Bahkan, pihak DPRD baru melakukan pembahasan melalui Panitia Khusus (Pansus) awal tahun 2013 ini. Namun pernyataan itu dibantah oleh Ketua Pansus RTRW DPRD Bukittinggi, M. Nur Idris. “Bukan lambat, Raperda Perubahan RTRW ini belum mendapat rekomendasi Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) Provinsi atau Gubernur dan Izin Menteri. Bagaimana kami mau membahas Ranperda Perubahan atas Perda Nomor 6 Tahun 2011 tentang RTRW itu, kalau subtansi yang mengatur pembuatan atau perubahan Perda RTRW saja belum dipenuhi oleh Pemko Bukittinggi,” jelas M Nur Idris, yang ditemui usai rapat Pansus RTRW di gedung DPRD Kota Bukittinggi, Selasa (5/2).
Legislator partai besutan Amin Rais ini menyebutkan, sesuai dengan Pasal 18 ayat (2) UU 26/2007 tentang Penataan Ruang penetapan Raperda kabupaten/kota tentang RTRW kabupaten/kota dan rencana rincian tata ruang terlebih dahulu harus mendapat persetujuan subtansi dari menteri setelah mendapat rekomendassi Gubernur.
Sesuai UU 26/2007 tentang Penataan Ruang, ranperda RTRW ini bersifat khusus, bisa diajukan kepada DPRD setelah adanya persetujuan Mentri dan rekomendasi Gubernur. “Memang draf raperda RTRW sudah diserahkan kepada kami, tapi ini bukan draf yang akan dibahas. Menurut saya, ini hanya strategi lempar bola dari pemko ke dewan untuk menjawab masyarakat,” ujarnya.
Mantan pengacara LBH Andalas Bukittinggi ini mengatakan, untuk mempercepat pembahasan Raperda RTRW ini Rabu (6/2) pihaknya akan undang Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) Kota Bukittinggi yang diketui Sekda untuk membicarakan kelanjutan Raperda RTRW ini.
”Kalau belum mendapatkan persetujuan menteri dan rekomendasi gubernur, kami akan mengembalikan draf Raperda RTRW ini kepada wali kota. Kita tidak ingin pembahasan raperda RTRW ini menjadi kesalahan yang kedua kalinya,” tegas M. Nur Idris, yang juga Ketua Fraksi PAN DPRD Kota Bukittinggi ini.
Sekadar diketahui, Kota Bukittinggi telah mempunyai Perda RTRW Nomor 6 Tahun 2011. Perda ini sudah disahkan oleh Walikota Bukittinggi bersama DPRD tanggal 10 Februari 2011, dan sudah didaftarkan dalam lembaran daerah Tahun 2011 Nomor 6. Cuma saja, setelah disahkan, menuai protes dari warga, terutama masyarakat di Kelurahan Puhun Bukit Apit dan Puhun Pintu Kabun.
Protes masyarakat itu, dikarenakan penempatan proporsi ruang terbuka hijau (RTH) dalam Perda RTRW Kota Bukittinggi Nomor 6/2011 tidak ditetapkan dengan rasa keadilan masyarakat. Masyarakat Puhun Bukit Apit dan Pintu Kabun merasa penenpatan porsi RTH 30 persen di wilayah mereka saja dirasa tidak adil. Hal itu mengakibatkan warga tidak dapat memanfaatkan lahannya sendiri untuk membangun.
Sumber : PenaanRuang.Net