sedemikian rupa, semata-mata untuk kepentingan masyarakat banyak. Prosesnya harus pula disesuaikan dengan amanah UUD 1945.“Amanah UUD 1945 itu jelas menyebut pengelolaan bumi disesuaikan untuk kepentingan rakyat. Nah, selama tata ruang itu diarahkan ke sana, saya kira tidak ada masalah. Tetapi, sebaik-baik revisi tata ruang yang dibuat, jika hanya ada di atas kertas, semua itu menjadi tak berguna,” papar Abdurrani.
Dia menegaskan, tata ruang itu sangat penting disosialisasikan mulai dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten, kecamatan, hingga tingkat desa atau kelurahan. Seluruh lapisan masyarakat harus tahu bagaimana wajah daerah tempat tinggalnya. Apa yang boleh dan tidak boleh mereka kerjakan.Ini bertujuan agar di kemudian hari tidak perlu terjadi sengketa lahan yang memicu terjadi konflik sosial. “Sudah seringkali kita mendengar cerita tentang konflik lahan antara masyarakat dengan pengusaha, dan antara pengusaha atau masyarakat dengan satwa. Ini yang harus kita hindari,” cetusnya.
Sebelum revisi tata ruang Kalbar selesai, Abdurrani berharap ada pertemuan yang melibatkan para pihak seperti pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota. “Sebelum finishing, sebaiknya ada sosialisasi ke bawah atau ekspos publik. Sejauh ini saya lihat belum ada sosialisasi sama sekali. Hanya iklan yang tidak efektif dibaca mayoritas warga,” pungkasnya.
Sementara Kepala Divisi Kampanye Wahana Lingkungan Hidup Kalbar, Hendrikus Adam menjelaskan, sesuai amanat pasal 7 ayat (1) UU Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, memberikan gambaran jelas soal keberpihakan dari upaya penataan ruang oleh Pemerintah dan Pemerintah daerah. “Dalam ketentuan ini disebutkan bahwa negara menyelenggarakan penataan ruang untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Rambu-rambu ini semestinya menjadi angin segar bagi proses pembahasannya. Setidaknya sudah menyiratkan nilai-nilai keberlanjutan, akuntabilitas, dan keterbukaan,” papar Adam.
Sayangnya, selama rentang waktu perjalanan proses revisi tata ruang Kalbar itu masih jauh dari unsur keterbukaan. Padahal, pelibatan para pihak dalam menentukan wajah Kalbar 20 tahun ke depan, sangat ditentukan oleh kolaborasi pemikiran banyak pihak, untuk meminimalisasi konflik kepentingan di kemudian hari. Adam menyebut, asas dan tujuan yang digariskan sebenarnya diamanahkan untuk menjamin diperolehnya kemakmuran atas penataan ruang oleh negara melalui pemerintah dan pemerintah daerah. “Jadi, terlalu dini untuk menyatakan pelaksanaan penataan ruang selama ini berhasil,” cetus Adam.
Sumber : PontianakPostOnline