"Banyak yang harus dipertanyakan dari JPO ini, karena ini juga mencerminkan mekanisme perizinan dan penyelewengan pembangunan JPO di Kota Bandung," ucap Anggota Komisi A DPRD Kota Bandung Lia Noer Hambali, Minggu (13/5).
Anggota TKPRD yang dipanggil, yaitu Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda), Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT), Dinas Pemakaman dan Pertamanan (Distamkam), Dinas Bina Marga dan Pengairan (DBMP), Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya (Distarcip), Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda), Dinas Perhubungan (Dishub), Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), serta Bagian Hukum dan HAM. Pemanggilan juga akan dilakukan kepada pemilik tiang JPO, CV Realty Prod's Advertising.
"Selain menyoroti JPO Gatot Subroto, kami juga akan mempertanyakan kinerja tim seputar pemasangan reklame yang kondisinya saat ini masih sangat semrawut," kata Lia.
Kasus JPO Gatot Subroto, dikatakan Lia, merupakan cerminan kinerja Pemkot Bandung dalam menangani JPO dan jenis reklame lain. "Itu jelas melecehkan Pemkot Bandung, karena kejadian ini terus berulang," ucapnya.
Lebih lanjut, Lia juga mengatakan setidaknya harus ada lima perizinan yang harus dipenuhi sebelum pengusaha membangun JPO. Akan tetapi, kebanyakan pengusaha justru membangun JPO sebelum izin-izin tersebut dikantongi.
Kelima tahapan perijinan yang harus ditempuh yaitu Surat Persetujuan Prinsip untuk Pembangunan JPO, Surat Penunjukkan dari Wali Kota Bandung untuk Pembangunan JPO, Perjanjian Kerjasama dengan Pemkot Bandung, Izin Tiang Pancang, dan Izin Penyelenggaraan Reklame.
"Kebanyakan baru mengantongi rekomendasi dari TKPRD, tapi sudah dibangun, padahal itu kan cuma rekomendasi, belum izin, tapi kok malah banyak yang dibiarkan," ucap Lia.
Selain itu, sebelum dibangun, pengusaha seharusnya juga mendapatkan persetujuan tertulis dari pemilik bangunan. "Jika memang ada perizinan yang tidak beres, instansi terkait harus menginformasikan kepada TKPRD agar Satpol PP bisa melakukan penyegelan," katanya.
Lia menilai, selama ini banyak JPO di Kota Bandung yang tidak berfungsi. Selain karena jalan yang sempit, kecenderungan JPO justru hanya menjadi akal-akalan pengusaha untuk bisa memasang reklame, tanpa mengindahkan asas keselamatan dan kenyamanan dari JPO tersebut. Itu terlihat dari banyaknya kondisi JPO yang terbengkalai.
"Kalau untuk di Jalan Pasteur yang lebar dan sulit jika menyeberang di jalan, keberadaan JPO sangat penting. Tapi kalau di jalan yang sempit memang tidak efektif, kepentingan pemasangan reklamenya lebih kental dibandingkan kepentingan masyarakat," katanya.
Sumber : PikiranRakyatOnline