Jember sampai saat ini belum memiliki RTRW. Rencananya, Februari 2013 ini akan ada pembahasan. Namun, hingga Jumat (22/3/3013) tidak ada tanda-tanda pembahasan bakal berlangsung.
Belum adanya pembahasan ini dimanfaatkan Ketua Forpena Wuwul Suraeng Koko untuk meminta agar draf RTRW benar-benar memperhatikan seruan Badan Nasional Penanggulangan Bencana. "RTRW di semua daerah harus mengacu pada aturan dan peta risiko yang dikeluarkan BNPB," katanya.
Selama ini, menurut Wuwul, diskusi publik soal RTRW lebih banyak mengenai masalah ekonomi, seperti zonasi investasi toko modern berjaringan atau zonasi daerah industri. "Sementara masalah kebencanaan jarang dibicarakan," kata jurnalis salah satu stasiun televisi itu.
Forpena berminat melakukan dengar pendapat dengan DPRD Jember untuk menekankan pentingnya RTRW sensitif bencana ini. Wuwul juga meminta kepada Badan Penanggulangan Bencana Daerah untuk segera menindaklanjuti keinginan BNPB, agar memetakan risiko bencana. Menyokong tugas BPBD ini, Pemerintah Kabupaten Jember per;u menganggarkan satu persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah untuk masalah antisipasi bencana.
Langkah dan seruan Forpena ini menindaklanjuti pernyataan Kepala Pusat Data dan Informasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Sutopo Purwo Nugroho, saat berada di Jember, pekan lalu. Ia mengatakan, sebagian besar pemerintah daerah belum mengakomodasi peta risiko dalam RTRW masing-masing.
BNPB berharap peta risiko ini lebih menjadi panduan, karena terjadinya peningkatan frekuensi bencana. Dengan memperhatikan aspek peta risiko, maka upaya penyelamatan masyarakat bisa dilakukan sejak dini. Belum lagi tidak terakomodasinya masalah kebencanaan secara maksimal dalam penganggaran APBD.
Peraturan mengamanatkan ada anggaran untuk BPBD minimal satu persen dari total APBD masing-masing kabupaten, kota, dan provinsi. Anggaran ini untuk pengurangan risiko bencana dan di luar biaya tanggap darurat. Namun di sejumlah daerah, anggaran untuk itu ternyata tidak sampai satu persen.
Sumber : BeritaJatim