www.PenataanRuang.Com
  • Home
  • Tata Ruang
    • Penataan Ruang >
      • Istilah dan Definisi
      • Azas dan Tujuan
      • Klasifikasi Penataan Ruang
      • Tugas dan Wewenang
      • Pengaturan dan Pembinaan
      • Pelaksanaan Penataan Ruang >
        • Perencanaan Tata Ruang >
          • Umum
          • Perencanaan Tata Ruang Wilayah Nasional
          • Perencanaan Tata Ruang Wilayah Provinsi
          • Perencanaan Tata Ruang Wilayah Kabupaten
          • Perencanaan Tata Ruang Wilayah Kota
        • Pemanfaatan Ruang >
          • Umum
          • Pemanfaatan Ruang Wilayah
        • Pengendalian Pemanfaatan Ruang
        • Penataan Ruang Kawasan Perkotaan
        • Penataan Ruang Kawasan Perdesaan
      • Pengawasan Penataan Ruang
      • Hak, Kewajiban dan Peran Masyarakat
      • Sengketa, Penyidikan dan Pidana
    • RTRW Nasional >
      • Istilah dan Definisi
      • Tujuan dan Kebijakan >
        • Tujuan
        • Kebijakan dan Strategi
      • Rencana Struktur Ruang >
        • Sistem Perkotaan
        • Sistem Transportasi >
          • Transportasi Darat
          • Transportasi Laut
          • Transportasi Udara
        • Sistem Energi
        • Sistem Telekomunikasi
        • Sistem Sumber Daya Air
      • Rencana Pola Ruang >
        • Kawasan Lindung
        • Kawasan Budi Daya
      • Kawasan Strategis
      • Pemanfaatan Ruang
      • Pengendalian Ruang >
        • Peraturan Zonasi
        • Perizinan
        • Insentif Disinsentif
        • Sanksi
    • RTRW Provinsi >
      • Pendahuluan >
        • Istilah dan Definisi
        • Acuan Normatif
        • Fungsi dan Manfaat
      • Ketentuan Teknis >
        • Tujuan & Kebijakan
        • Rencana Struktur Ruang
        • Rencana Pola Ruang
        • Kawasan Strategis
        • Pemanfaatan Ruang
        • Pengendalian Ruang
        • Format Penyajian
      • Proses dan Prosedur >
        • Proses RTRW
        • Prosedur RTRW
        • Penetapan RTRW
    • RTRW Kabupaten >
      • Pendahuluan >
        • Istilah dan Definisi
        • Acuan Normatif
        • Fungsi dan Manfaat
      • Ketentuan Teknis >
        • Kebijakan dan Strategi
        • Rencana Struktur Ruang
        • Rencana Pola Ruang
        • Kawasan Strategis
        • Pemanfaatan Ruang
        • Pengendalian Ruang
        • Format Penyajian
      • Proses dan Prosedur >
        • Proses RTRW
        • Prosedur RTRW
        • Penetapan RTRW
    • RTRW Kota >
      • Pendahuluan >
        • Istilah dan Definisi
        • Acuan Normatif
        • Fungsi dan Manfaat
      • Ketentuan Teknis >
        • Kebijakan dan Strategi
        • Rencana Struktur Ruang
        • Rencana Pola Ruang
        • Kawasan Strategis
        • Pemanfaatan Ruang
        • Pengendalian Ruang
        • Format Penyajian
      • Proses dan Prosedur >
        • Proses RTRW
        • Prosedur RTRW
        • Penetapan RTRW
    • Kawasan >
      • Kawasan Budidaya
      • Reklamasi Pantai
      • Rawan Bencana Longsor
      • Rawan Letusan Gunung Api dan Gempa Bumi
      • Ruang Terbuka Hijau
  • Berita
    • Tata Ruang
    • Infrastruktur
    • Transportasi
    • Perumahan
    • Prasarana dan Sarana >
      • Air Minum
      • Sanitasi
      • Persampahan
      • Drainase
      • Fasilitas Umum
    • Pertanahan
    • Konstruksi
    • Sekilas Info >
      • Tata Ruang
      • Infrastruktur
      • Transportasi
      • Perumahan
      • Pertanahan
      • Ekonomi
      • Metropolitan
  • Regulasi
    • Undang-undang >
      • Penataan Ruang
      • Sumber Daya Air
      • Perumahan Permukiman
      • Bangunan Gedung
      • Pengelolaan Sampah
      • Jalan
      • Lainnya >
        • Sistem Perencanaan
        • Rencana Pembangunan Jangka Panjang
        • Pemerintah Daerah
        • Perimbangan Keuangan
        • Pengelolaan Wilayah Pesisir
        • Lingkungan Hidup
        • Konservasi
        • Pertambangan Mineral dan Batu Bara
        • Perindustrian
        • Kehutanan
        • Penerbangan
        • Perairan Indonesia
        • Pelayaran
        • Perikanan
        • Pertahanan Negara
    • Peraturan Pemerintah >
      • RTRW Nasional
      • Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang
      • Penyelenggaraan Penataan Ruang
      • Penatagunaan Tanah
      • Organisasi Perangkat Daerah
      • Jalan Tol
    • Peraturan Presiden >
      • Bakor Penataan Ruang
      • Kebijakan Pertanahan
    • Peraturan Menteri PU >
      • Pedoman RTRW >
        • Pedoman RTRW Provinsi
        • Pedoman RTRW Kabupaten
        • Pedoman RTRW Kota
        • Pedoman Teknis Analisis
        • Persetujuan Substansi RTRW
      • Pedoman Kawasan >
        • Pedoman Kawasan Budi Daya
        • Pedoman Kawasan Reklamasi Pantai
        • Pedoman Kawasan Rawan Longsor
        • Pedoman Kawasan Gunung Berapi dan Gempa
        • Pedoman Ruang Terbuka Hijau
      • Standar Pelayanan
      • Penyidik PNS Penataan Ruang
      • Pemberian Izin Usaha
    • Peraturan Menteri Perumahan >
      • Petunjuk Pelaksanaan Kasiba Lisiba
      • Petunjuk Teknis Kasiba Lisiba
      • Badan Pengelola Kasiba Lisiba
  • Pedoman
    • Rencana Tata Ruang >
      • RDTR Kabupaten
      • RDTR Kota
    • Air Minum
    • Air Limbah
    • Persampahan
    • Drainase
  • Presentasi
    • Future of the Cities
    • Sustainable Cities
    • Smart Cities
    • Urbanisation
    • City Planning
    • The Best Cities
    • Infrastructure
    • Transportation
    • Street and Pedestrian
    • Community Participation
  • RTRW
    • RTRW Nasional >
      • RTRW Nasional
      • Struktur Ruang
      • Pola Ruang
      • Sistem Perkotaan
      • Sistem Transportasi
      • Wilayah Sungai
      • Kawasan Lindung
      • Kawasan Andalan
      • Kawasan Strategis
    • RTRW Pulau >
      • Pulau Sumatera
      • Pulau Jawa
      • Pulau Kalimantan
      • Pulau Sulawesi
      • Kepulauan Maluku
      • Pulau Papua
    • RTRW Provinsi >
      • NAD
      • Sumatera Utara
      • Sumatera Barat
      • Sumatera Selatan
      • Jambi
      • Riau
      • Kepulauan Riau
      • Bengkulu
      • Bangka Belitung
      • Lampung
      • Banten
      • DKI Jakarta
      • Jawa Barat
      • DI Yogyakarta
      • Jawa Tengah
      • Jawa Timur
      • Bali
      • Nusa Tenggara Barat
      • Nusa Tenggara Timur
      • Kalimantan Barat
      • Kalimantan Selatan
      • Kalimantan Tengah
      • Kalimantan Timur
      • Sulawesi Barat
      • Sulawesi Selatan
      • Sulawesi Tengah
      • Sulawesi Tenggara
      • Sulawesi Utara
      • Gorontalo
      • Maluku
      • Maluku Utara
      • Papua
      • Papua Barat
    • RTRW Kabupaten/Kota >
      • NAD
      • Sumatera Utara
      • Riau
      • Bangka Belitung
      • Lampung
      • Banten
      • Jawa Barat >
        • Kab Bandung
        • Kab Bogor
        • Kota Bandung
      • Jawa Tengah >
        • Kab Banyumas
        • Kab Batang
        • Kab Blora
        • Kab Bayolali
        • Kab Brebes
        • Kab Jepara
        • Kab Magelang
        • Kab Pati
        • Kab Pekalongan
        • Kab Pemalang
        • Kab Purbalingga
        • Kab Semarang
        • Kab Sukoharjo
        • Kab Temanggung
        • Kab Wonogiri
        • Kab Wonosobo
        • Kota Magelang
        • Kota Pekalongan
        • Kota Salatiga
        • Kota Semarang
        • Kota Tegal
      • DI Yogyakarta >
        • Kab Bantul
        • Kota Yogyakarta
      • Jawa Timur >
        • Kab Bojonegoro
        • Kab Jombang
        • Kab Malang
        • Kab Pasuruan
        • Kab Sidoarjo
        • Kota Batu
        • Kota Malang
        • Kota Probolinggo
        • Kota Surabaya
      • Nusa Tenggara Barat >
        • Kab Bima
        • Kab Lombok Utara
      • Nusa Tenggara Timur >
        • Kab Timor Tengah Utara
        • Kab Nagekeo
      • Sulawesi Selatan
      • Sulawesi Tengah
  • Info Lelang
    • Penataan Ruang
    • Air Minum
    • Penyehatan Lingkungan
  • Perpustakaan
  • Contact

Tata Ruang Kota Padang Berserak

3/24/2013

0 Comments

 
Picture
PADANG - Tata ruang Kota Padang dinilai menyimpang dari rencana tata ruang jangka panjang yang telah diletakkan pendahulunya. Banyak hal menyangkut penataan kota yang tidak menjadi perhatian lagi. Misalnya saja, ruang terbuka hijau tidak bertambah seiring pertumbuhan penduduk.

Penilaian tersebut datang dari mantan Walikota Padang Syahrul Ujud. Ia menyoroti penataan kota yang saat ini "berserak-serak" dan tidak lagi mengikuti konsep - konsep yang jelas. 

"Bila penataan kota terus dibiarkan tanpa konsep berkelanjutan tentang tata ruang kota, saya yakin Kota Padang akan sama seperti Jakarta yang macet dan kebanjiran," kata Syahrul kepada wartawan usai menghadiri acara pengukuhan Dewan Pimpinan Kota - Ikatan Alumni Perguruan Tinggi Kepamongprajaan (DPK-IKAPTK) Kota Padang di Hotel Grand Inna Muara, Rabu (20/3).

Saat ini, lanjut Syahrul, banyak bangunan - bangunan yang berdiri tidak pada tempat semestinya. Hal itu bisa dilihat saja. Syahrul tak mau melimpahkan kesalahan kepada pihak manapun melainkan mencoba berpandangan positif ke depan.  

 “Pemerintah harus tegas dalam menerapkan ketentuan tata ruang. Lahan pemukiman diatur, sehingga tidak berserakan begitu saja. Begitu juga riol - riol, harus berfungsi dengan baik dan terpola,” tambahnya.

Pandangan Syahrul kesalahan penataan Kota Padang masih belum parah. Untuk itu masih bisa dilakukan perubahan dan penataan kembali. Pemerintah saat ini harus bisa bersikap tegas, aturan perencanaan tata ruang kota jangan terus dilanggar.
.
Meskipun telah terjadi kesalahan, seperti bangunan yang tidak dibangun pada tempatnya, Syahrul tidak meminta untuk dibongkar lagi. Kalau dipaksakan untuk membongkar bangunan itu, tentu akan timbul persoalan baru. Jadi dia mengharapkan kesalahan-kesalahan itu tidak diperbanyak lagi.

“Jangan dibongkar bangunan yang telah terbangun itu. Terpenting, untuk kedepannya jangan dibangun lagi bangunan dilokasi yang dilarang,” tukasnya.

Sementara itu saat dihubungi terpisah, Kepala Dinas Tata Ruang Tata Bangunan Perumahan, Dian Fakri mengakui untuk saat ini ada sejumlah bangunan yang tidak berdiri di lokasi yang  diperuntukkan. Misalnya, bangunan liar diantaranya warung yang dbuat di lokasi fasilitas umum. Sehingga ruang lepas tidak ada lagi.

Untuk mengantisipasi hal itu, Dian mengandeng Camat dan Lurah untuk menjaga agar fasilitas umum seperti ruang lepas atau taman-taman di kelurahan tidak digunakan untuk bangunan. Bahkan Dinas TRTB dan Perumahan akan berencana mengajukan pembuatan Perda untuk setiap perumahan menyediakan lahan hingga 40 persen untuk ruang umum.
Dari situlah, akan dibuat jalan, taman, atau lainnya. Jika hal ini bisa disepakati maka akan berdampak pada tata ruang yang baik

" Jika  hal ini disepakati maka akan berdampak pada tata ruang yang baik," tutup Dian.

Sumber : PadangMedia.Com

0 Comments

Pansus RTRW Panggil BKPRD

3/14/2013

0 Comments

 
DPRD Bu­kittinggi dituding lamban da­lam membahas Rancangan Pe­raturan Daerah (Ranperda) pe­rubahan atas Perda Nomor 6 Ta­hun 2011 tentang Rencana Ta­ta Ruang Wilayah (RTRW). Pa­dahal, Pemko Bukittinggi te­lah mengajukan Ranperda RTRW tersebut pada September 2012 lalu kepada DPRD setem­pat. 

Bahkan, pihak DPRD baru melakukan pembahasan melalui Pa­nitia Khusus (Pansus) awal ta­hun 2013 ini. Namun per­nyata­an itu dibantah oleh Ketua Pan­sus RTRW DPRD Buk­it­tinggi, M. Nur Idris. “Bukan lambat, Ra­perda Perubahan RTRW ini be­lum mendapat rekomendasi Ba­dan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) Pro­vin­si atau Gu­bernur dan Izin Menteri. Ba­gaimana kami mau mem­bahas Ran­perda Perubahan atas Perda No­mor 6 Tahun 2011 tentang RTRW itu, kalau subtansi yang me­­n­gatur pembuatan atau peru­ba­­han Perda RTRW saja belum di­­penuhi oleh Pemko Bukit­ting­gi,” jelas M Nur Idris, yang di­temui usai rapat Pansus RTRW di gedung DPRD Kota Bukit­tinggi, Selasa (5/2).

Legislator partai besutan Amin Rais ini menyebutkan, se­suai dengan Pasal 18 ayat (2) UU 26/2007 tentang Penataan Ruang penetapan Raperda ka­bu­­paten/kota tentang RTRW ka­bupaten/kota dan rencana rin­cian tata ruang terlebih da­hu­lu harus mendapat pers­etu­juan sub­tansi dari men­teri setelah men­dapat rekomendassi Gu­bernur.

Sesuai UU 26/2007 tentang Penataan Ruang, ranperda RTRW ini bersifat khusus, bisa di­ajukan kepada DPRD setelah adanya persetujuan Mentri dan re­komendasi Gubernur. “Me­mang draf raperda RTRW sudah di­serahkan kepada kami, tapi ini bu­kan draf yang akan dibahas. Me­­n­urut saya, ini hanya strategi lem­­par bola dari pemko ke de­wan untuk menjawab mas­yara­kat,” ujarnya.

Mantan pengacara LBH An­da­las Bukittinggi ini men­ga­ta­kan, untuk mem­percepat pem­ba­­hasan Raperda RTRW ini Ra­bu (6/2) pihaknya akan undang Ba­dan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) Kota Bu­kittinggi yang diketui Sekda un­tuk membicarakan kelanju­tan Raperda RTRW ini.

”Kalau belum mendapatkan per­setujuan menteri dan rek­o­men­dasi gubernur, kami akan mengembalikan draf Raperda RTRW ini kepada wali kota. Kita tidak ingin pembahasan raperda RTRW ini menjadi kesalahan yang kedua kalinya,” tegas M. Nur Idris, yang juga Ketua Fraksi PAN DPRD Kota Bukittinggi ini.

Sekadar diketahui, Kota Bukittinggi telah mempunyai Perda RTRW Nomor 6 Tahun 2011. Perda ini sudah disahkan oleh Walikota Bukittinggi ber­sama DPRD tanggal 10 Fe­bruari 2011, dan sudah didaf­tarkan da­lam lembaran daerah Tahun 2011 Nomor 6. Cuma saja, sete­lah disahkan, menuai protes dari warga, terutama masyarakat di Kelurahan Puhun Bukit Apit dan Puhun Pintu Kabun.

Protes masyarakat itu, dika­re­­nakan penempatan pro­porsi ruang terbuka hijau (RTH) da­lam Perda RTRW Kota Bukit­ting­gi Nomor 6/2011 tidak dite­tap­kan dengan rasa keadilan masyarakat. Masyarakat Puhun Bu­kit Apit dan Pintu Kabun me­rasa penenpatan porsi RTH 30 persen di wilayah mereka saja di­rasa tidak adil. Hal itu mengakibatkan war­ga tidak dapat meman­faatkan la­han­nya sendiri untuk mem­ba­ngun.

Sumber : PenaanRuang.Net
0 Comments

RTH tak Tepat Sasaran: Perda RTRW Bukittinggi Harus Segera Direvisi

3/5/2013

0 Comments

 
BUKITTINGGI - Pemerintah Kota Bukittinggi diminta segera membahas perubahan Peraturan Daerah (Perda) tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) sebagai tindak lanjut realisasi ruang terbuka hijau (RTH). Saat ini, penempatan proporsi 30 persen RTH tak didasari dengan rasa keadilan masyarakat sehingga perlu ditinjau ulang.

Hal itu dikatakan pemerhati perkotaan, Zulfikar Rahim di Bukittinggi, Senin (4/3). Menurutnya, dalam Perda Nomor 6 tahun 2011, penempatan RTH hanya pada dua kelurahan, yakni Kelurahan Puhun Bukit Apit dan Puhun Pintu Kabun. Sehingga, tidak tercapai sasaran mengingat kedua kawasan itu jauh dari pusat kota.

Sesuai ketentuan, menurutnya, penempatan RTH harus disebarluaskan di seluruh kelurahan. Di antaranya dengan menggalakkan penanaman pohon di setiap kantor dinas, instansi dan sekolah serta lingkungan tempat tinggal.

"RTH merupakan parameter sejauhmana pemerintah daerah menyediakan lahan dengan arti dapat dimanfaatkan masyarakat untuk merasakan udara yang sejuk, segar dan menjadikan tempat ramah lingkungan sehingga dapat mengurangi polusi udara," katanya.

Dia berharap, Pemko segera menyelesaikan perubahan Perda Nomor 6 tahun 2011 tentang RTH demi kepentingan masyarakat dan menggiatkan penanaman pohon pelindung serta memantau setiap pembangunan yang dijalankan masyarakat. Sehingga, masih ada tempat untuk mengoptimalkan ruang terbuka hijau.

Dari luas kota 24 kilometer bujur sangkar dapat diterapkan RTH 30 persen dari luas kota. Itupun seharusnya tidak ditentukan hanya pada dua kelurahan. Karena, RTH terbagi dua macam yaitu private dan publik.

Sementara, Sekretaris Daerah Kota Bukittinggi, Yuen Karnova, menyebutkan, Pemkot dan DPRD telah menyepakati revisi Perda Nomor 6 tahun 2011 tersebut. Saat ini masih dibahas. 

Synber : PadangMedia

0 Comments

Pansus Khawatir Tidak dapat Izin Gubernur

2/26/2013

0 Comments

 
SUDIRMAN, METRO-Revisi Perda Nomor 6 tahun 2011 tentang RTRW masih terbentur oleh izin subtansi dan rekomendasi dari Gubernur Sumatera Barat dan Kementerian PU. Sesuai Pasal 26 Ayat 5 UU  No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, disebutkan rencana tata ruang wilayah kabupaten atau kota ditinjau kembali satu kali lima tahun.

Dalam Pasal 18 Ayat 2 UU itu juga disebutkan, penetapan Ranperda Tata Ruang harus mendapat persetujuan subtansi menteri setelah mendapat rekomendasi gubernur.

Saat ini Pemerintah Kota Bukittinggi melalui BKPRD baru akan mengajukan permintaan rekomendasi Gubernur Sumbar, setelah mendapat penetapan dari DPRD Kota Bukittinggi hari ini. Memang, untuk mendapatkan izin subtansi dan rekomendasi gubernur tidaklah gampang.

Harus dicantumkan bukti sosialisasi di tengah masyarakat. Sehingga, panitia khusus sedikit khawatir bisa mendapatkan izin subtansi dari Kemen PU, mengingat jika diberikan izin tentu membuka kran bagi daerah lain yang akan mengajukan revisi perda RTRW.

”Ya, khawatir juga, namun tentu kita optimis kalau kementerian  PU, gubernur bisa memberikan izin. Ini tuntutan dari masyarakat Bukittinggi, ya terutama menyangkut RTH yang ada di dua wilayah kelurahan,” kata Ketua Pansus Perda RTRW Kota Bukittinggi, M Nur Idris, Senin (25/2) kemarin usai melakukan pembicaraan dengan Ketua BKPRD Kota Bukittinggi, Yuen Karnova, di ruang sidang paripurna DPRD Bukittinggi.

Sementara itu anggota Pansus Syarifuddin Djas menyebutkan, sesuai dengan kondisi terakhir di lapangan, dewan beserta pemerintah daerah sepakat merevisi. Kemudian untuk tahapannya, sesuai dengan kondisi yang berjalan harus ada proses yang dilalui bersama. ”Rupanya ada tahapan yang harus dilalui berbeda dengan perda umum, di antaranya harus dapat rekomendasi gubernur, langkah yang harus disiapkan adalah sosialisasi di tengah masyarakat, namun belum dilengkapi oleh pemerintah ini yang perlu dilengkapi,” tutur Politisi Demokrat Bukittinggi itu.

Hari ini Selasa (26/2), akan diadakan presentasi oleh BKPRD Kota Bukittinggi dengan tim ahli menjelaskan dalam rapat gabungan komisi tujuan untuk mendapatkan persetujuan dari pimpinan DPRD, sebagai syarat untuk mendapat rekomendasi BKPRD Provinsi, yang akhirnya menghasilkan rekomendasi Gubernur, sebagai syarat oleh Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN), untuk mendapatkan persetujuan suptansi dari kemen PU. ”Baru kemudian kembali ke Pemerintah kota, lalu baru diantarkan draf ranperda ke DPRD, baru bisa DPRD melakukan pembahasan,” ulasnya.

Menurutnya, ada hal-hal teknis yang kurang dipahami secara menyeluruh oleh tim BKPRD Pemerintah Kota, ke depan tentu harus lebih selektif dan lebih berhati-hati sehingga prosesnya lancar.

”Saya melihat kekhilapan anggota BKPRD itu, tidak disengaja, tetapi mungkin karena desakan masyarakat sehingga ada hal-hal semestinya harus ada terlupakan, bukan disengaja,” tutur Politisi Demokrat.

Ketua BKPRD sekaligus Sekda Kota Bukittinggi, Yuen Karnova, mengakui jika Pemko baru akan mengajukan rekomendasi kepada Gubernur. ”Baru akan kita ajukan setelah dapat penetapan dari DPRD Bukittinggi. Pembahasan tetap, ini kan pembahasan,” ucapnya. 

Sumber : PosMetroPadang
0 Comments

Pansus RTRW Panggil BKPRD

2/6/2013

0 Comments

 
Rekomendasi Perubahan Perda RTRW Lambat

Bukittinggi, Padek—DPRD Bu­kittinggi dituding lamban da­lam membahas Rancangan Pe­raturan Daerah (Ranperda) pe­rubahan atas Perda Nomor 6 Ta­hun 2011 tentang Rencana Ta­ta Ruang Wilayah (RTRW). Pa­dahal, Pemko Bukittinggi te­lah mengajukan Ranperda RTRW tersebut pada September 2012 lalu kepada DPRD setem­pat. 

Bahkan, pihak DPRD baru melakukan pembahasan melalui Pa­nitia Khusus (Pansus) awal ta­hun 2013 ini. Namun per­nyata­an itu dibantah  oleh Ketua Pan­sus RTRW DPRD Buk­it­tinggi, M. Nur Idris. “Bukan lambat, Ra­perda Perubahan RTRW ini be­lum mendapat rekomendasi Ba­dan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) Pro­vin­si atau Gu­bernur dan Izin Menteri. Ba­gaimana kami mau mem­bahas Ran­perda Perubahan atas Perda No­mor 6 Tahun 2011 tentang RTRW itu, kalau subtansi yang me­­n­gatur pembuatan atau peru­ba­­han Perda RTRW saja belum di­­penuhi oleh Pemko Bukit­ting­gi,” jelas M Nur Idris, yang di­temui usai rapat Pansus RTRW di gedung DPRD Kota Bukit­tinggi, Selasa (5/2).

Legislator partai besutan Amin Rais ini menyebutkan, se­suai dengan Pasal 18 ayat (2) UU 26/2007 tentang Penataan Ruang penetapan Raperda ka­bu­­paten/kota tentang RTRW ka­bupaten/kota dan rencana rin­cian tata ruang terlebih da­hu­lu harus mendapat pers­etu­juan sub­tansi dari men­teri setelah men­dapat rekomendassi Gu­bernur.

Sesuai UU 26/2007 tentang Penataan Ruang, ranperda RTRW ini bersifat khusus, bisa di­ajukan kepada DPRD setelah adanya persetujuan Mentri dan re­komendasi Gubernur. “Me­mang draf raperda RTRW sudah di­serahkan kepada kami, tapi ini bu­kan draf yang akan dibahas. Me­­n­urut saya, ini hanya strategi lem­­par bola dari pemko ke de­wan untuk menjawab mas­yara­kat,”  ujarnya.

Mantan pengacara LBH An­da­las Bukittinggi ini men­ga­ta­kan, untuk mem­percepat pem­ba­­hasan Raperda RTRW ini Ra­bu (6/2) pihaknya akan undang Ba­dan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) Kota Bu­kittinggi yang diketui Sekda un­tuk membicarakan kelanju­tan Raperda RTRW ini.

”Kalau belum mendapatkan per­setujuan menteri dan rek­o­men­dasi gubernur, kami akan mengembalikan draf Raperda RTRW ini kepada wali kota. Kita tidak ingin pembahasan raperda RTRW  ini menjadi kesalahan yang kedua kalinya,” tegas M. Nur Idris, yang juga Ketua Fraksi PAN DPRD Kota Bukittinggi ini.

Sekadar diketahui, Kota Bukittinggi telah mempunyai Perda RTRW Nomor 6 Tahun 2011. Perda ini sudah disahkan oleh Walikota Bukittinggi ber­sama DPRD tanggal 10 Fe­bruari 2011, dan sudah didaf­tarkan da­lam lembaran daerah Tahun 2011 Nomor 6. Cuma saja, sete­lah disahkan, menuai protes dari warga, terutama masyarakat di Kelurahan Puhun Bukit Apit dan Puhun Pintu Kabun.

Protes masyarakat itu, dika­re­­nakan penempatan pro­porsi ruang terbuka hijau (RTH) da­lam Perda RTRW Kota Bukit­ting­gi Nomor 6/2011 tidak dite­tap­kan dengan rasa keadilan masyarakat. Masyarakat Puhun Bu­kit Apit dan Pintu Kabun me­rasa penenpatan porsi RTH 30 persen di wilayah mereka saja di­rasa tidak adil.

Hal itu mengakibatkan war­ga tidak dapat meman­faatkan la­han­nya sendiri untuk mem­ba­ngun. (*)

Sumber: PadangEkspres
0 Comments

Pansus RTRW Panggil BKPRD Bukittinggi

2/6/2013

0 Comments

 
Picture
BUKITTINGGI, SO--Meskipun Pemerintah Kota Bukittinggi sudah mengajukan Rancangan Peraturan Daerah Perubahan Atas Perda Nomor 6 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) bulan September 2012 lalu kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bukittinggi. 

Namun DPRD baru melakukan pembahasan melalui Panitia Khusus awal Tahun 2013 ini. Molornya pembahasan ini oleh sebagian pihak menganggap dewan lambat membahas Raperda Perubahan RTRW.

Lambatnya pembahasan Raperda RTRW oleh dewan ini dibantah oleh Ketua Pansus RTRW DPRD Bukittinggi, M. Nur Idris. Dia mengatakan bahwa keterlambatan pembahasan RTRW ini karena dewan menganggap Raperda Perubahan RTRW yang disampaikan Walikota tersebut belum mendapat persetujuan subtansi dari Menteri Pekerjaan Umum dan rekomendasi dari gubernur.

“Bukan lambat,  Raperda Perubahan RTRW ini belum mendapat rekomendasi BKPRD Propinsi atau Gubernur dan Izin Menteri. Bagaimana kami mau membahas kalau subtansi yang mengatur pembuatan atau perubahan Perdan RTRW saja belum dipenuhi oleh Pemko Bukittinggi” ujar Nur Idris usai rapat Pansus RTRW di gedung DPRD Bukittinggi, Selasa (5/2).

Legislator partai besutan Amin Rais ini menambahkan, sesuai dengan Pasal 18 ayat (2) UU 26/2007 tentang Penataan Ruang menyebutkan penetapan Raperda kabupaten/kota tentang RTRW kabupaten/kota dan rencana rincian tata ruang terlebih dahulu harus mendapat persetujuan subtansi dari Menteri setelah mendapat rekomendassi Gubernur.

“Sesuai ketentuan UU 26/2007 tentang Penataan Ruang reperda RTRW ini bersifat khusus, bisa diajukan kepada DPRD setelah adanya persetujuan Mentri dan rekomendasi Gubernur. Memang draf raperda RTRW sudah diserahkan ke kami tapi ini bukan draf yang akan dibahas. Ini menurut saya strategi lempar bola saja dari Pemko ke dewan karena untuk menjawab masyarakat” ujar mantan pengacara LBH Andalas Bukittinggi ini.

Lebih lanjut, Ketua Fraksi PAN DPRD Bukittinggi mengatakan, untuk mempercepat pembahasan Raperda RTRW ini besok (Rabu,6/2) kita akan undang Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) Kota Bukittinggi yang diketui Sekda untuk membicarakan kelanjutan Raperda RTRW ini.

“Kalau belum mendapatkan persetujuan menteri dan rekomendasi gubernur kami akan mengembalikan draf Raperda RTRW ini kepada Walikota. Kita tidak ingin pembahasan raperda RTRW  ini menjadi kesalahan yang kedua kalinya” ujar Nur Idris.

Sebagaimana diketahui Kota Bukittinggi sudah mempunyai Perda RTRW Nomor 6 Tahun 2011. Perda ini sudah disahkan oleh  Walikota Bukittinggi bersama DPRD tanggal 10 Pebruari 2011 dan sudah didaftarkan dalam lembaran daerah Tahun 2011 Nomor 6. Namun setelah disahkan menuai protes dari warga masyarakat terutama masyarakat di Keluraha Puhun Bukit Apit dan Puhun Pintu Kabun.

Protes masyarakat beberapa bulan lalu tersebut disebabkan karena penempatan proporsi ruang terbuka hijau (RTH) dalam Perda RTRW Kota Bukittinggi Nomor 6/2011 tidak ditetapkan dengan rasa keadilan masyarakat. 

Masyarakat Puhun Bukit Apit dan Pintu Kabun merasa penepatan porsi RTH 30 persen diwilayah mereka saja dirasa tidak adil. Ini mengakibatkan mereka tidak dapat memanfaatkan lahan mereka sendiri untuk membangun karena sudah ditetapkan sebagai RTH. 


Sumber : SumbarOnline

0 Comments

Masyarakat Perlu Paham Tata Ruang Mitigasi

1/20/2013

0 Comments

 
Picture
Padang, Padek--Padang termasuk daerah diprediksi sebagai daerah rawan ben­cana gempa dan tsunami. Hingga saat ini, peneliti selalu mem­peringatkan pemerintah dan masyarakat terutama berada di pesisir Pantai selalu waspada. Untuk mem­per­siap­kan masya­rakat, tidak mesti bertumpu pada pe­merintah, tapi harus dita­namkan pemikiran (per­sepsi) kalau kesiagaan itu di­miliki setiap orang.

Hal itu merupakan salah satu konsep mitigasi yang disarankan Henita Rah­ma­yanti, mahasiswa S-3 Program Studi Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia dalam disertasinya. Disertasi yang berjudul ”Model Adapatasi Masyarakat dalam Penataan Ruang Kota Rawan Bencana” ini mengungkapkan kalau masyarakat harus menyadari dan paham cara mitigasi.

Ada beberapa konsep da­lam penelitian yang dila­ku­kannya di Kecamatan Padang Barat, Kota Padang ini. Per­tama, masyarakat harus mem­biasakan dengan tata ruang. Di sini, pemerintah menyediakan sarana dan prasarana mitigasi, con­toh­nya shelter, jalur evakuasi, bahkan sirene tanda bencana.

Adaptasi yang dimak­sudkan dalam disertasi itu adalah, masyarakat harus paham tentang keadaan (tata ruang) kota. Misalnya, jalur evakuasi dibangun untuk membantu evakuasi jika ter­jadi gempa dan tsunami.Shelter berfungsi menye­lamatkan diri jika tsunami terjadi. Nah, masyarakat ha­rus membiasakan dengan itu, sehingga sarana dan pra­sa­rana itu tetap pada fungsinya.

Contohnya, jalur evakuasi tidak dijadikan area ber­dagang kaki lima, penunjang keselamatan di shelterseperti jenjang dan lainnya selalu berada dalam konsidi baik. ”Dengan membiasakan dan bisa memahami itu akan mebuat menjadi sebuah bu­daya,” ujar Henita yang ber­hasil mempertahankan diser­tasinya dan dinyatakan me­raih gelar doktor ilmu ling­kungan pada 5 Januari lalu.

Henita menjelaskan, pe­nelitian yang dilakukanya un­tuk menggambarkan inte­raksi manusia dengan ling­kungan yang merupakan ka­jian ilmu lingkungan hidup. Masyarakat merupakan fak­tor utama dalam upaya miti­gasi dengan kemampuannya beradaptasi dalam kota ra­wan bencana, dipengaruhi oleh pemahaman dan per­sepsi.

Persepsi inilah yang mem­­buat masyarakat siap meng­hadapi bencana. De­ngan be­gitu, terbentuk bu­daya yang baik dan bisa bera­daptasi de­ngan tata ruang kota. Pening­katan persepsi melalui pe­ningkatan penge­tahuan dalam kesiapsiagaan menghadapi bencana dan mitigasi, akan semakin baik jika sejalan de­ngan kesiapan sarana dan prasarana terkait mitigasi.

Henita juga menyam­pai­kan, adaptasi ini bukan hanya sebatas satu generasi saja. Seperti yang disebutkanya, budaya itu akan turun-te­murun dilakukan. Di sanalah peran ninik mamak, pe­mang­ku adat, dan tokoh agama dalam memberikan edukasi pada generasi berikutnya. Jangan sampai shelter itu hanya bertahan pada satu generasi saja, pasalnya ben­cana itu bisa datang kapan dan di mana saja.

”Kalau sudah menjadi budaya, tentu adaptasi ini bisa diterima baik masya­rakat. Untuk mitigasi ini perlu sinergi dari seluruh pihak, masyarakat dan peme­rintah harus memahami ini,” ujarnya. 

Sumber : PadangEkspres



0 Comments

Universitas Negeri Padang Disarankan Pindah Lokasi

4/30/2012

0 Comments

 
Picture
PADANG--MICOM: Pemerintah Kota Padang menilai Universitas Negeri Padang (UNP) perlu memikirkan pemindahan kampus ke lokasi yang lebih aman karena berada di zona merah dan hanya berada lima meter di atas permukaan laut. 

Wali Kota Padang Fauzi Bahar, di Padang, Sabtu (28/4), mengatakan saat ini dalam Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2010-2030 yang telah disahkan DPRD di dalamnya juga ada daerah yang akan dijadikan kawasan pusat pendidikan, yaitu Kecamatan Kuranji dan Koto Tangah. 

"Kita melihat universitas yang ada di sekitar bibir pantai saat ini perlu memikirkan untuk pemindahan kampus masing-masing, dan tidak lagi memusatkan pembangunan di kawasan yang masuk zona merah," katanya. 

Menurut dia, ke depan diharapkan pusat pendidikaan dan juga pemukiman masyarakat dipusatkan pembangunannya di kawasan yang memiliki ketinggian 10 meter di atas permukaan laut. 

Dalam hal kebencanaan, Kota Padang sendiri termasuk kawasan rawan bencana karena berada di antara dua lempeng bumi, yaitu Eurasia dan Indoaustralia, serta juga terletak pada patahan Semangko, sehingga perlu penataan yang aman dari bahaya gempa bumi dan ancaman tsunami. 

Pascagempa 30 September 2009, satu per satu universitas yang ada di daerah itu telah mulai membangun di zona aman, seperti yang dilakukan Universitas Bung Hatta yang membangun kampus baru di kawasan Air Pacah, Kecamatan Koto Tangah. 

Selanjutnya, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Imam Bonjol yang membebaskan lahan di daerah Koto Tangah untuk pengembangan kampus, begitu juga dengan Universitas Andalas (Unand) yang dianggap paling strategis untuk pendidikan. 

"Saat ini Unand dengan luas kampus 500 hektare lebih sangat strategis dan UNP pun juga harus merencanakan untuk melakukan pemindahan kampusnya ke daerah yang jauh dari pinggir pantai," ujar Fauzi. 

Ia menambahkan, UNP setidaknya harus mencari lahan di sekitar kawasan Bukit Napa, Kecamatan Kuranji seperti yang juga dilakukan kampus-kampus lainnya. Paling tidak lahan yang perlu dibebaskan sekitar 300 hektare, katanya. 

"Meski baru akan dibangun 20 tahun mendatang, saat ini terlebih dahulu harus ada pemikiran untuk pembebasan lahan di kawasan yang lebih aman," tegasnya.  

Sumber : MediaIndonesia.Com

0 Comments

412 Ha Lahan Bukit Barisan Digarap PT Semen Padang

4/30/2012

0 Comments

 
Picture
REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- DPRD Kota Padang, Sumatra Barat (Sumbar) akhirnya mengesahkan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2010-2030 menjadi Peraturan Daerah (Perda). RTRW itu satu tahun dibahas di tingkat Panitia Khusus (Pansus). Salah satu kendalanya adalah masuknya hutan seluas 412 hektare di Kawasan Bukit Barisan untuk dimanfaatkan oleh PT Semen Padang.

Wakil Ketua DPRD Kota Padang Afrizal yang memimpin rapat paripurna, Jumat (27/4) malam, mengatakan, rapat itu sudah tujuh kali diundur, sehingga pengesahan perda pun tertunda-tunda. "Tapi akhirnya perda ini dapat disetujui oleh semua fraksi," ujarnya pada rapat paripurna yang berlangsung hingga Sabtu (28/4) dini hari itu.

Ia menjelaskan, proses pembahasan Ranperda RTRW itu juga telah melalui konsultasi dan dan sinkronisasi dengan RTRW di tingkat nasional, khususnya dengan Kementerian Pekerjaan Umum (PU) dan Kementerian Kehutanan. Lamanya proses pengesahan RTRW Kota Padang juga terkait masuknya hutan seluas 412 hektare di kawasan Bukit Barisan yang akan dimanfaatkan sebagai lahan cadangan bahan baku oleh PT Semen Padang.

Soal ini, Fraksi PKS meminta PT Semen Padang memberikan kontribusi lebih bagi Kota Padang dalam bentuk CSR, pembangunan jalan, dan lain-lain. Selain itu dia juga meminta Pemkot Padang sesegera mungkin melakukan sosialisasi kepada masyarakat agar tidak terjadi pelanggaran dalam penggunaan tata ruang.

Demikian pula dengan Fraksi Persatuan Pembangunan Bulan Bintang (F-PPBB). Menurutnya, kontribusinya bisa diwujudkan untuk sarana transportasi berupa bus rapid transportation (BRT) atau bus masal yang disinergikan dengan angkutan yang sudah ada saat ini.

Terkait lahan tambang PT Semen Padang seluas 412 hektare, Irwan Fikri dari F-PPBB, jika telah digarap, perusahaan itu bersama pemerintah pusat hendaknya mendukung normalisasi Batang Arau. Soalnya, kata dia, kondisi aliran sungai itu sudah sangat membahayakan kehidupan masyarakat.

"Sebagai BUMN yang devidennya disetor ke pemerintah pusat, hendaknya perusahaan itu bisa mendorong pemerintah pusat untuk melakukan normalisasi Batang Arau," jelasnya. 

Sumber : Republika.co.id

0 Comments

Ruang Publik dalam Desain Politik Kota

4/8/2012

0 Comments

 
Picture
Ruang publik, terutama di kota, dimiliki dan dikelola pemerintah dan dijadikan komoditas. Sementara masyarakat tidak menyadari bahwa ruang publik itu milik mereka. Ada proses kanalisasi di kota berdasarkan arus politik yang dibawa partai politik dan elit. Sehingga, menimbulkan segregasi berpikir dan sosial ekonomi di kalangan masyarakat. 

Sekitar dua pekan lalu, networker kebudayaan, Halim HD, berkunjung ke Padang. Ia datang menghadiri perayaan Hari Teater Dunia di Padangpanjang. Sebelum balik ke Solo, tempat ia menetap, kami berdiskusi di rumah budayawan dan wartawan Padang Ekspres, Yusrizal KW, di Komplek Cemara II Gunungpangilun. Hadir juga ketua Entrepreneur Club (EC) Padang, Tomy Iskandar.

Halim HD, yang malam itu mengenakan kaos merek Sembalakon, berbicara panjang lebar tentang ruang publik. Baginya, ruang publik di perkotaan telah menjadi komoditas  yang diperjualbelikan pemko. Masyarakat tidak memiliki ruang untuk berdialog sesama mereka. 

Bagaimana idealnya ruang publik dan seberapa pentingkah keberadaannya dalam demokrasi?

Ruang publik itu secara ideal, contoh kongkretnya, konsep desa atau kampung. Dalam sejarah sosial kita, awal pembentukan kota itu dari kampung. Mereka punya pusat kekuasaan yang disebut kota. Nah, kota ini terdiri dari konfederasi kampung tersebut. Makanya kota itu beragam, ada Pecinan, Pekojan, Kampung Jawa, dan sebagainya. Di desa atau kampung mereka punya ruang-ruang untuk berkumpul. Apakah itu, untuk khitanan, salawatan, anak-anak bermain, berolahraga, berkumpul sehabis bekerja segala macamnya.

Pertanyaannya, masihkah desa, kampung, atau nagari, kita memiliki ruang-ruang semacam itu. Lalu pertanyaan kedua, seandainya ada, siapa yang mengelolanya. Ini menjadi elemen yang penting karena di setiap kampung dan desa yang mengelola ruang publik itu masyarakat. Mereka menghormati betul ruang publik itu sebagai miliknya. Ruang publik ini sesuatu yang penting sekali kalau kita perhatikan dalam konteks pergaulan sosial. Kalau di sebuah desa, dia seragam. Tapi di kota menjadi persoalan. Karena kota ini sebagai konfederasi sosial dari setiap kampung dengan latar belakang masing-masing sejarah sosialnya warga itu.

Itu kenapa ruang publik penting dalam konteks demokratisasi. Juga dalam konteks masyarakat mengekspresikan kesenian, tata cara, dan adat mereka. Ruang publik ini menjadi sulit di perkotaan. Perkotaan mengalami proses bagaimana ruang publik menjadi komoditas. Ruang itu diperjualbelikan oleh pemko dan pemda.

Pemko dan wakil rakyat tidak pernah bertanya kepada warga tentang ruang publik ini. Mereka bicara demokrasi. Demokrasi itu bukan sekadar di legislatif. Demokrasi itu yang paling riil adalah di ruang publik ketika masyarakat memahami keberagaman dalam aspek pikiran, gagasan, maupun sejarah sosial masing-masing.

Bagaimana politisasi Negara atau pemerintah menguasai ruang publik?

Anda bisa cari dokumentasi fotografi tentang ruang publik di Padang ini. Di zaman orde baru itulah munculnya pagar besi yang tajam. Taman-taman dibikin pagar. Itu salah satu contoh, pemerintah atas nama Negara tidak percaya kepada warga. Reaksi masyarakat terhadap persoalan itu tidak ada.

Atau coba anda perhatikan, di Padang ini masih ada gak, di Jawa masih banyak, tulisan 1x24 jam tamu wajib lapor ke RT. Itu sebetulnya sinyal dari sistem bagaimana Negara mencurigai warganya. Dalam konteks ruang publik, Negara ingin betul menguasai. Karena dengan menguasai ruang publik, Negara atau pemerintah bisa merekayasa.

Seperti dalam sejarah lama, konsep polis di Yunani, yang diciptakan oleh sistem filsafat itu mengalami pengereposan ketika zaman Romawi. Di Yunani setiap warga atau kelompok memiliki wakil, kota menjadi ukuran bagi satu warga untuk menyatakan dirinya. Karena kota adalah proses kebudayaan.

Kalau kita bicara tentang polis atau kota dalam proses kebudayaan dan peradaban, menarik apa yang dilontarkan oleh Cak Nurkholis Madjid tentang masyarakat madani. Masyarakat madani itu sebetulnya pembentukan masyarakat polis atau kota. Kesadaran sipil mengelola lingkungannya sehingga kota menjadi pusat peradaban.

Di Jawa ada ungkapan, mungkin di daerah lain juga ada, desa membawa cara, Negara membawa tata. Penataan ini tanpa basis cara tidak akan berhasil. Sebaik apapun gagasan anda, rumusan hukum anda, apabila tidak berlandaskan cara, kebudayaan, atau sumber sejarah sosial, anda akan mengalami guncangan. Teralienasi dari peraturan yang ada. Makanya kita selalu bertanya, kalau legislatif membikin aturan, aturan siapa. Aturan mereka atau aturan warga. Pernahkah warga ditanya kebutuhan atau kepentingannya.

Kalau kita lihat, demokratisasi yang paling berhasil, adanya partisipasi. Persoalan di Indonesia adalah partisipasi dalam berbagai hal, bisa partisipasi menjaga kebersihan, menyumbangkan sesuatu, menyatakan diri lewat cara masing-masing. Proses ini membutuhkan kesabaran betul. Sebuah proses yang panjang dan negosiasi yang lama sekali.

Masyarakat kita sering konflik karena kehilangan ruang publik untuk mereka saling mengenal. Karena mereka mengalami mobilisasi yang makin menajam. Proses politik kita dalam kota mengalami penajaman yang paling ringkih sekali dalam hubungan sosial. Anda bisa perhatikan ketika menjelang pilkada, pemilu, pilpres, selalu ada kecemasan dan merasa dicurigai. Karena kegagalan kita berdialog di ruang publik.

Sekarang, ruang publik diambil oleh pemerintah, sementara masyarakat tidak merasa kehilangan. Bahkan, masyarakat tidak tahu apa yang dimilikinya dalam Negara ini. Bagaimana mengatasi masalah ini, atau tidak bisa diatasi sama sekali?

Sebetulnya, sangat sulit. Tugas berat seluruh warga. Salah satu hal yang paling penting itu pendidikan, formal maupun informal. Proses penciptaan ruang publik adalah sejauh anda menciptakan relasi-relasi sosial. Ada beragam ruang publik yang sekarang diciptakan oleh anak-anak muda.

Kita bisa melihat sekelompok anak muda berkumpul di satu tempat menjadikan itu sebagai “markas” mereka. Lama-lama itu menjadi wilayah mereka. Ini sebetulnya upaya-upaya menciptakan ruang sosial menjadi ruang publik. Sama seperti beberapa pengusaha berkumpul di sebuah warung. Selain sebagai ruang ekonomi, warung itu juga berfungsi menjadi ruang sosial karena ada gagasan-gagasan untuk bertemu kalangan lain di sana.

Wilayah perkotaan semakin berkembang dalam pembentukan berbagai lapisan ruang ini. Cuma, persoalannya ruang-ruang ini terbatas. Inti yang ingin saya sampaikan di sini, kapasitas dialog. Dialog ini menciptakan relasi-relasi sosial dan personal yang harus punya kesinambungan. Tanpa kesinambungan yang terus menerus kita tidak akan berhasil menciptakan ruang publik atau ruang sosial yang intens.

Saya seyakin-yakinnya, kepada orang yang mempunyai kapasitas banyak bertemu dengan orang lain pasti lebih toleran daripada orang yang terbatas. Saya seyakin-yakinnya kepada proses pendidikan, apabila seorang siswa banyak bertemu dengan teman-teman sekolah lain dan bergaul dengan intens tidak akan ada tawuran.

Ada ungkapan yang menarik dalam proses pendidikan dan kebudayaan itu, ruang publik menjadi ruang dialog. Proses pembangunan di Indonesia gagal total dalam menciptakan ruang publik. Karena ruang publik menjadi komoditas, menjadi barang dagangan yang dilakukan oleh elit kota, penguasa kota.

Di luar negeri apa yang dilakukan orang terhadap ruang publik ini?

Beberapa kali saya main ke Jepang, yang paling menarik itu pusat kesenian. Mereka punya petugas, tapi gedung itu tidak hanya dikelola oleh petugas atau manajemennya. Setiap orang teater yang mau latihan di situ, dia ngepel dulu, membersihkannya. Padahal sudah bersih. Tapi secara moral dia harus melakukan itu. Setelah latihan atau main, mereka membersihkan lagi. partisipasi mereka sangat kuat sekali. Padahal mereka membayar kok. Mereka dipungut untuk bayar kebersihan tapi mereka tetap ikut terlibat membersihkannya.

Kemudian, ada cerita lama, ketika saya berada di sebuah kota bagian timur Michigan, Amerika Serikat, pada tahun 1990an.  Ada satu daerah, yang kalau orang kita bilang tempat jin buang anak atau daerah kriminal. Menariknya, ada beberapa seniman dan aktivis sosial memperbaiki rumah yang ditinggalkan di sana.

Lalu mereka bikin acara kesenian. Mengajak teman-temannya membersihkan tempat lain. Dalam dua tahun tempat itu menjadi tempat pertemuan sosial yang menarik. Setiap minggu, ada pertunjukan musik, pameran, ada warung, segala macam. Lalu daerah itu dikelola oleh warga. Dari inisiatif warga ini, pemerintah merasa bertanggungjawab. Lalu menyediakan penerangan, air bersih dan sebagainya.

Ketika ruang publik “dirampas” pemerintah, bagaimana seharusnya mengembalikan ke masyarakat atau memunculkan rasa kepemilikan masyarakat ini?

Dimulai dengan desain kota. Penguasa kota harus punya keberanian untuk membatasi pertumbuhan kota. Dia harus merenovasi ruang yang masih tersisa. Itu membutuhkan political will dan cultural will. Kehendak politis dan kehendak kebudayaan. Yang jadi persoalan, apakah wakil rakyat itu punya kehendak kebudayaan. Apakah para pengelola kota itu punya kehendak kebudayaan. Karena mereka selalu mengidentikkan persoalan kebudayaan adalah persoalan upacara, seremonial. Mereka tidak melihat proses kebudayaan merupakan pertemuan warga dengan sejarah sosial masing-masing di ruang publik itu.

Ada proses kanalisasi di kota ini berdasarkan arus politik yang dibawa partai politik maupun elit sehingga masyarakat mengalami segregasi berpikir. Di tambah lagi dengan segregasi sosial ekonomi. Itu sangat mungkin menciptakan konflik-konflik dalam perkotaan. Masyarakat perkotaan sangat gampang menimbulkan konflik, karena persoalan mereka terus digiring. Tidak berdasarkan inisiatif mereka sendiri berdasarkan pendidikan di ruang publik.

Sekarang, benturan nilai juga terjadi di masyarakat sendiri. Ketika Satpol PP membersihkan trotoar dari pedagang kaki lima, sering terjadi bentrok. Selalu dilihat tidak adil, pedagang kaki lima merasa ditindas pemerintah kota, padahal Satpol PP berusaha memberi akses masyarakat lain atau pejalan kaki untuk bisa berjalan di trotoar sebagaimana fungsinya. Bagaimana ini bisa terjadi?  

Tata ruang kota ini keos betul. Sebenarnya dengan retribusi, Pemko bisa memperhitungkan berapa banyak pedagang kaki lima, bagaimana meletakkan lokasinya segala macam. Nah, dalam persoalan ini, Pemko atau Pemda hanya ingin mengambil retribusinya, tanpa memberikan ruang pada mereka. Akhirnya, masyarakat seenaknya saja. Ini persoalan sebetulnya, pemerintah tidak memberikan ruang kepada mereka dan mempercayai mengelolanya.

Faktor modal sering menjadi kekurangan pemerintah untuk membangun ruang publik, seperti infrastruktur, dan lain sebagainya. Solusinya bagaimana?  

Untuk melalukan perubahan mendasar terhadap kota ini membutuhkan capital. Namun capital yang paling penting sebenarnya potensi warga. Memberikan kesempatan warga untuk mengelola wilayahnya masing-masing.

Contohnya begini, kenapa pesta perkawinan, anda diwajibkan minta izin ke kelurahan, kecamatan, kepolisian, segala. Selalu pihak security mengatakan keamanan. Orang perkawinan butuh keamanan, anehkan? Perspektif yang dilihatnya cuma keamanan. Selalu kita membutuhkan pengaman. Politik kita itu sebetulnya, politik paranoia. Kita sebagai warga selalu dicurigai, yang setiap mengadakan acara harus ada izin. Ketakutan terjadi kerusuhan. Ini akibat pengelola Negara, pengelola kota dan daerah yang tidak memberikan kepercayaan kepada warga.

Begitulah, beberapa persoalan ruang publik kota-kota di Indonesia saat ini. Malam semakin larut. Selain kami bertiga tidak kedengaran lagi suara manusia. Menjelang dini hari, pembicaraan tentang ruang publik yang dikuasai pemerintah ini usai.

Sumber : PadangEkspres.co.id

0 Comments
<<Previous

    Tata Ruang

    Berita Tata Ruang menyajikan informasi seputar isu dan permasalahan tata ruang, perkotaan dan perdesaan, 

    Berita Lainnya

    • Tata Ruang
    • Infrastruktur
    • Transportasi
    • Perumahan
    • Pertanahan
    • Air Minum
    • Sanitasi
    • Persampahan
    • Drainase

    Archives

    April 2013
    March 2013
    February 2013
    January 2013
    June 2012
    May 2012
    April 2012
    March 2012

    Categories

    All
    Aceh
    Adat
    Adb
    Agropolitan
    Aktivis Lingkungan
    Ambon
    Anggaran
    Apartemen
    Audit Tata Ruang
    Bakosurtanal
    Bali
    Bandar Udara
    Bandung
    Bangka Belitung
    Bangunan
    Banjarmasin
    Banjir
    Bappeda
    Batang
    Batas Wilayah
    Bekasi
    Bencana Alam
    Bengkulu
    Berau
    Bkprd
    Bkprn
    Bogor
    Bumn
    Bupati
    Cagar Alam
    Cipta Karya
    Data
    Dengar Pendapat
    Depok
    Desa
    Desentralisasi
    Dinas Tata Ruang
    Direktur Jenderal
    Dpd
    Dpr
    Dprd
    Ekologi
    Ekonomi
    Evaluasi Tata Ruang
    Geospasial
    Gorontalo
    Gubernur
    Hak
    Halmahera
    Hukum
    Hutan
    Imb
    Implementasi
    Industri
    Informasi
    Infrastruktur
    Investasi
    Izin Lokasi
    Jabodetabek
    Jabodetabekpunjur
    Jakarta
    Jalan
    Jalan Tol
    Jambi
    Jawa Barat
    Jawa Tengah
    Jawa Timur
    Jogja
    Kabupaten
    Kajian Lingkungan Hidup Strategis
    Kaji Ulang
    Kalimantan
    Kalimantan Barat
    Kalimantan Selatan
    Kalimantan Tengah
    Kalimantan Timur
    Kampung
    Kampus
    Karang Anyar
    Kawasan
    Kawasan Strategis
    Kebakaran
    Kebijakan
    Kehutanan
    Kementrian Dalam Negeri
    Kementrian Kehutanan
    Kementrian Pekerjaan Umum
    Kementrian Pu
    Kesadaran Masyarakat
    Konsultan
    Kota
    Kota Hijau
    Kota Satelit
    Kualitas Infrastruktur
    Kudus
    Kuningan
    Kutai
    Lahan
    Lampung
    Lembaga Swadaya Masyarakat (lsm)
    Lingkungan
    Lingkungan Hidup
    Lokasi
    Lokasi Penambangan
    Lomba
    Mahasiswa
    Makam/kuburan
    Makassar
    Malang
    Mall
    Maluku
    Mamuju
    Maros
    Masyarakat
    Medan
    Megapolitan
    Menado
    Milyar
    Mineral Dan Batubara
    Mitigasi
    Mp3ei
    Musrenbang
    Nasional
    Nusa Tenggara Barat
    Pabrik
    Padang
    Palembang
    Pansus Rtrw
    Papua
    Pasar
    Pedagang Kaki Lima
    Pedestrian
    Pekanbaru
    Pelabuhan
    Pelanggaran Tata Ruang
    Pemanfaatan Tata Ruang
    Pematang Siantar
    Pembahasan Rtrw
    Pembangunan Jalan
    Pembangunan Vertikal
    Pembongkaran
    Pemerintah
    Pemerintah Daerah
    Pemerintah Kabupaten
    Pemerintah Kota
    Pemerintah Provinsi
    Pemetaan
    Pemko
    Pemukiman
    Penataan Bangunan
    Penataan Ruang
    Pendidikan
    Pengembangan Wilayah
    Pengembang (developer)
    Pengendalian
    Pengesahan Rtrw
    Penolakan
    Peraturan Daerah
    Peraturan Pemerintah
    Peraturan Presiden
    Perda
    Perencanaan
    Perguruan Tinggi
    Perkebunan
    Perkindo
    Perpres
    Pertambangan
    Pertanahan
    Pertanian
    Perumahan
    Peta
    Pkl
    Pltu
    Properti
    Provinsi
    Proyek
    Pulau
    Ranperda
    Rawan Bencana
    Rdtr
    Real Estate Indonesia (rei)
    Regulasi
    Reklamasi
    Reklame
    Relokasi
    Rencana Detail Tata Ruang
    Rencana Tata Ruang
    Rencana Tata Ruang Wilayah
    Revisi Rencana Tata Ruang
    Riau
    Rokan Hulu
    Rth
    Rtrw
    Rtrw Kabupaten
    Rtrw Kota
    Rtrwp
    Rtrw Provinsi
    RTRW. Rencana Tata Ruang
    Ruang Milik Jalan
    Ruang Publik
    Ruang Terbuka Hijau
    Samarinda
    Sanksi & Denda
    Sekolah
    Semarang
    Sepeda
    Sk Menhut
    Solo
    Sosialisasi
    Spbu
    Studi Banding
    Sulawesi Barat
    Sulawesi Selatan
    Sulawesi Utara
    Sumatera Barat
    Sumatera Selatan
    Sumatera Utara
    Sungai
    Surabaya
    Taman Kota
    Tata Ruang
    Tim Koordinasi Penataan Ruang
    Transportasi
    Undang Undang
    Undang-undang
    Universitas
    Urbanisasi
    Uupa
    Walikota
    Warga
    Water Front City
    Wilayah Perbatasan
    Wisata
    Yogyakarta

    RSS Feed

Links

www.Sanitasi.Net
www.Sanitasi.Org
www.TeknikLingkungan.Com

www.Nawasis.Com
www.InfoProcurement.Com
www,InfoKonsultan.Com

Picture
Indonesian Institute
for Infrastructure Studies

Jl. P. Antasari, Kebayoran Baru
Jakarta 12150, Indonesia
Email :