
Para demonstran yang terdiri dari 15 lembaga lingkungan, diantaranya WWF, Wahli, TII, Jaringan Kuala, Silfa, Uno Itam, Tape, KPHA BKB, YLHI, FKI 1, ACTW, FORA dan IKAPALA menyatakan menolak usulan RTRW Aceh dengan alasan bahwa usulan perubahan status kawasan terindikasi sarat kepentingan politis dan melanggar berbagai prosedur dan aturan hukum lainnya.
“Usulan perubahan status kawasan hutan melalui rencana tata ruang Aceh yang saat ini diusulkan, sarat indikasi untuk pemutihan terhadap tindakan melawan hukum yang dilakukan oleh berbagai perusahaan,” kata Zahrul, selaku penanggungjawab aksi.
Alasan lainnya adalah dalam usulan RTRW Aceh juga tidak mengakui adanya Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) sebagai Kawasan Strategis Nasional, juga tidak diakuinya kawasan Ulu Masen sebagai areal cadangan jasa lingkungan untuk kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup di masa mendatang.
Dalam pernyataan sikapnya, ATRA menyebutkan bahwa rancangan Qanun Tata Ruang Aceh terindikasi cacat hukum, karena rancangan Qanun Tata Ruang yang telah mendapat persetujuan subsatansi dari Menteri Pekerjaan Umum berdasarkan surat Menteri PU No.HK.01 03-MN/06 tanggal 4 Januari 2012 hanya diperbolehkan untuk disetujui bersama dengan DPRD terkait, namun pada kenyataannya dalam surat usulan Gubernur Aceh nomor 050/33210 tanggal 30 Oktober 2012 terdapat beberapa perubahan yang substansial.
Rancangan Qanun Tata Ruang Aceh juga terindikasi cacat hukum dan bertentangan dengan berbagai peraturan lainnya dan tidak terbatas pada UU 41/1999 , UU 26/2007 jo PP 26/2008, PP 12/2010 dan UU 11/2006.
Sementara aksi berlangsung, di salah satu ruangan Hermes Palace Hotel, para peneliti, akademisi dan spesialis keanekaragaman hayati melakukan pertemuan memaparkan hasil riset. Unsur yang hadir tersebut tergabung dalam The Assosiation for Tropical Biology and Conservation (ATBC).
Kepala Dinas Kehutanan Aceh, Husaini Syamaun yang menjumpai para demonstran setelah aksi berlangsung sekitar satu jam, ia mengatakan bahwa pertemuan di dalam hanya sebatas pemaparan hasil penelitian dan tidak ada kaitannya dengan Tata Ruang Aceh.
Ia juga membantah walau ia hadir dalam forum tersebut, namun sama sekali tidak ada kaitan dengan kebijakan lingkungan di Aceh. “Saya hanya diminta oleh Gubernur untuk menyambut tamu-tamu dari luar yang datang ke Aceh,” jelasnya kepada peserta aksi.
Sumber : AtjehLink