"Kami sudah mendapatkan izin dari kementerian. Cuma di sana-sini ada perubahan redaksional. Sekarang sudah di Bagian Hukum," kata Thamrin.
Menurut Thamrin, RTRW yang akan dibahas hampir sama dengan RTRW yang dimiliki Jember. "RTRW adalah penataan zona atau ruang. Di Jember ada beberapa zona, pertambangan, pertanian, perumahan., perindustrian, dan lain-lain," katanya.
Salah satu yang akan diatur secara hati-hati dalam RTRW nanti adalah pendirian industri polutif. "Nanti ada zona yang (industri polutif) tidak boleh di situ, boleh di sini. Kalau tidak polutif, masih bisa ditata ulang," jelas Thamrin.
Apakah gagasan industrialisasi Jember nampak dalam RTRW itu? Thamrin mengatakan, masalah industrialisasi harus menengok Produk Domestik Regional Bruto Jember. Ia mengingatkan, sektor penyumbang PDRB terbesar masih pertanian. Sektor tertentu seperti jasa dan perdagangan memang tengah naik, dan pada saatnya pertanian bisa tergeser. Sektor perhotelan mulai naik peringkat dari 6 ke 4 penyumbang PDRB. "Termasuk sektor industri mulai naik," kata Thamrin.
Thamrin menjelaskan, wacana industrialisasi Jember dikemukakan Bupati MZA Djalal sebagai kritik kepada pemerintah pusat. "Pak Bupati hanya ingin pemerintah pusat adil. Kita sudah memberikan sedemikian banyak value, tapi proporsi subsidi yang banyak untuk industri di Jakarta. Mbok ya (subsidi diberikan ke daerah pertanian seperti) Jember," kata Thamrin.
Mengenai minimarket berjaringan yang sudah terlanjur menjamur di mana-mana, Thamrin menegaskan adanya sistem bapak angkat untuk melindungi toko-toko tradisional. "Selain tenaga kerja 70 persen adalah penduduk lokal, harus disediakan space (ruang) untuk UMKM, dan harus membina UMKM. Produk asli harus ada space (ruang)," katanya.
Ini sesuai dengan prioritas kelima Bupati Djalal dalam pembangunan, yakni pemberdayaan ekonomi rakyat. "Yang kaya tidak terbunuh, yang miskin tidak dibunuh," katanya.
Sumber : BeritaJatim.Com