www.PenataanRuang.Com
  • Home
  • Tata Ruang
    • Penataan Ruang >
      • Istilah dan Definisi
      • Azas dan Tujuan
      • Klasifikasi Penataan Ruang
      • Tugas dan Wewenang
      • Pengaturan dan Pembinaan
      • Pelaksanaan Penataan Ruang >
        • Perencanaan Tata Ruang >
          • Umum
          • Perencanaan Tata Ruang Wilayah Nasional
          • Perencanaan Tata Ruang Wilayah Provinsi
          • Perencanaan Tata Ruang Wilayah Kabupaten
          • Perencanaan Tata Ruang Wilayah Kota
        • Pemanfaatan Ruang >
          • Umum
          • Pemanfaatan Ruang Wilayah
        • Pengendalian Pemanfaatan Ruang
        • Penataan Ruang Kawasan Perkotaan
        • Penataan Ruang Kawasan Perdesaan
      • Pengawasan Penataan Ruang
      • Hak, Kewajiban dan Peran Masyarakat
      • Sengketa, Penyidikan dan Pidana
    • RTRW Nasional >
      • Istilah dan Definisi
      • Tujuan dan Kebijakan >
        • Tujuan
        • Kebijakan dan Strategi
      • Rencana Struktur Ruang >
        • Sistem Perkotaan
        • Sistem Transportasi >
          • Transportasi Darat
          • Transportasi Laut
          • Transportasi Udara
        • Sistem Energi
        • Sistem Telekomunikasi
        • Sistem Sumber Daya Air
      • Rencana Pola Ruang >
        • Kawasan Lindung
        • Kawasan Budi Daya
      • Kawasan Strategis
      • Pemanfaatan Ruang
      • Pengendalian Ruang >
        • Peraturan Zonasi
        • Perizinan
        • Insentif Disinsentif
        • Sanksi
    • RTRW Provinsi >
      • Pendahuluan >
        • Istilah dan Definisi
        • Acuan Normatif
        • Fungsi dan Manfaat
      • Ketentuan Teknis >
        • Tujuan & Kebijakan
        • Rencana Struktur Ruang
        • Rencana Pola Ruang
        • Kawasan Strategis
        • Pemanfaatan Ruang
        • Pengendalian Ruang
        • Format Penyajian
      • Proses dan Prosedur >
        • Proses RTRW
        • Prosedur RTRW
        • Penetapan RTRW
    • RTRW Kabupaten >
      • Pendahuluan >
        • Istilah dan Definisi
        • Acuan Normatif
        • Fungsi dan Manfaat
      • Ketentuan Teknis >
        • Kebijakan dan Strategi
        • Rencana Struktur Ruang
        • Rencana Pola Ruang
        • Kawasan Strategis
        • Pemanfaatan Ruang
        • Pengendalian Ruang
        • Format Penyajian
      • Proses dan Prosedur >
        • Proses RTRW
        • Prosedur RTRW
        • Penetapan RTRW
    • RTRW Kota >
      • Pendahuluan >
        • Istilah dan Definisi
        • Acuan Normatif
        • Fungsi dan Manfaat
      • Ketentuan Teknis >
        • Kebijakan dan Strategi
        • Rencana Struktur Ruang
        • Rencana Pola Ruang
        • Kawasan Strategis
        • Pemanfaatan Ruang
        • Pengendalian Ruang
        • Format Penyajian
      • Proses dan Prosedur >
        • Proses RTRW
        • Prosedur RTRW
        • Penetapan RTRW
    • Kawasan >
      • Kawasan Budidaya
      • Reklamasi Pantai
      • Rawan Bencana Longsor
      • Rawan Letusan Gunung Api dan Gempa Bumi
      • Ruang Terbuka Hijau
  • Berita
    • Tata Ruang
    • Infrastruktur
    • Transportasi
    • Perumahan
    • Prasarana dan Sarana >
      • Air Minum
      • Sanitasi
      • Persampahan
      • Drainase
      • Fasilitas Umum
    • Pertanahan
    • Konstruksi
    • Sekilas Info >
      • Tata Ruang
      • Infrastruktur
      • Transportasi
      • Perumahan
      • Pertanahan
      • Ekonomi
      • Metropolitan
  • Regulasi
    • Undang-undang >
      • Penataan Ruang
      • Sumber Daya Air
      • Perumahan Permukiman
      • Bangunan Gedung
      • Pengelolaan Sampah
      • Jalan
      • Lainnya >
        • Sistem Perencanaan
        • Rencana Pembangunan Jangka Panjang
        • Pemerintah Daerah
        • Perimbangan Keuangan
        • Pengelolaan Wilayah Pesisir
        • Lingkungan Hidup
        • Konservasi
        • Pertambangan Mineral dan Batu Bara
        • Perindustrian
        • Kehutanan
        • Penerbangan
        • Perairan Indonesia
        • Pelayaran
        • Perikanan
        • Pertahanan Negara
    • Peraturan Pemerintah >
      • RTRW Nasional
      • Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang
      • Penyelenggaraan Penataan Ruang
      • Penatagunaan Tanah
      • Organisasi Perangkat Daerah
      • Jalan Tol
    • Peraturan Presiden >
      • Bakor Penataan Ruang
      • Kebijakan Pertanahan
    • Peraturan Menteri PU >
      • Pedoman RTRW >
        • Pedoman RTRW Provinsi
        • Pedoman RTRW Kabupaten
        • Pedoman RTRW Kota
        • Pedoman Teknis Analisis
        • Persetujuan Substansi RTRW
      • Pedoman Kawasan >
        • Pedoman Kawasan Budi Daya
        • Pedoman Kawasan Reklamasi Pantai
        • Pedoman Kawasan Rawan Longsor
        • Pedoman Kawasan Gunung Berapi dan Gempa
        • Pedoman Ruang Terbuka Hijau
      • Standar Pelayanan
      • Penyidik PNS Penataan Ruang
      • Pemberian Izin Usaha
    • Peraturan Menteri Perumahan >
      • Petunjuk Pelaksanaan Kasiba Lisiba
      • Petunjuk Teknis Kasiba Lisiba
      • Badan Pengelola Kasiba Lisiba
  • Pedoman
    • Rencana Tata Ruang >
      • RDTR Kabupaten
      • RDTR Kota
    • Air Minum
    • Air Limbah
    • Persampahan
    • Drainase
  • Presentasi
    • Future of the Cities
    • Sustainable Cities
    • Smart Cities
    • Urbanisation
    • City Planning
    • The Best Cities
    • Infrastructure
    • Transportation
    • Street and Pedestrian
    • Community Participation
  • RTRW
    • RTRW Nasional >
      • RTRW Nasional
      • Struktur Ruang
      • Pola Ruang
      • Sistem Perkotaan
      • Sistem Transportasi
      • Wilayah Sungai
      • Kawasan Lindung
      • Kawasan Andalan
      • Kawasan Strategis
    • RTRW Pulau >
      • Pulau Sumatera
      • Pulau Jawa
      • Pulau Kalimantan
      • Pulau Sulawesi
      • Kepulauan Maluku
      • Pulau Papua
    • RTRW Provinsi >
      • NAD
      • Sumatera Utara
      • Sumatera Barat
      • Sumatera Selatan
      • Jambi
      • Riau
      • Kepulauan Riau
      • Bengkulu
      • Bangka Belitung
      • Lampung
      • Banten
      • DKI Jakarta
      • Jawa Barat
      • DI Yogyakarta
      • Jawa Tengah
      • Jawa Timur
      • Bali
      • Nusa Tenggara Barat
      • Nusa Tenggara Timur
      • Kalimantan Barat
      • Kalimantan Selatan
      • Kalimantan Tengah
      • Kalimantan Timur
      • Sulawesi Barat
      • Sulawesi Selatan
      • Sulawesi Tengah
      • Sulawesi Tenggara
      • Sulawesi Utara
      • Gorontalo
      • Maluku
      • Maluku Utara
      • Papua
      • Papua Barat
    • RTRW Kabupaten/Kota >
      • NAD
      • Sumatera Utara
      • Riau
      • Bangka Belitung
      • Lampung
      • Banten
      • Jawa Barat >
        • Kab Bandung
        • Kab Bogor
        • Kota Bandung
      • Jawa Tengah >
        • Kab Banyumas
        • Kab Batang
        • Kab Blora
        • Kab Bayolali
        • Kab Brebes
        • Kab Jepara
        • Kab Magelang
        • Kab Pati
        • Kab Pekalongan
        • Kab Pemalang
        • Kab Purbalingga
        • Kab Semarang
        • Kab Sukoharjo
        • Kab Temanggung
        • Kab Wonogiri
        • Kab Wonosobo
        • Kota Magelang
        • Kota Pekalongan
        • Kota Salatiga
        • Kota Semarang
        • Kota Tegal
      • DI Yogyakarta >
        • Kab Bantul
        • Kota Yogyakarta
      • Jawa Timur >
        • Kab Bojonegoro
        • Kab Jombang
        • Kab Malang
        • Kab Pasuruan
        • Kab Sidoarjo
        • Kota Batu
        • Kota Malang
        • Kota Probolinggo
        • Kota Surabaya
      • Nusa Tenggara Barat >
        • Kab Bima
        • Kab Lombok Utara
      • Nusa Tenggara Timur >
        • Kab Timor Tengah Utara
        • Kab Nagekeo
      • Sulawesi Selatan
      • Sulawesi Tengah
  • Info Lelang
    • Penataan Ruang
    • Air Minum
    • Penyehatan Lingkungan
  • Perpustakaan
  • Contact

Penataan Ruang Publik

6/1/2012

0 Comments

 
Keunikan, kekayaan yang juga ancaman bagi bangsa Indonesia adalah masyarakatnya yang sangat plural, tersebar di sekian ribu pulau. Ratusan bahasa lokal, ragam budaya, aliran kepercayaan dan agama kesemuanya menciptakan mozaik budaya yang sangat indah, warnawarni, tetapi juga rentan konflik.

Sebagai bangsa dan negara yang masih muda, sesungguhnya wajar saja jika kohesivitas dan soliditas keindonesiaan kita masih rapuh.Mudah goyah dan gamang ketika diterpa konflik antarkelompok primordial. Dan sekarang sumber konflik bertambah lagi dengan munculnya banyak partai politik, ormas, organisasi buruh, LSM,dan provokator asing serta media massa. 

Masyarakat dan negara yang sedemikian plural dari sisi etnik, agama, bahasa, dan budaya seperti halnya Indonesia, Amerika Serikat, India, atau Kanada memang memerlukan waktu lama untuk mencapai soliditas berbangsa dan bernegara. Amerika Serikat memerlukan waktu lebih dari 100 tahun untuk membangun kemapanan dalam tradisi berdemokrasi. Dengan belajar dari pengalaman sejarah bangsa lain, kita tidak perlu memulai dari awal. 

We should not reinvent the wheel. Indonesia mesti mampu melakukan akselerasi dalam memantapkan state building dan citizenship tanpa menggusur pluralitas budaya dan agama yang menjadi elemen dan identitas kebangsaan kita. Tanpa kepemimpinan berwibawa, tegas, dan visioner, tidak mudah menciptakan ruang publik yang nyaman dan dinamis bagi masyarakat Indonesia yang majemuk.

Mungkin kita lebih merasa dan lebih terpanggil sebagai warga komunitas kelompoknya ketimbang sebagai warga negara sehingga sulit menata dan menjaga ruang publik tempat sesama warga negara membicarakan persoalan bangsa secara demokratis dan bebas dari tekanan. Tokoh-tokoh parpol,ormas, ulama, dan pemerintah mestinya duduk bersama untuk membuat rambu-rambu yang jelas bagaimana membangun ruang publik yang sehat. 

Berbagai kasus perusakan tempat ibadah, debat seputar konser Lady Gaga, pendirian tempat ibadah, dan penggunaan alat pengeras suara dari masjid kesemuanya merupakan fenomena perbenturan antara wilayah publik dan wilayah komunal. Masyarakat merasa punya hak memperoleh perlindungan negara dari berbagai tekanan dan gangguan kelompok- kelompok komunal, sementara berbagai ormas dan kelompok komunal, terutama ormas keagamaan, juga merasa punya hak dan panggilan moral untuk melakukan aktivitasnya di ruang publik. 

Bila kita konsisten Indonesia adalah negara kebangsaan yang berjalan di atas konstitusi atau hukum,jelas terdapat batasan tegas antara zona komunalisme keagamaan dan zona publik. Sekadar contoh,ketika kita berada di dalam masjid atau gereja, kita berada dalam zona keagamaan yang bebas berdakwah secara terbuka dan berapi-api di hadapan jamaah masing-masing. Seorang pengkhotbah leluasa memuji agamanya dan mengkritik agama orang lain. 

Tapi menjadi masalah kalau isi khotbahnya menggunakan pengeras suara lalu umat lain merasa tersinggung dan terganggu ketika mendengarkannya. Di Indonesia yang mayoritas muslim, tentu saja hal itu tidak dianggap masalah. Tapi umat Islam yang posisinya minoritas seperti di Barat tidak bisa berkhotbah menggunakan pengeras suara keras-keras karena akan dianggap sebagai intervensi ruang publik. 

Bahkan untuk membangun masjid pun tidak semudah di Indonesia. Begitu pula khotbah gereja di Indonesia pasti hati-hati untuk menyampaikan isinya dengan pengeras suara agar tidak terdengar orang di jalanan.Contoh lain,begitu keluar dari halaman masjid dengan mengendarai mobil,maka ketika masuk jalan raya itu berarti kita sudah memasuki ruang publik yang menjadi wewenang negara yang diwakili polisi lalu lintas. 

Ketika berada di jalan raya berlakulah etika dan hukum publik dan menjadi tidak relevan membedakan apakah itu ”mobil Islam” atau ”mobil Kristen”.Apakah itu mobil rakyat biasa atau pejabat tinggi.Siapapun yang melanggar hukum lalu lintas harus ditindak dan diperlakukan sama. Akan muncul persoalan serius jika pemerintah tidak memiliki aturan yang jelas dan tindakan hukum yang tegas bagaimana menciptakan rasa aman dan nyaman dalam ruang publik. 

Mestinya kelompok-kelompok komunal juga ikut menjaga ketertiban hukum yang mengatur wilayah publik, tahu batas wilayah dan wewenangnya. Jika simbol dan hukum agama dipaksakan untuk intervensi wilayah publik dan negara, pasti akan timbul benturan dengan kelompok lain. 

Arab Saudi yang menjadikan Islam sebagai dasar negara,yang memiliki otoritas, tetap merupakan negara di bawah kekuasaan raja.Seorang polisi ketika menindak pelanggaran dalam masyarakat, dia bertindak atas nama dan mewakili raja, bukan lembaga agama. 

Bahkan untuk menjadi imam dan khatib Masjid Haram mesti memperoleh izin dari pemerintah meskipun itu disebut Rumah Allah (Baitullah). Jadi, memang ada aturan main antara wilayah pribadi,komunal, dan publik. PROF DR KOMARUDDIN HIDAYAT Rektor UIN Syarif Hidayatullah 

Sumber : Seputar-Indonesia.com
0 Comments

Ruang Publik dalam Desain Politik Kota

4/8/2012

0 Comments

 
Picture
Ruang publik, terutama di kota, dimiliki dan dikelola pemerintah dan dijadikan komoditas. Sementara masyarakat tidak menyadari bahwa ruang publik itu milik mereka. Ada proses kanalisasi di kota berdasarkan arus politik yang dibawa partai politik dan elit. Sehingga, menimbulkan segregasi berpikir dan sosial ekonomi di kalangan masyarakat. 

Sekitar dua pekan lalu, networker kebudayaan, Halim HD, berkunjung ke Padang. Ia datang menghadiri perayaan Hari Teater Dunia di Padangpanjang. Sebelum balik ke Solo, tempat ia menetap, kami berdiskusi di rumah budayawan dan wartawan Padang Ekspres, Yusrizal KW, di Komplek Cemara II Gunungpangilun. Hadir juga ketua Entrepreneur Club (EC) Padang, Tomy Iskandar.

Halim HD, yang malam itu mengenakan kaos merek Sembalakon, berbicara panjang lebar tentang ruang publik. Baginya, ruang publik di perkotaan telah menjadi komoditas  yang diperjualbelikan pemko. Masyarakat tidak memiliki ruang untuk berdialog sesama mereka. 

Bagaimana idealnya ruang publik dan seberapa pentingkah keberadaannya dalam demokrasi?

Ruang publik itu secara ideal, contoh kongkretnya, konsep desa atau kampung. Dalam sejarah sosial kita, awal pembentukan kota itu dari kampung. Mereka punya pusat kekuasaan yang disebut kota. Nah, kota ini terdiri dari konfederasi kampung tersebut. Makanya kota itu beragam, ada Pecinan, Pekojan, Kampung Jawa, dan sebagainya. Di desa atau kampung mereka punya ruang-ruang untuk berkumpul. Apakah itu, untuk khitanan, salawatan, anak-anak bermain, berolahraga, berkumpul sehabis bekerja segala macamnya.

Pertanyaannya, masihkah desa, kampung, atau nagari, kita memiliki ruang-ruang semacam itu. Lalu pertanyaan kedua, seandainya ada, siapa yang mengelolanya. Ini menjadi elemen yang penting karena di setiap kampung dan desa yang mengelola ruang publik itu masyarakat. Mereka menghormati betul ruang publik itu sebagai miliknya. Ruang publik ini sesuatu yang penting sekali kalau kita perhatikan dalam konteks pergaulan sosial. Kalau di sebuah desa, dia seragam. Tapi di kota menjadi persoalan. Karena kota ini sebagai konfederasi sosial dari setiap kampung dengan latar belakang masing-masing sejarah sosialnya warga itu.

Itu kenapa ruang publik penting dalam konteks demokratisasi. Juga dalam konteks masyarakat mengekspresikan kesenian, tata cara, dan adat mereka. Ruang publik ini menjadi sulit di perkotaan. Perkotaan mengalami proses bagaimana ruang publik menjadi komoditas. Ruang itu diperjualbelikan oleh pemko dan pemda.

Pemko dan wakil rakyat tidak pernah bertanya kepada warga tentang ruang publik ini. Mereka bicara demokrasi. Demokrasi itu bukan sekadar di legislatif. Demokrasi itu yang paling riil adalah di ruang publik ketika masyarakat memahami keberagaman dalam aspek pikiran, gagasan, maupun sejarah sosial masing-masing.

Bagaimana politisasi Negara atau pemerintah menguasai ruang publik?

Anda bisa cari dokumentasi fotografi tentang ruang publik di Padang ini. Di zaman orde baru itulah munculnya pagar besi yang tajam. Taman-taman dibikin pagar. Itu salah satu contoh, pemerintah atas nama Negara tidak percaya kepada warga. Reaksi masyarakat terhadap persoalan itu tidak ada.

Atau coba anda perhatikan, di Padang ini masih ada gak, di Jawa masih banyak, tulisan 1x24 jam tamu wajib lapor ke RT. Itu sebetulnya sinyal dari sistem bagaimana Negara mencurigai warganya. Dalam konteks ruang publik, Negara ingin betul menguasai. Karena dengan menguasai ruang publik, Negara atau pemerintah bisa merekayasa.

Seperti dalam sejarah lama, konsep polis di Yunani, yang diciptakan oleh sistem filsafat itu mengalami pengereposan ketika zaman Romawi. Di Yunani setiap warga atau kelompok memiliki wakil, kota menjadi ukuran bagi satu warga untuk menyatakan dirinya. Karena kota adalah proses kebudayaan.

Kalau kita bicara tentang polis atau kota dalam proses kebudayaan dan peradaban, menarik apa yang dilontarkan oleh Cak Nurkholis Madjid tentang masyarakat madani. Masyarakat madani itu sebetulnya pembentukan masyarakat polis atau kota. Kesadaran sipil mengelola lingkungannya sehingga kota menjadi pusat peradaban.

Di Jawa ada ungkapan, mungkin di daerah lain juga ada, desa membawa cara, Negara membawa tata. Penataan ini tanpa basis cara tidak akan berhasil. Sebaik apapun gagasan anda, rumusan hukum anda, apabila tidak berlandaskan cara, kebudayaan, atau sumber sejarah sosial, anda akan mengalami guncangan. Teralienasi dari peraturan yang ada. Makanya kita selalu bertanya, kalau legislatif membikin aturan, aturan siapa. Aturan mereka atau aturan warga. Pernahkah warga ditanya kebutuhan atau kepentingannya.

Kalau kita lihat, demokratisasi yang paling berhasil, adanya partisipasi. Persoalan di Indonesia adalah partisipasi dalam berbagai hal, bisa partisipasi menjaga kebersihan, menyumbangkan sesuatu, menyatakan diri lewat cara masing-masing. Proses ini membutuhkan kesabaran betul. Sebuah proses yang panjang dan negosiasi yang lama sekali.

Masyarakat kita sering konflik karena kehilangan ruang publik untuk mereka saling mengenal. Karena mereka mengalami mobilisasi yang makin menajam. Proses politik kita dalam kota mengalami penajaman yang paling ringkih sekali dalam hubungan sosial. Anda bisa perhatikan ketika menjelang pilkada, pemilu, pilpres, selalu ada kecemasan dan merasa dicurigai. Karena kegagalan kita berdialog di ruang publik.

Sekarang, ruang publik diambil oleh pemerintah, sementara masyarakat tidak merasa kehilangan. Bahkan, masyarakat tidak tahu apa yang dimilikinya dalam Negara ini. Bagaimana mengatasi masalah ini, atau tidak bisa diatasi sama sekali?

Sebetulnya, sangat sulit. Tugas berat seluruh warga. Salah satu hal yang paling penting itu pendidikan, formal maupun informal. Proses penciptaan ruang publik adalah sejauh anda menciptakan relasi-relasi sosial. Ada beragam ruang publik yang sekarang diciptakan oleh anak-anak muda.

Kita bisa melihat sekelompok anak muda berkumpul di satu tempat menjadikan itu sebagai “markas” mereka. Lama-lama itu menjadi wilayah mereka. Ini sebetulnya upaya-upaya menciptakan ruang sosial menjadi ruang publik. Sama seperti beberapa pengusaha berkumpul di sebuah warung. Selain sebagai ruang ekonomi, warung itu juga berfungsi menjadi ruang sosial karena ada gagasan-gagasan untuk bertemu kalangan lain di sana.

Wilayah perkotaan semakin berkembang dalam pembentukan berbagai lapisan ruang ini. Cuma, persoalannya ruang-ruang ini terbatas. Inti yang ingin saya sampaikan di sini, kapasitas dialog. Dialog ini menciptakan relasi-relasi sosial dan personal yang harus punya kesinambungan. Tanpa kesinambungan yang terus menerus kita tidak akan berhasil menciptakan ruang publik atau ruang sosial yang intens.

Saya seyakin-yakinnya, kepada orang yang mempunyai kapasitas banyak bertemu dengan orang lain pasti lebih toleran daripada orang yang terbatas. Saya seyakin-yakinnya kepada proses pendidikan, apabila seorang siswa banyak bertemu dengan teman-teman sekolah lain dan bergaul dengan intens tidak akan ada tawuran.

Ada ungkapan yang menarik dalam proses pendidikan dan kebudayaan itu, ruang publik menjadi ruang dialog. Proses pembangunan di Indonesia gagal total dalam menciptakan ruang publik. Karena ruang publik menjadi komoditas, menjadi barang dagangan yang dilakukan oleh elit kota, penguasa kota.

Di luar negeri apa yang dilakukan orang terhadap ruang publik ini?

Beberapa kali saya main ke Jepang, yang paling menarik itu pusat kesenian. Mereka punya petugas, tapi gedung itu tidak hanya dikelola oleh petugas atau manajemennya. Setiap orang teater yang mau latihan di situ, dia ngepel dulu, membersihkannya. Padahal sudah bersih. Tapi secara moral dia harus melakukan itu. Setelah latihan atau main, mereka membersihkan lagi. partisipasi mereka sangat kuat sekali. Padahal mereka membayar kok. Mereka dipungut untuk bayar kebersihan tapi mereka tetap ikut terlibat membersihkannya.

Kemudian, ada cerita lama, ketika saya berada di sebuah kota bagian timur Michigan, Amerika Serikat, pada tahun 1990an.  Ada satu daerah, yang kalau orang kita bilang tempat jin buang anak atau daerah kriminal. Menariknya, ada beberapa seniman dan aktivis sosial memperbaiki rumah yang ditinggalkan di sana.

Lalu mereka bikin acara kesenian. Mengajak teman-temannya membersihkan tempat lain. Dalam dua tahun tempat itu menjadi tempat pertemuan sosial yang menarik. Setiap minggu, ada pertunjukan musik, pameran, ada warung, segala macam. Lalu daerah itu dikelola oleh warga. Dari inisiatif warga ini, pemerintah merasa bertanggungjawab. Lalu menyediakan penerangan, air bersih dan sebagainya.

Ketika ruang publik “dirampas” pemerintah, bagaimana seharusnya mengembalikan ke masyarakat atau memunculkan rasa kepemilikan masyarakat ini?

Dimulai dengan desain kota. Penguasa kota harus punya keberanian untuk membatasi pertumbuhan kota. Dia harus merenovasi ruang yang masih tersisa. Itu membutuhkan political will dan cultural will. Kehendak politis dan kehendak kebudayaan. Yang jadi persoalan, apakah wakil rakyat itu punya kehendak kebudayaan. Apakah para pengelola kota itu punya kehendak kebudayaan. Karena mereka selalu mengidentikkan persoalan kebudayaan adalah persoalan upacara, seremonial. Mereka tidak melihat proses kebudayaan merupakan pertemuan warga dengan sejarah sosial masing-masing di ruang publik itu.

Ada proses kanalisasi di kota ini berdasarkan arus politik yang dibawa partai politik maupun elit sehingga masyarakat mengalami segregasi berpikir. Di tambah lagi dengan segregasi sosial ekonomi. Itu sangat mungkin menciptakan konflik-konflik dalam perkotaan. Masyarakat perkotaan sangat gampang menimbulkan konflik, karena persoalan mereka terus digiring. Tidak berdasarkan inisiatif mereka sendiri berdasarkan pendidikan di ruang publik.

Sekarang, benturan nilai juga terjadi di masyarakat sendiri. Ketika Satpol PP membersihkan trotoar dari pedagang kaki lima, sering terjadi bentrok. Selalu dilihat tidak adil, pedagang kaki lima merasa ditindas pemerintah kota, padahal Satpol PP berusaha memberi akses masyarakat lain atau pejalan kaki untuk bisa berjalan di trotoar sebagaimana fungsinya. Bagaimana ini bisa terjadi?  

Tata ruang kota ini keos betul. Sebenarnya dengan retribusi, Pemko bisa memperhitungkan berapa banyak pedagang kaki lima, bagaimana meletakkan lokasinya segala macam. Nah, dalam persoalan ini, Pemko atau Pemda hanya ingin mengambil retribusinya, tanpa memberikan ruang pada mereka. Akhirnya, masyarakat seenaknya saja. Ini persoalan sebetulnya, pemerintah tidak memberikan ruang kepada mereka dan mempercayai mengelolanya.

Faktor modal sering menjadi kekurangan pemerintah untuk membangun ruang publik, seperti infrastruktur, dan lain sebagainya. Solusinya bagaimana?  

Untuk melalukan perubahan mendasar terhadap kota ini membutuhkan capital. Namun capital yang paling penting sebenarnya potensi warga. Memberikan kesempatan warga untuk mengelola wilayahnya masing-masing.

Contohnya begini, kenapa pesta perkawinan, anda diwajibkan minta izin ke kelurahan, kecamatan, kepolisian, segala. Selalu pihak security mengatakan keamanan. Orang perkawinan butuh keamanan, anehkan? Perspektif yang dilihatnya cuma keamanan. Selalu kita membutuhkan pengaman. Politik kita itu sebetulnya, politik paranoia. Kita sebagai warga selalu dicurigai, yang setiap mengadakan acara harus ada izin. Ketakutan terjadi kerusuhan. Ini akibat pengelola Negara, pengelola kota dan daerah yang tidak memberikan kepercayaan kepada warga.

Begitulah, beberapa persoalan ruang publik kota-kota di Indonesia saat ini. Malam semakin larut. Selain kami bertiga tidak kedengaran lagi suara manusia. Menjelang dini hari, pembicaraan tentang ruang publik yang dikuasai pemerintah ini usai.

Sumber : PadangEkspres.co.id

0 Comments

Atasi Persoalan Jakarta, Didik Integrasikan Transportasi & Ruang Publik

4/8/2012

0 Comments

 
Picture
Jakarta, Calon Wakil Gubernur DKI Jakarta dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Didik J Rachbini, mengungkapkan visinya untuk mengurangi persoalan transportasi dan kemiskinan di Ibukota. Caranya dengan mengembangkan sistem transportasi sembari memperluas ruang publik.

Didik mencontohkan sistem transportasi kereta yang memerlukan penambahan jalur. Dengan mengembangkan KRL serta membangun monorail, maka warga akan lebih mudah dan nyaman dalam bepergian.

"Di waktu mendatang, program saya untuk transportasi massal tidak hanya mengembangkan KRL, tapi kami akan mengembangkan MRT bersama monorail," ujar Didik saat ditemui di Stasiun Gondangdia, Jakarta Pusat, Sabtu (7/4/2012).

Pengembangan sistem transportasi tersebut, lanjut Didik, akan disertai dengan pengembangkan ruang publik. Sebabnya, saat ini begitu banyak stasiun yang juga dipakai untuk berdagang oleh warga. Hal ini dinilai baik, karena bisa membantu masyarakat mencari nafkah. Namun, Didik menekankan perlunya pengoptimalan dan penataan ruang publik bagi para pedagang.

"Setiap stasiun monorail akan ada ruang publik yang banyak, sehingga makin banyak orang yang berdagang di situ. Kalau banyak orang maka kesejahteraan warga bisa dtingkatkan. Sama dengan visi Hidayat-Didik, yakni sejahtera. Kenapa sejahtera? Karena pusat perputaran uang atau bisnis dua pertiga nasional itu ada di Jakarta," imbuh Didik.

Menurutnya, persoalan kemiskinan bisa dipecahkan membuka ruang bagi masyarakat untuk berusaha sehingga perputarannya bisa terus-menerus. Bukannya dengan membagi-bagikan uang yang mudah habis. Dengan memberikan kesempatan berdagang akan bisa bertahan seumur hidup. 

"Karenanya penataan pedagang bersama dengan transportasi itu harus jalan. Tidak boleh prinsipnya menggusur, tapi teman-teman yang berdagang, jangan berdagang di jalan, harus tertib, perlu ditata," ucapnya. 

"Jadi konsep saya adalah membuka kesempatan seluas mungkin bagi usaha kecil untuk berusaha. Jadi sarana tranportasi terintegrasi dengan kegiatan ekonomi masyarakat. Fasilitas stasiun dengan fasilitas publik diintegrasikan," jelas Didik. 

Sumber : Detik.Com

0 Comments

Ciptakan Ruang Publik

3/11/2012

0 Comments

 
Sejatinya, ruang publik (RTH maupun RTNH) dapat diakses oleh semua lapisan masyarakat. Juga dapat memberikan ketenangan, dan memiliki desain bebas yang membuat pengunjung tertarik untuk memanfaatkannya.

Kementerian Pekerjaan Umum telah mengiklankan di media televisi tentang  kebutuhan akan ruang terbuka hijau (RTH) sebagai ruang publik sebagaimana dipersyaratkan Undang-Undang No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Guna memenuhi persyaratan ruang terbuka hijau dengan persentase minimal 30 persen dari luas wilayah perkotaan, sejumlah daerah di Indonesia telah menggiatkan pembangunan RTH (ruang terbuka hijau) yang juga diperuntukkan sebagai ruang publik,di antaranya Pemerintah Kota Makassar dengan membangun tiga buah anjungan di pantai Losari, serta taman mengelilingi benteng Rotterdam .

Pada umumnya kota lama, utamanya kotapeninggalansejarah dicirikan dengan adanya alun–alun dan taman di pusat kota. Di tempat inilah sebagian warga dengan perbedaan status sosial menghabiskan waktu senggangnya untuk berinteraksi, berdiskusi dan berolahraga. Tempat berkumpul tersebut dinamakan dalam istilah saat ini ruang publik.
Dalam perkembangannya ,ruang publik tidak hanya berada di ruang terbuka saja tetapi juga di ruang tertutup, seperti kehadiran warkop dan kafe yang lagi digandrungi kawula muda, yang tentu saja pengunjungnya harus mengeluarkan uang. Meskipun warkop dan kafe tempat orang bertemu, tempat orang bertukar pikiran, namun kehadirannya tidak menampilkan ruang publik secara utuh oleh karena tempat itu hanya bisa dinikmati oleh kalangan ekonomi tertentu saja.

Sejatinya, ruang publik adalah tempat yang dapat diakses oleh semua lapisan masyarakat, tua, muda, kaya dan miskin, secara bebas, termasuk bebas mengeluarkan pendapat untuk berbicara, baik itu masalah sosial atau politik.  Menurut UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, ruang terbuka dapat berupa RTH maupun Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH) yang salah satu manfaatnya sebagai ruang publik.

Di negara–negara maju, ruang publik telah berkembang sebagai ikon kota. Contohnya Singapura. Meskipun negaranya kecil, banyak ditemukan taman–taman dan ruang publik. Terlebih pemerintah setempat mampu menciptakan dan memadukan antara kawasan niaga, apartemen dan kafe dalam satu kawasan yang dinamakan Orchard Road yang didalamnya banyak ditemukan ruang publik sehingga punya daya tarik tersendiri. Hal ini terlihat dari maraknya wisatawan yang berkunjung ke Orchard Road, utamanya  pada hari Sabtu dan Minggu, meskipun hanya sekadar rekreasi.
Untuk mengangkat citra kota, sejumlah daerah di Indonesia juga telah menggiatkan pembangunan ruang publik secara intensif. 

Salah satu ruang publik di Indonesia yang dianggap berhasil adalah anjungan Pantai Losari yang telah menjadi ikon Kota Makassar, menyusul taman macan yang juga sudah mulai ramai dikunjungi, utamanya pada sore hari. Daya tarik yang dimiliki anjungan Pantai Losari selain akses yang mudah dan bebas adalah adanya view pantai dan kelengkapan aksesori yang prima. Namun disayangkan Pemerintah Kota Makassar hanya fokus membenahi ruang publik yang refresentatif di kawasan barat kota saja sehingga tampak kesan tidak ada pemerataan pengembangan ruang publik ke bagian wilayah kota lainnya. Hal ini menjadikan masyarakat marginal yang ingin menikmati Pantai Losari atau taman macan harus mengeluarkan biaya transportasi yang tentu saja memberatkan bagi masyarakat miskin sebagai warga kota yang berhak memanfaatkanya.

Sejalan pemberlakuan UU No 26 tahun 2007 tentang penataan ruang, Pemkot Makassar tengah berupaya mencukupkan persyaratan minimal 20 persen ruang publik dan 10 persen ruang private  dari luas wilayah perkotaan dengan  membebaskan sejumlah lahan untuk dijadikan RTH. Sebagai langkah awal, Pemkot Makassar telah membongkar bangunan di sekeliling Benteng Rotterdam untuk dijadikan RTH. Sementara ini, luas RTH di Makassar baru berkisar 20 persen sehingga masih dibutuhkan pembebasan lahan sebesar 10 persen selama kurun waktu 20 tahun mendatang .
Hasil temuan anggota DPRD Makassar terhadap sejumlah ruang fasilitas umum dan fasilitas sosial di kompleks permukiman, telah dialihfungsikan oleh pengembang sebagai tempat komersil. Itu tentu saja melanggar aturan yang disepakati serta menghambat pengembangan RTH sebagaimana diamanatkan dalam UU Penataan Ruang. Untuk mendukung Makassar sebagai kota pantai (waterfront city), terdapat potensi RTH di bantaran Sungai Tallo yang apabila dikembangkan dapat memenuhi kebutuhan RTH sekaligus menjadi tujuan wisata di masa mendatang.

Ruang Publik Ideal

Di kota besar ada kecenderungan penurunan kuantitas RTH setelah dikonversi menjadi infrastruktur perkotaan. Lahan yang tadinya sebagai RTH, kini dijadikan permukiman baru. Di samping itu banyak terdapat ruang publik yang beralih fungsi sebagai tempat pedagang kaki lima dengan alasan demi peningkatan PAD. Lain halnya yang dilakukan Walikota Solo Joko Widodo yang dengan pendekatan persuasifnya berhasil merelokasi para pedagang kaki lima dan mengembalikan fungsi ruang publik yang selama ini dikuasai secara ilegal.

Di kota kota besar banyak ruang publik yang dibangun oleh pemerintah tampak indah namun tidak punya daya tarik sehingga masyarakat enggan menyambanginya. Bagi kota-kota lain yang merencanakan pembangunan ruang publik dapat mengadopsi konsep anjungan Pantai Losari dan taman macan yang dianggap berhasil oleh karena kedua ruang tersebut telah terjadi interaksi sosial setiap harinya secara bebas.

Ada beberapa kriteria ruang publik yang ideal antara lain memiliki daya tarik. Ruang terbuka ini harus memiliki daya tarik tertentu sebagai pemikat orang banyak. Misalkan air mancur, patung,cafetaria mobile, lampu–lampu dan pohon peneduh.

Berikutnya, ketenangan. Ruang terbuka seyogianya memiliki bentuk ketenangan yang membuat pengunjung merasa nyaman. Selain itu, ruang terbuka sejatinya mudah dijangkau dengan berjalan kaki, berdekatan jalan besar yang tidak padat kendaraan.

Lainnya, memiliki desain bebas. Ruang terbuka digunakan sepanjang hari mulai pagi, siang dan malam hari serta memiliki panggung mobile dan tempat duduk yang cukup.

Sumber : FajarOnline
0 Comments

    Tata Ruang

    Berita Tata Ruang menyajikan informasi seputar isu dan permasalahan tata ruang, perkotaan dan perdesaan, 

    Berita Lainnya

    • Tata Ruang
    • Infrastruktur
    • Transportasi
    • Perumahan
    • Pertanahan
    • Air Minum
    • Sanitasi
    • Persampahan
    • Drainase

    Archives

    April 2013
    March 2013
    February 2013
    January 2013
    June 2012
    May 2012
    April 2012
    March 2012

    Categories

    All
    Aceh
    Adat
    Adb
    Agropolitan
    Aktivis Lingkungan
    Ambon
    Anggaran
    Apartemen
    Audit Tata Ruang
    Bakosurtanal
    Bali
    Bandar Udara
    Bandung
    Bangka Belitung
    Bangunan
    Banjarmasin
    Banjir
    Bappeda
    Batang
    Batas Wilayah
    Bekasi
    Bencana Alam
    Bengkulu
    Berau
    Bkprd
    Bkprn
    Bogor
    Bumn
    Bupati
    Cagar Alam
    Cipta Karya
    Data
    Dengar Pendapat
    Depok
    Desa
    Desentralisasi
    Dinas Tata Ruang
    Direktur Jenderal
    Dpd
    Dpr
    Dprd
    Ekologi
    Ekonomi
    Evaluasi Tata Ruang
    Geospasial
    Gorontalo
    Gubernur
    Hak
    Halmahera
    Hukum
    Hutan
    Imb
    Implementasi
    Industri
    Informasi
    Infrastruktur
    Investasi
    Izin Lokasi
    Jabodetabek
    Jabodetabekpunjur
    Jakarta
    Jalan
    Jalan Tol
    Jambi
    Jawa Barat
    Jawa Tengah
    Jawa Timur
    Jogja
    Kabupaten
    Kajian Lingkungan Hidup Strategis
    Kaji Ulang
    Kalimantan
    Kalimantan Barat
    Kalimantan Selatan
    Kalimantan Tengah
    Kalimantan Timur
    Kampung
    Kampus
    Karang Anyar
    Kawasan
    Kawasan Strategis
    Kebakaran
    Kebijakan
    Kehutanan
    Kementrian Dalam Negeri
    Kementrian Kehutanan
    Kementrian Pekerjaan Umum
    Kementrian Pu
    Kesadaran Masyarakat
    Konsultan
    Kota
    Kota Hijau
    Kota Satelit
    Kualitas Infrastruktur
    Kudus
    Kuningan
    Kutai
    Lahan
    Lampung
    Lembaga Swadaya Masyarakat (lsm)
    Lingkungan
    Lingkungan Hidup
    Lokasi
    Lokasi Penambangan
    Lomba
    Mahasiswa
    Makam/kuburan
    Makassar
    Malang
    Mall
    Maluku
    Mamuju
    Maros
    Masyarakat
    Medan
    Megapolitan
    Menado
    Milyar
    Mineral Dan Batubara
    Mitigasi
    Mp3ei
    Musrenbang
    Nasional
    Nusa Tenggara Barat
    Pabrik
    Padang
    Palembang
    Pansus Rtrw
    Papua
    Pasar
    Pedagang Kaki Lima
    Pedestrian
    Pekanbaru
    Pelabuhan
    Pelanggaran Tata Ruang
    Pemanfaatan Tata Ruang
    Pematang Siantar
    Pembahasan Rtrw
    Pembangunan Jalan
    Pembangunan Vertikal
    Pembongkaran
    Pemerintah
    Pemerintah Daerah
    Pemerintah Kabupaten
    Pemerintah Kota
    Pemerintah Provinsi
    Pemetaan
    Pemko
    Pemukiman
    Penataan Bangunan
    Penataan Ruang
    Pendidikan
    Pengembangan Wilayah
    Pengembang (developer)
    Pengendalian
    Pengesahan Rtrw
    Penolakan
    Peraturan Daerah
    Peraturan Pemerintah
    Peraturan Presiden
    Perda
    Perencanaan
    Perguruan Tinggi
    Perkebunan
    Perkindo
    Perpres
    Pertambangan
    Pertanahan
    Pertanian
    Perumahan
    Peta
    Pkl
    Pltu
    Properti
    Provinsi
    Proyek
    Pulau
    Ranperda
    Rawan Bencana
    Rdtr
    Real Estate Indonesia (rei)
    Regulasi
    Reklamasi
    Reklame
    Relokasi
    Rencana Detail Tata Ruang
    Rencana Tata Ruang
    Rencana Tata Ruang Wilayah
    Revisi Rencana Tata Ruang
    Riau
    Rokan Hulu
    Rth
    Rtrw
    Rtrw Kabupaten
    Rtrw Kota
    Rtrwp
    Rtrw Provinsi
    RTRW. Rencana Tata Ruang
    Ruang Milik Jalan
    Ruang Publik
    Ruang Terbuka Hijau
    Samarinda
    Sanksi & Denda
    Sekolah
    Semarang
    Sepeda
    Sk Menhut
    Solo
    Sosialisasi
    Spbu
    Studi Banding
    Sulawesi Barat
    Sulawesi Selatan
    Sulawesi Utara
    Sumatera Barat
    Sumatera Selatan
    Sumatera Utara
    Sungai
    Surabaya
    Taman Kota
    Tata Ruang
    Tim Koordinasi Penataan Ruang
    Transportasi
    Undang Undang
    Undang-undang
    Universitas
    Urbanisasi
    Uupa
    Walikota
    Warga
    Water Front City
    Wilayah Perbatasan
    Wisata
    Yogyakarta

    RSS Feed

Links

www.Sanitasi.Net
www.Sanitasi.Org
www.TeknikLingkungan.Com

www.Nawasis.Com
www.InfoProcurement.Com
www,InfoKonsultan.Com

Picture
Indonesian Institute
for Infrastructure Studies

Jl. P. Antasari, Kebayoran Baru
Jakarta 12150, Indonesia
Email :