Kepala Desa Glagaharjo, Suroto mengatakan konsep yang diusulkan warganya adalah hidup selaras bersama ancaman Merapi. "Kami secara tegas menolak relokasi. Sudah puluhan tahun kami hidup di lereng Merapi, dan sangat paham resiko maupun potensi hidup di kawasan tersebut," tandas Suroto saat acara dengar pendapat di aula kantor DPRD Sleman, Senin (2/4).
Disamping itu, pihaknya juga menilai rencana pemerintah dalam mewujudkan relokasi belum matang. Salah satu indikasinya terlihat dari nilai ganti rugi yang minim. "Uang Rp 30 juta tidak cukup untuk membangun rumah. Ujung-ujungnya warga harus mengeluarkan biaya dalam jumlah lebih besar," ungkap Suroto didampingi sejumlah aktivis dari Walhi Yogyakarta.
Dia meminta agar dalam penyusunan draf RTRW, wilayah desanya tidak dimasukkan kategori zona merah.
Ketua Walhi Yogyakarta, Suparlan mempertanyakan niatan pemerintah melakukan relokasi yang hanya didasarkan pada kajian kebencanaan.
Padahal ada sektor lain yang semestinya ikut dipertimbangkan termasuk lingkungan, dan sosial budaya. "Jika hanya ditekankan pada kajian bencana, kenapa daerah yang rawan jenis bencana lain seperti gempa bumi atau tanah longsor, tidak diminta untuk dipindah?" ujarnya.
Pihaknya juga menyayangkan sikap diskriminasi pemerintah terhadap warga yang enggan direlokasi. Bahkan untuk pemenuhan kebutuhan dasar seperti listrik, warga Glagaharjo harus menyambungkan saluran dari PLN Klaten.
Sumber : SuaraMerdeka.Com