
Dari catatan Radar Bangka sendiri, memang persoalan RTRW semakin berlarut. Terakhir, Ketua Pansus RTRW Babel Didit Srigusjaya menjanjikan, RTRW akan selesai November 2012. Pihaknya kata Didit, saat itu masih menunggu keputusan dari Kementrian Kehutanan terkait usulan-usulan Babel atas status lahan yang masuk RTRW. Namun sayangnya, hingga penghujung akhir Januari, desas-desus akan selesainya raperda itu belum juga terlihat.
Menanggapi molornya raperda ini, Pengamat Hukum Babel, Faisal.,SH.,MH menegaskan, permasalahan penyelesaian raperda yang membahas semua aspek diantaranya pariwisata hingga pertambangan bukan lagi masuk angin. Menurutnya, pansus RTRW kini justru sudah kembung. "Saya salah satu orang yang konsen mengikuti perkembangan RTRW ini. Saya pikir bukan lagi masuk angi tapi sudah kembung," tegas Faisal, kemarin (26/1).
Akademisi Universitas Bangka Belitung (UBB) ini menyesali walaupun hingga pada tahap uji publik polemik tetap tersaji. Hal itu sebutnya, akan semakin terlihat ketika menyangkut permasalahan pertambangan yang tidak pernah menemui kesepakatan antar sesama anggota DPRD. "Awalnya Saya sangat sepakat dengan ketua pansus. Karena tujuannya adalah untuk mempersempit ruang gerak pertambangan di Babel," katanya.
Menurutnya saat ini proses perencanaan RTRW jalan di tempat lantaran tidak pernah ditemui kesepakatan antara ketua pansus dengan anggota lainnya. "Sektor lainnya sudah deal tapi kalau sudah menyangkut masalah pertambangan sangat sulit karena tidak adanya kesepahaman antara ketua dan anggota pansus," bebernya.
Hal tersebut tidak akan pernah usai apabila salah satu faktor yang menjadi syarat dalam menentukan suatu keputusan yakni penetapan zona pertambangan belum ditemui kesepakatan. "Zona pertambangan tidak jelas, saat ini hanya membahas pertambangan darat saja, tapi laut tidak. Laut tidak pernah ada izin tapi diberikan izin tanpa adanya aturan reklamasi," ketusnya.
Selain itu problem lain yang timbul dikarenakan tidak adanya keterbukaan dari Satuan Kepala Perangkat Daerah (SKPD) di Babel mengenai data pertambangan. "Permasalahan ini kalau tidak salah sudah hampir dua tahun tapi tidak ada penyelesaian karena SKPD tidak pernah memberikan data," paparnya.
Oleh karena itu, jika hal ini terus berlarut tanpa adanya penyelesaian, maka harapan masyarakat yang ingin mendapatkan kepastian tentang peraturan pertambangan hanyalah sia-sia belaka. Faisal kembali menjelaskan bahwa setiap adanya peraturan RTRW harus terlebih dulu adanya wilayah pertambangan. "Harus dilakukan uji kelayakan terlebih dulu mengenai WP-nya dan itu memakan biaya miliaran rupiah. Apakah pemerintah provinsi ada anggaran untuk itu. Kalau RTRW ini tidak ada nilai kemaslahatan untuk apa ditunggu-tunggu," tutupnya.
Sementara, Anggota Pansus RTRW Babel, Rina Tarol yang diminta penjelasan mengenai larutnya RTRW malah menuding pihak eksekutif yaitu Dinas Kehutanan tidak bertanggung jawab Raperda RTRW yang tak kunjung usai ini.
Menurut Rina, Dishut hanya sibuknya mengurus lahan yang akan dipergunakan untuk perkebunan sawit dan pertambangan saja.
Buktinya, lanjut Rina, masalah data soal lahan yang harusnya bisa dengan segera mereka urus di Kementerian Kehutanan sampai saat ini tidak selesai-selesai. "Ini artinya mereka tidak becus bekerja, kemana saja mereka?, cuma sibuk ngurus lahan sawit dan tambang," ujarnya kesal.
Untuk itu Rina meminta Gubernur Eko Maulana Ali turut pro aktif dan serius menyikapi masalah RTRW ini dengan mengevaluasi jabatan Kepala Dinas Kehutanan Babel yang dinilainya tidak becus bekerja.
Rina mengakui, Raperda RTRW ini sebelumnya, pada Jumat lalu hingga memasuki akhir Januari 2013 belum mengalami perkembangan baru. Padahal kata Rina, pihak eksekutif pernah berjanji kalau pertengahan 2012 lalu bisa clear.
Kemudian, kata Rina, jadwal Raperda RTRW ini akan dibahas kembali oleh Pansus juga tidak bisa dipastikan. Sebab harus menunggu sampai data dari Kementerian Kehutanan final. "Jadi dalam waktu dekat ini tidak ada jadwal Pansus untuk membahas RTRW ini. Sebelum finalisasi data Kementerian Kehutanan, karena kuncinya di situ," tegasnya.
Mengenai uji publik Raperda RTRW ini, politisi PAN ini menegaskan kalalu RTRW tersebut belum pernah dilakukan uji publik. Sedangkan pembagian draft RTRW kepada beberapa khalayak kemarin bukanlah merupakan uji publik, melainkan upaya untuk meminta masukan kepada kalangan, baik dari LSM, akademisi dan organisasi soal perkembangan Raperda RTRW. "Bagaimana bisa dilakukan uji publik jika pembahasan belum selesai. Draft itu dibagikan untuk memberi masukan terhadap draf Raperda RTRW Babel. Nanti jika sudah clear baru bisa diuji publik," tutur Rina.
Terpisah, Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Babel memaklumi belum selesainya RTRW. Kepala Bappeda Babel, Nazalyus mengungkapkan, hingga sejauh ini, raperda RTRW memang belum selesai karena masih dalam pengkajian dan pendalaman yang nantinya dilakukan oleh pansus untuk konsultasi publik, secara lengkap bersama dengan seluruh stakeholder di kabupaten/kota, organisasi profesi maupun LSM. "Nantinya mereka akan diundang DPRD untuk konsultasi publik. Jadi dari masukan-masukan itu terakhirnya untuk penyempurnaan RTRW, dan kemudian akan diakomodir dan dikaloborasi di dalam raperda tata ruang antara legislatif dan eksekutif," sebutnya seraya mengharapkan RTRW bisa selesai di tahun ini.
Sumber : RadarBangka