
“Tidak dikembalikan karena bermasalah. Apalagi terkait penyediaan tanah 120 meter untuk rumah yang dibangun pengembang. Dikembalikan itu untuk menyamakan hal-hal diperlukan agar ada persamaan visi,” tutur Kepala Dinas Tata Kota dan Permukiman Kota Depok, Nunu Heryana di Balai Kota Depok, Jumat (15/2/13).
Nunu menyatakan bahwa contoh penyamaan simbol itu di antaranya simbol jalan nasional dan provinsi harus sama antar wilayah. Sedangkan hal yang berhubungan dengan wilayah misalnya jalan di Depok itu lebarnya 24 meter, oleh wilayah lain harus disamakan juga lebarnya 24 meter. Dengan begitu tidak akan terjadi bottle neck.
Nunu menjelaskan, terkait lahan perumahan itu harus 120 meter, hal tersebut disesuaikan dengan UU No 26 tahun 2007 tentang tata ruang. Dalam UU itu disebutkan bahwa setiap wilayah harus memiliki 30 persen ruang terbuka hijau (RTH). 20 persen disedikan pemerintah daerah dan 10 persen oleh private. Pelaksanaan ketersediaan RTH itu oleh Provinsi Jawa Barat diserahkan ke masing-masing daerah. Di Cimahi, Jawa Barat itu, pengembang diharuskan menyediakan lahan 120 meter. Di Malang, Jawa Timur pengembang itu harus menyediakan lahan 600 meter.
“RTH ini berlaku nasional karena amanat UU. Penjabaran besaran luas tanah untuk perumahan itu di serahkan ke wilayah. Di Depok itu 120 meter,” ujarnya.
Dikatakan Nunu, hingga saat ini pengembang belum ada yang mengajukan protes terkait penyediaan luas lahan 120 meter. Meski begitu hal tersebut masih bisa dibicarakan.
“Memang masih bisa dibicarakan, namun sepertinya tidak karena sudah selesai kajiannya. Hal itu sudah pasti masuk,” imbuhnya.
Ketua Pansus Raperda RTRW,Muttaqin menyatakan bahwa hingga saat ini pihaknya tidak mengetahui jika draft raperda RTRW itu dikembalikan.
“Saya malah belum tahu. Kalau permasalahannya hanya lambang itu bukan substantif. Kami akan tahu nanti setelah eksekutif menyampaikan hal itu ke dewan,” tandasnya.
Sumber : DepokNews