
Namun DPRD baru melakukan pembahasan melalui Panitia Khusus awal Tahun 2013 ini. Molornya pembahasan ini oleh sebagian pihak menganggap dewan lambat membahas Raperda Perubahan RTRW.
Lambatnya pembahasan Raperda RTRW oleh dewan ini dibantah oleh Ketua Pansus RTRW DPRD Bukittinggi, M. Nur Idris. Dia mengatakan bahwa keterlambatan pembahasan RTRW ini karena dewan menganggap Raperda Perubahan RTRW yang disampaikan Walikota tersebut belum mendapat persetujuan subtansi dari Menteri Pekerjaan Umum dan rekomendasi dari gubernur.
“Bukan lambat, Raperda Perubahan RTRW ini belum mendapat rekomendasi BKPRD Propinsi atau Gubernur dan Izin Menteri. Bagaimana kami mau membahas kalau subtansi yang mengatur pembuatan atau perubahan Perdan RTRW saja belum dipenuhi oleh Pemko Bukittinggi” ujar Nur Idris usai rapat Pansus RTRW di gedung DPRD Bukittinggi, Selasa (5/2).
Legislator partai besutan Amin Rais ini menambahkan, sesuai dengan Pasal 18 ayat (2) UU 26/2007 tentang Penataan Ruang menyebutkan penetapan Raperda kabupaten/kota tentang RTRW kabupaten/kota dan rencana rincian tata ruang terlebih dahulu harus mendapat persetujuan subtansi dari Menteri setelah mendapat rekomendassi Gubernur.
“Sesuai ketentuan UU 26/2007 tentang Penataan Ruang reperda RTRW ini bersifat khusus, bisa diajukan kepada DPRD setelah adanya persetujuan Mentri dan rekomendasi Gubernur. Memang draf raperda RTRW sudah diserahkan ke kami tapi ini bukan draf yang akan dibahas. Ini menurut saya strategi lempar bola saja dari Pemko ke dewan karena untuk menjawab masyarakat” ujar mantan pengacara LBH Andalas Bukittinggi ini.
Lebih lanjut, Ketua Fraksi PAN DPRD Bukittinggi mengatakan, untuk mempercepat pembahasan Raperda RTRW ini besok (Rabu,6/2) kita akan undang Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) Kota Bukittinggi yang diketui Sekda untuk membicarakan kelanjutan Raperda RTRW ini.
“Kalau belum mendapatkan persetujuan menteri dan rekomendasi gubernur kami akan mengembalikan draf Raperda RTRW ini kepada Walikota. Kita tidak ingin pembahasan raperda RTRW ini menjadi kesalahan yang kedua kalinya” ujar Nur Idris.
Sebagaimana diketahui Kota Bukittinggi sudah mempunyai Perda RTRW Nomor 6 Tahun 2011. Perda ini sudah disahkan oleh Walikota Bukittinggi bersama DPRD tanggal 10 Pebruari 2011 dan sudah didaftarkan dalam lembaran daerah Tahun 2011 Nomor 6. Namun setelah disahkan menuai protes dari warga masyarakat terutama masyarakat di Keluraha Puhun Bukit Apit dan Puhun Pintu Kabun.
Protes masyarakat beberapa bulan lalu tersebut disebabkan karena penempatan proporsi ruang terbuka hijau (RTH) dalam Perda RTRW Kota Bukittinggi Nomor 6/2011 tidak ditetapkan dengan rasa keadilan masyarakat.
Masyarakat Puhun Bukit Apit dan Pintu Kabun merasa penepatan porsi RTH 30 persen diwilayah mereka saja dirasa tidak adil. Ini mengakibatkan mereka tidak dapat memanfaatkan lahan mereka sendiri untuk membangun karena sudah ditetapkan sebagai RTH.
Sumber : SumbarOnline