Rencana Tata Ruang Wilayah Aceh memberi kesan penyingkiran entitas mukim, padahal keberadaan mukim telah ‘dikembalikan’ secara legal oleh Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA). Dilandasi kegelisahan dengan penyingkiran keberadaan mukim dalam RTRW Aceh, Majelis Duek Pakat Mukim Meudeelat menerbitkan siaran pers yang mempertanyakan sensitifitas Pemerintah Aceh terhadap keberadaan mukim.
UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) menetapkan mukim sebagai pemerintahan sah di Aceh. Maka harusnya hak kelola kawasan mukim diakui dalam semua kebijakan Pemerintah Aceh dan kabupaten/kota. Namun, sayangnya Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Aceh yang sedang dibahas oleh DPRA tidak mengakui adanya wilayah kelola mukim, baik hutan, laut, blang, seunebok, krueng dan sebagainya.
Hal ini diungkapkan oleh Ketua Majelis Duek Pakat Mukim (MDPM) Aceh Besar, Mahmud Abdullah dalam diskusi “Peluang dan Tantangan Penguatan Pemerintahan Mukim dalam Tata Hukum Nasional” dengan nara sumber HM. Ali Yakob, Anggota DPR-RI asal Aceh, dan Sanusi M. Syarif SE MPhil, Direktur Yayasan Rumpun Bambu Indonesia Banda Aceh.
Diskusi tersebut diselenggarakan dalam rangka Rapat Kerja Pengurus Duek Pakat Mukim Aceh Besar. Dihadiri oleh lebih kurang 50 Imeum Mukim di Aceh Besar juga dihadiri oleh beberapa perwakilan Lembaga Swadaya Masyarakat yang konsen terhadap penguatan Mukim di Aceh anatara lain YRBI, JKMA Aceh dan Perkumpulan Prodeelat.
Rapat Kerja Majlis Duek Pakat mukim Aceh Besar telah berhasil membahas dan menghasilkan Program Kerja Pengurus Periode 2012-2015 yang fokusnya adalah untuk pencapaian visi Majelis Duek Pakat mukim Aceh Besar “Beusapeu kheun, beusaban Pakan, Tapeuriwang Mukim Meudeelat.”
Dalam diskusi tersebut juga mengemuka beberapa tuntutan para tuha mukim se-Aceh Besar sebagaimana disampaikan oleh Sekretaris MDPM, Asnawi diantaranya:
- Pemerintah Aceh harus segera merealisasikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Mukim sebagai bentuk keseriusan pemerintah dalam mengakui keberadaan mukim.
- Pemerintah Kabupaten Aceh Besar harus segera memproses upaya pengakuan kedaulatan mukim atas kawasan hutan sejauh si uro jak wo
- Mukim secara kelembagaan diberi kewenangan yang jelas atas wilayah, harta kekayaan dan sumber daya mukim, penyelenggaraan pemerintahan, dan penegakan adat.
- Pemerintah dan semua pihak terkait wajib memberikan perlindungan atas sumber daya alam mukim (hutan, sungai, bineh pasee, laot, dan lain-lain) dari kegiatan pembangunan dan proyek-proyek ekploitatif yang merusak dan mengancam sumber-sumber penghidupan masyarakat dan berpotensi menimbulkan bencana.
- Haria Peukan dan pengelolaan Pasar Rakyat dalam wilayah mukim harus diserahkan kembali kepada pemerintahan mukim dari pihak pemerintah kecamatan.
Sumber ; AtjehLink