Menurut Wawali, sebenarnya tak perlu lagi meragukan RTRW Kota Samarinda. Pasalnya, RTRW yang kini tengah dirancang dan segera disahkan menjadi peraturan daerah (perda) itu, sudah sejalan dengan visi dan misi Kota Samarinda.
Yakni menjadi kota metropolitan yang unggul di bidang jasa, industri serta perdagangan yang berwawasan lingkungan Hijau Bersih dan Sehat (HBS). Semuanya sudah termaktub jelas di dalamnya. Termasuk soal Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang selama ini banyak di-warning, termasuk dari para pemerhati lingkungan.
“Memang diakui, banyak pembukaan lahan baik untuk pertambangan maupun untuk perumahan. Tapi upaya revegetasi juga terus dilakukan. Yang jelas, sejauh ini masih rasional antara kawasan yang dibuka dengan kawasan hijau,” katanya.
Nusyirwan menegaskan, untuk semua kawasan yang dibuka, tetap harus dimbangi dengan upaya penghijauan. Kata dia, sejauh ini Pemkot tetap konsisten untuk melakukan upaya reboisasi.
Tak hanya di wilayah eksis tambang batu bara, tetapi juga hingga ke lingkungan pemukiman warga. Bahkan kini, mulai diwajibkan setiap kecamatan untuk menyediakan 10 persen dari total luas wilayahnya untuk dijadikan taman kota.
“Jadi RTRW itu tidak bisa permanen. Setiap lima tahun ada peluang untuk direvisi. Apalagi terjadi pergantian pucuk pimpinan kepala daerah,” terangnya.
Yang jelas, kata Nusyirwan, sejauh ini semua izin kegiatan apapun di Kota Samarinda harus sejalan dengan RTRW. Jika itu berseberangan, Nusyirwan memastikan Pemkot tak akan menerbitkan izin operasi.
Kata Nusyirwan, RTRW Kota Samarinda tak akan menghambat pengawasan RTRW Kaltim. Apalagi, Samarinda tak memiliki banyak hutan kecuali hutan kota dan Kebun Raya Unmul Samarinda (KRUS) yang luasnya tidak seberapa.
“Jadi kalau ada yang terganjal, paling dari daerah tertentu yang wilayah hutannya luas. Yang jelas bukan Kota Samarinda,” tegas Nusyirwan.
Sumber : SamarindaPos