“Karena itu kami akan mengkaji ulang Perda tata ruang untuk wilayah Jakarta, Depok, Bogor, Tangerang, Bekasi, Puncak dan Cianjur. Tentunya ini dilakukan dengan melibatkan pemda terkait,” katanya, disela-sela acara pengumuman Sayembara Perencanaan dan Perancangan Kota Green Metropolis Jakarta 2050, kemarin.
Menurut Imam, setelah melakukan audit tata ruang Jabodetabekjur pihaknya juga akan melakukan hal yang sama ke kota-kota lainnya di Indonesia. Pemilihan Jabodetabekjur sebagai yang pertama diaudit karena wilayah ini dipandang paling banyak memiliki masalah.
“Misalnya, dalam penerapan koefisien dasar bangunan (KDB) sudah dipenuhi tetapi belum tentu memenuhi koefisien dasar hijau (KDH),” tambahnya.
Banyak bangunan yang memiliki ruang terbuka cukup luas tetapi sudah dibeton. Hal ini tentu tidak banyak bermanfaat dalam fungsinya sebagai lokasi penyerapan air. Air yang jatuh akhirnya langsung menuju ke sungai dan berlanjut ke laut.
Rencananya konsep green metropolis kedepan yang diinginkan adalah air hujan bisa ditahan selama mungkin di daratan. Air ini nantinya akan bermanfaat sebagai air tanah cadangan dimusim kemarau.
Karena itu Imam mengatakan, seharusnya setiap pemberian izin mendirikan bangunan disertai persyaratan pembuatan sumur resapan atau lubang biopori. Sebab sumur dan lubang ini akan berfungsi sebagai cadangan air disaat musim kemarau.
“Yang terjadi sekarang kan dimusim hujan kebanjiran dimusim kemarau kekeringan. Seharusnya air hujan itu berkah jika kita bisa memanfaatkannya. Jadi jangan semua langsung dibuang ke laut,” katanya.
Sumber : PenataanRuang.Net