www.PenataanRuang.Com
  • Home
  • Tata Ruang
    • Penataan Ruang >
      • Istilah dan Definisi
      • Azas dan Tujuan
      • Klasifikasi Penataan Ruang
      • Tugas dan Wewenang
      • Pengaturan dan Pembinaan
      • Pelaksanaan Penataan Ruang >
        • Perencanaan Tata Ruang >
          • Umum
          • Perencanaan Tata Ruang Wilayah Nasional
          • Perencanaan Tata Ruang Wilayah Provinsi
          • Perencanaan Tata Ruang Wilayah Kabupaten
          • Perencanaan Tata Ruang Wilayah Kota
        • Pemanfaatan Ruang >
          • Umum
          • Pemanfaatan Ruang Wilayah
        • Pengendalian Pemanfaatan Ruang
        • Penataan Ruang Kawasan Perkotaan
        • Penataan Ruang Kawasan Perdesaan
      • Pengawasan Penataan Ruang
      • Hak, Kewajiban dan Peran Masyarakat
      • Sengketa, Penyidikan dan Pidana
    • RTRW Nasional >
      • Istilah dan Definisi
      • Tujuan dan Kebijakan >
        • Tujuan
        • Kebijakan dan Strategi
      • Rencana Struktur Ruang >
        • Sistem Perkotaan
        • Sistem Transportasi >
          • Transportasi Darat
          • Transportasi Laut
          • Transportasi Udara
        • Sistem Energi
        • Sistem Telekomunikasi
        • Sistem Sumber Daya Air
      • Rencana Pola Ruang >
        • Kawasan Lindung
        • Kawasan Budi Daya
      • Kawasan Strategis
      • Pemanfaatan Ruang
      • Pengendalian Ruang >
        • Peraturan Zonasi
        • Perizinan
        • Insentif Disinsentif
        • Sanksi
    • RTRW Provinsi >
      • Pendahuluan >
        • Istilah dan Definisi
        • Acuan Normatif
        • Fungsi dan Manfaat
      • Ketentuan Teknis >
        • Tujuan & Kebijakan
        • Rencana Struktur Ruang
        • Rencana Pola Ruang
        • Kawasan Strategis
        • Pemanfaatan Ruang
        • Pengendalian Ruang
        • Format Penyajian
      • Proses dan Prosedur >
        • Proses RTRW
        • Prosedur RTRW
        • Penetapan RTRW
    • RTRW Kabupaten >
      • Pendahuluan >
        • Istilah dan Definisi
        • Acuan Normatif
        • Fungsi dan Manfaat
      • Ketentuan Teknis >
        • Kebijakan dan Strategi
        • Rencana Struktur Ruang
        • Rencana Pola Ruang
        • Kawasan Strategis
        • Pemanfaatan Ruang
        • Pengendalian Ruang
        • Format Penyajian
      • Proses dan Prosedur >
        • Proses RTRW
        • Prosedur RTRW
        • Penetapan RTRW
    • RTRW Kota >
      • Pendahuluan >
        • Istilah dan Definisi
        • Acuan Normatif
        • Fungsi dan Manfaat
      • Ketentuan Teknis >
        • Kebijakan dan Strategi
        • Rencana Struktur Ruang
        • Rencana Pola Ruang
        • Kawasan Strategis
        • Pemanfaatan Ruang
        • Pengendalian Ruang
        • Format Penyajian
      • Proses dan Prosedur >
        • Proses RTRW
        • Prosedur RTRW
        • Penetapan RTRW
    • Kawasan >
      • Kawasan Budidaya
      • Reklamasi Pantai
      • Rawan Bencana Longsor
      • Rawan Letusan Gunung Api dan Gempa Bumi
      • Ruang Terbuka Hijau
  • Berita
    • Tata Ruang
    • Infrastruktur
    • Transportasi
    • Perumahan
    • Prasarana dan Sarana >
      • Air Minum
      • Sanitasi
      • Persampahan
      • Drainase
      • Fasilitas Umum
    • Pertanahan
    • Konstruksi
    • Sekilas Info >
      • Tata Ruang
      • Infrastruktur
      • Transportasi
      • Perumahan
      • Pertanahan
      • Ekonomi
      • Metropolitan
  • Regulasi
    • Undang-undang >
      • Penataan Ruang
      • Sumber Daya Air
      • Perumahan Permukiman
      • Bangunan Gedung
      • Pengelolaan Sampah
      • Jalan
      • Lainnya >
        • Sistem Perencanaan
        • Rencana Pembangunan Jangka Panjang
        • Pemerintah Daerah
        • Perimbangan Keuangan
        • Pengelolaan Wilayah Pesisir
        • Lingkungan Hidup
        • Konservasi
        • Pertambangan Mineral dan Batu Bara
        • Perindustrian
        • Kehutanan
        • Penerbangan
        • Perairan Indonesia
        • Pelayaran
        • Perikanan
        • Pertahanan Negara
    • Peraturan Pemerintah >
      • RTRW Nasional
      • Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang
      • Penyelenggaraan Penataan Ruang
      • Penatagunaan Tanah
      • Organisasi Perangkat Daerah
      • Jalan Tol
    • Peraturan Presiden >
      • Bakor Penataan Ruang
      • Kebijakan Pertanahan
    • Peraturan Menteri PU >
      • Pedoman RTRW >
        • Pedoman RTRW Provinsi
        • Pedoman RTRW Kabupaten
        • Pedoman RTRW Kota
        • Pedoman Teknis Analisis
        • Persetujuan Substansi RTRW
      • Pedoman Kawasan >
        • Pedoman Kawasan Budi Daya
        • Pedoman Kawasan Reklamasi Pantai
        • Pedoman Kawasan Rawan Longsor
        • Pedoman Kawasan Gunung Berapi dan Gempa
        • Pedoman Ruang Terbuka Hijau
      • Standar Pelayanan
      • Penyidik PNS Penataan Ruang
      • Pemberian Izin Usaha
    • Peraturan Menteri Perumahan >
      • Petunjuk Pelaksanaan Kasiba Lisiba
      • Petunjuk Teknis Kasiba Lisiba
      • Badan Pengelola Kasiba Lisiba
  • Pedoman
    • Rencana Tata Ruang >
      • RDTR Kabupaten
      • RDTR Kota
    • Air Minum
    • Air Limbah
    • Persampahan
    • Drainase
  • Presentasi
    • Future of the Cities
    • Sustainable Cities
    • Smart Cities
    • Urbanisation
    • City Planning
    • The Best Cities
    • Infrastructure
    • Transportation
    • Street and Pedestrian
    • Community Participation
  • RTRW
    • RTRW Nasional >
      • RTRW Nasional
      • Struktur Ruang
      • Pola Ruang
      • Sistem Perkotaan
      • Sistem Transportasi
      • Wilayah Sungai
      • Kawasan Lindung
      • Kawasan Andalan
      • Kawasan Strategis
    • RTRW Pulau >
      • Pulau Sumatera
      • Pulau Jawa
      • Pulau Kalimantan
      • Pulau Sulawesi
      • Kepulauan Maluku
      • Pulau Papua
    • RTRW Provinsi >
      • NAD
      • Sumatera Utara
      • Sumatera Barat
      • Sumatera Selatan
      • Jambi
      • Riau
      • Kepulauan Riau
      • Bengkulu
      • Bangka Belitung
      • Lampung
      • Banten
      • DKI Jakarta
      • Jawa Barat
      • DI Yogyakarta
      • Jawa Tengah
      • Jawa Timur
      • Bali
      • Nusa Tenggara Barat
      • Nusa Tenggara Timur
      • Kalimantan Barat
      • Kalimantan Selatan
      • Kalimantan Tengah
      • Kalimantan Timur
      • Sulawesi Barat
      • Sulawesi Selatan
      • Sulawesi Tengah
      • Sulawesi Tenggara
      • Sulawesi Utara
      • Gorontalo
      • Maluku
      • Maluku Utara
      • Papua
      • Papua Barat
    • RTRW Kabupaten/Kota >
      • NAD
      • Sumatera Utara
      • Riau
      • Bangka Belitung
      • Lampung
      • Banten
      • Jawa Barat >
        • Kab Bandung
        • Kab Bogor
        • Kota Bandung
      • Jawa Tengah >
        • Kab Banyumas
        • Kab Batang
        • Kab Blora
        • Kab Bayolali
        • Kab Brebes
        • Kab Jepara
        • Kab Magelang
        • Kab Pati
        • Kab Pekalongan
        • Kab Pemalang
        • Kab Purbalingga
        • Kab Semarang
        • Kab Sukoharjo
        • Kab Temanggung
        • Kab Wonogiri
        • Kab Wonosobo
        • Kota Magelang
        • Kota Pekalongan
        • Kota Salatiga
        • Kota Semarang
        • Kota Tegal
      • DI Yogyakarta >
        • Kab Bantul
        • Kota Yogyakarta
      • Jawa Timur >
        • Kab Bojonegoro
        • Kab Jombang
        • Kab Malang
        • Kab Pasuruan
        • Kab Sidoarjo
        • Kota Batu
        • Kota Malang
        • Kota Probolinggo
        • Kota Surabaya
      • Nusa Tenggara Barat >
        • Kab Bima
        • Kab Lombok Utara
      • Nusa Tenggara Timur >
        • Kab Timor Tengah Utara
        • Kab Nagekeo
      • Sulawesi Selatan
      • Sulawesi Tengah
  • Info Lelang
    • Penataan Ruang
    • Air Minum
    • Penyehatan Lingkungan
  • Perpustakaan
  • Contact

PCNU Jember Tolak Raperda RTRW Hasil Plagiat

4/1/2013

0 Comments

 
Jember (Antara Jatim) - Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Jember menolak Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) karena diduga plagiat atau menjiplak RTRW dari daerah lain.

Wakil Ketua Tanfidziyah PCNU Jember Abdul Qodim Manembojo, Senin mengatakan sebuah Raperda RTRW tidak dibenarkan secara teoritik dan moral meniru RTRW suatu wilayah untuk diterapkan pada suatu wilayah yang lain, sekalipun sejumlah variabel yang dikaji memiliki kesamaan.

"Atas dasar pertimbangan itu, maka PCNU Jember mendesak Ketua DPRD Jember untuk menolak Raperda RTRW yang secara nyata merupakan hasil jiplakan (copy paste) dari perda RTRW Kabupaten Kebumen Jawa Tengah," tuturnya dalam siaran pers di Jember.

Menurut dia, pembahasan Raperda RTRW yang kini tengah berlangsung harus dihentikan dan mengembalikan Raperda RTRW hingga kegiatan pengkajian ulang raperda itu sesuai dengan karakteristik asli Kabupaten Jember.

"PCNU Jember juga mengimbau kepada tim ahli Pemkab Jember yang membantu menyusun Raperda RTRW, agar secara legowo mengembalikan biaya yang dipakai karena terbukti gagal menyusun raperda RTRW kabupaten setempat," katanya.

Ia juga mengingatkan Pemkab dan DPRD Jember, agar tidak lagi mengalokasikan anggaran baru untuk menyusun raperda RTRW karena anggaran yang sudah dialokasikan gagal menghasilkan raperda yang benar.

"Kami juga mendesak Bupati Jember, DPRD Jember dan tim ahli yang menyusun raperda RTRW harus mempertanggungjawabkan hasil kerjanya kepada masyarakat Jember, termasuk persoalan penggunaan anggaran," ucapnya.

PCNU Jember, lanjut dia, berpendapat bahwa penyusunan Rapeda RTRW hasil plagiat atau jiplakan tersebut dapat dipastikan merugikan keuangan negara, sehingga alokasi anggaran penyusunan Raperda RTRW harus dikembalikan.

Sebelumnya, sejumlah aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) memaparkan temuan kejanggalan dan dugaan kuat bahwa RTRW Jember menjiplak perda Kabupaten Kebumen dan Kabupaten Wonosobo.

"Pada tabel 7.2 tentang matrik kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) metode semicepat untuk mendukung produk RTRW Kabupaten Jember masih tercantum nama kedua kabupaten di Jawa Tengah itu, sehingga pembahasan RTRW harus dihentikan," kata salah satu aktivis LSM, Bambang Ngab.

Dalam Raperda RTRW itu tercatat kawasan industri ditulis Desa Kewayuhan, Kedawung, dan Peniron di Kecamatan Pejagoan, serta Desa Giwangretno dan Jabres di Kecamatan Sruweng, Kabupaten Kebumen.

Sumber : AntaraJatim
0 Comments

Perda RTRW Mandek, Ilham Salahkan Dewan

4/1/2013

0 Comments

 
MAKASSAR, CAKRAWALA – Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar kembali mendesak parlemensetempat untuk merampungkan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang sudah mandek selama setahun terakhir.

Wali Kota Makassar, Ilham Arief Sirajuddin, justru menyalahkan dewan saat ditanya soal mandeknya Ranperda RTRW yang menelan anggaran Rp300 juta lebih tersebut.

“Ya sekarang bukan lagi tanggung jawab pemkot, ranahnya kan ada di DPRD sekarang. Jadi tanyakan saja sama DPRD Makassar apa yang menjadi permasalahan sehingga Ranperda RTRW hingga saat ini belum disahkan menjadi perda,” ujarnya.

Ilham mengungkapkan hal itu usai mengikuti Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) Kota Makassar 2014 di Hotel Makassar Golden Hotel, Selasa, 26 Maret.

Dia mengatakan, perda tersebut sebenarnya sangat urgen untuk direalisasikan oleh DPRD. Sebab salah satu faktor yang menghambat laju pembangunan kota yang berkelanjutan dan berbasis lingkungan adalah perda RTRW tersebut.

Hal yang sama diungkapkan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Makassar, Ibrahim Saleh. Menurutnya, rancangan RTRW Makassar sudah diserahkan ke DPRD Makassar dua tahun lalu. Kini sisa menunggu keputusan DPRD.

Saling tuding soal mandeknya Ranperda RTRW ini pun terjadi. Soalnya, Ketua DPRD Makassar, Farouk M Beta, yang dikonfirmasi terpisah kemarin mengatakan, pihak DPRD sama sekali tidak menghambat pengesahan induk dari seluruh perda tersebut.

Hanya saja beberapa persyaratan belum dipenuhi oleh pemkot, sehingga membuat dewan urung menetapkan perda itu di tahap paripurna.

“Kami tak ingin sembarang melegitimasi sebuah produk perundang-undangan, apalagi ini adalah induk dari semua perda yang ada. Kami harus lengkap persyaratatan terlebih dahulu lalu melakukan pengesahan. Tahap perda ini sudah masuk di pansus besar, karena itu naskah akademik dan lain sebagainya harus lengkap dari pemkot,” paparnya.

Menurut penasihat Fraksi Partai Golkar Makassar ini, persyaratan yang belum disetor pemkot dalam hal ini bappeda adalah belum adanya data validitas tentang fasilitas umum dan fasilitas sosial, di mana sesuai amanat UUD harusnya 30 persen namun Makassar masih 6,7 persen.

Belum tercukupinya RTH yang masih berada di kisaran 9 persen dan belum memenuhi syarat 30 persen, maka Ranperda RTRW ini belum juga ditetapkan.

“Belum selesai masalah ini, masalah reklamasi di Makassar berpolemik. Nah, dalam regulasi tentang reklamasi, hal itu harus diatur juga dalam RTRW yang baru, bukan RTRW yang sudah kedaluarsa yakni RTRW tahun 2007,” tandas Farouk. 

Sumber : CakrawalaBerita.Com
0 Comments

PMII Jember Demo Tolak Raperda RTRW Jember

4/1/2013

0 Comments

 
Picture
TRIBUNNEWS.COM,JEMBER - Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Jember berdemonstrasi, Kamis (28/3/2013).

Mereka berdemo terkait Raperda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).

PMII berdemo di tiga instansi yakni Kejaksaan Negeri Jember, DPRD dan Pemkab Jember.

Di Kejaksaan, mereka menuntut agar pihak Kejari menyelidiki penggunaan anggaran dalam pembahasan Raperda RTRW.

Menurut mereka, pembahasan Raperda itu dianggarkan sejak tahun 2006.

"Kami minta agar kejaksaan menyelidiki anggaran yang kabarnya sampai Rp 300 juta. Bahkan dianggarkan sejak tahun 2006 lalu," ujar Koordinator Aksi Abdus Salam.

Sementara di gedung dewan, mereka menuntut agar Pansus Raperda mengembalikan Raperda RTRW ke Pemkab Jember untuk diperbaiki.

Sedangkan kepada Pemkab Jember para pendemo meminta agar Pemkab meminta maaf kepada rakyat Jember.

"Harus minta maaf karena Raperda itu menjiplak Raperda daerah lain," tegas Salam.

Dari pantauan Surya, di Kejari Jember, mahasiswa ditemui oleh Kepala Seksi Pidana Khusus M Hambaliyanto.

Hambali mengatakan, jaksa siap menyelidiki penggunaan anggaran itu kalau ada laporan dan indikasi penyelewengan.

Di gedung dewan, anggota Pansus Ayub Junaidi yang menemui pendemo. Ayub mengatakan, sejumlah anggota Pansus menolak sejumlah item dalam Raperda seperti pertambangan dan industrialisasi.

Demo di gedung dewan sempat diwarnai aksi dorong antara mahasiswa dan polisi.

Sumber : TribunNews

0 Comments

Perda Tata Ruang Wilayah Aceh dan Papua Barat Tak Selesai Tahun Ini

4/1/2013

0 Comments

 
Picture
Jakarta - Kementerian Pekerjaan Umum memperkirakan peraturan daerah (perda) mengenai rencana tata ruang wilayah (RTRW) untuk provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Papua Barat ditaksir tak bisa diselesaikan tahun ini.

Direktur Penataan Ruang Wilayah Nasional Ditjen Penataan Ruang Kementerian Pekerjaan Umum Iman Soedrajat mengungkapkan, kesulitan pembuatan perda tata ruang untuk provinsi tersebut dikarenakan masih perlu koordinasi dengan Kementerian Kehutanan sebelum dikeluarkan izinnya, termasuk persetujuan DPRD.

"Ada beberapa faktor yang menyebabkan. Salah satunya permintaan konversi lahan dari kawasan hutan menjadi hutan produksi. Itu perlu persetujuan DPRD, setalah itu izin dari Kemenhut," ungkap dia di sela sarasehan Kilas Balik 5 Tahun Implementasi RTRWN sebagai Matra Spasial Pembangunan Nasional di Jakarta, Selasa (26/3).

Kendati demikian, sambung dia, seluruh provinsi pada tahun ini diharapkan bisa menyelesaikan penyusunan perda tata ruangnya. Apalagi, hingga akhir tahun lalu baru 14 provinsi yang sudah memiliki perda tata ruang.

"Tahun ini baru tambah satu provinsi, yaitu Sulawesi Utara. Jadi tinggal 18 provinsi lagi, kecuali Aceh dan Papua Barat," tambah Iman.

Menurut Iman, setelah perda tata ruang terbit diperlukan pengendalian dari penerapan aturan itu. Apalagi saat ini bukan lagi masa perencanaan, tetapi masa pengendalian tata ruang.

Sumber ; BeritaSatu

0 Comments

Kabupaten Paser Pelajari RTRW Balangan

3/24/2013

0 Comments

 
Picture
PARINGIN – Berdasarkan kesepakatan bersama antara Kabupaten Balangan dan Kabupaten Paser Provinsi Kalimantan Timur yang telah dimulai sejak tahun 2008, sejauh ini telah dipasang sebanyak 32 patok pilar perbatasan wilayah antara Kabupaten Balangan dan Kabupaten Paser. Namun begitu, proses terkait kesepakatan masih terus berjalan, dan saat ini sedang menunggu surat keputusan penetapan batas daerah dari Kementrian Dalam Negeri tentang keabsahan 32 patok tersebut. 

Disisi lain, sebagaimana yang diketahui, berita acara perbatasan antara kedua pihak merupakan salah satu syarat dalam tahapan penyusunan Raperda RTRW. Menjelang penyusunan Raperda RTRW Kabupaten Paser, Pansus III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Paser melakukan kunjungan kerja ke Kabupaten Balangan untuk membicarakan dan mempelajari Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kabupaten Balangan. Rabu (20/3) kemarin, yang bertempat di Aula Bappeda Kabupaten Balangan. Tampak berhadir sejumlah SKPD terkait, serta Ketua DPRD Balangan, H Zainuddin. Bupati Balangan H Sefek Effendie mengatakan, RTRW tidak bisa lepas dari kondisi dan potensi dari wilayah yang bersangkutan, serta isu strategis yang ada atau hendak diangkat. 

Di Balangan sendiri lanjutnya, isu strategis yang diangkat adalah dampak lingkungan dari pertambangan, alih fungsi lahan, pengembangan Balangan sebagai Agropolitan bencana alam dan lainnya. “Tentunya, isu-isu tersebut berakar dari kondisi dan potensi alam. Topografi Balangan sendiri cukup beragam, mulai dari dataran, berbukit-bukit hingga pegunungan,” jelasnya. Sementara itu, Ketua Pansus III DPRD Kabupaten Paser H Amiruddin ST mengucapkan terima kasih atas sambutan dan kesediaan Pemerintah Kabupaten Balangan dalam menyambut kedatangan pihaknya beserta rombongan. “Semoga dari kunjungan ini, banyak yang bisa kami pelajari dari RTRW yang ada di Kabupaten Balangan, dan bisa kami terapkan di Kabupaten Paser,” tandasnya. (mr-125/by/ram)

Sumber : RadarBanjarmasin

0 Comments

RTRW Aceh Sarat Kepentingan Pemilik Modal

3/24/2013

0 Comments

 
Picture
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) merupakan agenda prioritas Pemerintah Aceh dibawah kepemimpinan Zaini Abdullah – Muzakkir Manaf. Meskipun demikian, bukan berarti pembahasan berjalan mulus, ada terjadi tarik ulur kepentingan menyangkut RTRW tersebut.

Qanun RTRW ini memang bukan hal yang baru lagi. Sejak kepemimpinan Irwandi Yusuf – Muhammad Nazar pembahasan RTRW sudah menuai kontroversi akibat Pemerintah mencoba menambah hutan lindung yang kemudian ada sebagian Kabupaten/Kota yang menolak.

Hal inilah yang membuat sejumlah aktivis lingkungan, diantaranya adalah Walhi Aceh menjadi gerah. Sehingga pada tanggal 18 Maret 2013 Aliansi Tata Ruang Aceh (ATRA), yang merupakan gabungan beberapa lembaga yang konsen terhadap lingkungan, diantaranya adalah Walhi Aceh menggelar aksi di depan Hermes Palace Hotel.

Saat itu peserta aksi langsung diterima oleh Kepala Dinas Kehutanan Aceh, Husni Syamaun yang sedang mengikuti kajian ilmiah tentang lingkungan bersama pakar lingkungan seluruh dunia.

Untuk mengetahui pemikiran dan alasan penolakan RTRW Aceh tersebut. Wartawan The Globe Journal berkesempatan wawancara secara esklusif bersama Direktur Walhi Aceh, T.M.Zulfikar. Berikut wawancara eklusif :

Apa yang Menjadi Persoalan dalam Penetapan RTRW Aceh Saat ini?

Persoalan dalam penetapan RTRW Aceh memang cukup beragam. Perlu diketahui bahwa usaha untuk penyusunan RTRW Aceh sudah dilakukan sejak tahun 2003 lalu, kemudian terhenti sejenak akibat tsunami di akhir tahun 2004.

Lalu pada masa rehabilitasi dan rekonstruski Aceh tahun 2006  hingga 2009 kembali disusun. Lalu pada tahun 2007 disahkan UU No. 26 tahun 2007 tentang penataan ruang.

Seharusnya akhir tahun 2009 RTRW Aceh sudah selesai namun kenyataannya, hingga akhir tahun 2012 RTRW Aceh tidak kunjung disahkan.

Apa Persoalan yang Terjadi Sehingga Tidak Kunjung Selesai?

Persoalan yang dihadapi pada dasarnya adalah akibat kekurang Sumber Daya Manusia (SDM) yang memiliki pemahaman terkait penataan ruang, khususnya tenaga perencana/planner dan GIS (Geographic Information System) di daerah.

Lantas Bagaimana?

Akibatnya telah memperlambat proses penyesuaian RTRW. Lalu terjadi berbagai konflik penggunaan ruang antar sektor kehutanan, khususnya hutan lindung yang dimasukan ke dalam kawasan lindung dan sektor di luar kehutanan yang dimasukan kedalam kawasan budidaya.

Terjadi tidak sepahaman antara pihak pemerintah Provinsi Aceh dalam hal ini BKPRA (Badan Koordinasi Penataan Ruang Aceh) dengan BKPRK (Badan Koordinasi Penataan Ruang Kabupaten) di tiap kabupaten.

Apa yang menjadi kehendak Provinsi?

Pihak Provinsi menghendaki penambahan hutan di tiap Kabupaten. Terjadi penambahan luas hutan dari luas semula sebesar ±3.248.892 hektar menjadi ±4.047.897 hektar.

Penambahan tersebut akan dituangkan kedalam RTRW Aceh, sehingga akan mempengaruhi pola ruang hutan di semua Kabupaten/Kota di Aceh.

Hal inilah yang terjadi penolakan hebat dari tiap Kabupaten/Kota terhadap usulah provinsi tersebut. Penolakan ini mengakibatkan usulan penambahan hutan tersebut tidak disetujui oleh pemerintah pusat.

Apa Keinginan Pemerintah Pusat?

Pemerintah pusat mensyaratkan dukungan dari setiap Kabupaten/Kota agar usulan ini dapat disetujui. Akan tetapi pihak Kabupaten/Kota tetap bersikeras dengan keputusaannya untuk tidak menambahkan hutan di daerahnya masing-masing karena akan mengurangi kawasan budidaya mereka.

Bahkan terdapat kawasan budidaya seperti pemukiman penduduk yang telah ada sejak lama, masuk ke dalam usulan penambahan hutan.

Ketidak sepahaman ini mengakibatkan deadlock antara pemerintah provinsi dan Kabupaten/Kota dan mengakibatkan berhentinya proses persetujuan substansi hingga tahapan rekomendasi gubernur yang diwewenangi oleh pemerintah provinsi dalam hal ini BKPRA.

Kemudian Apa yang Terjadi?

Permasalahan tersebut berbuntut panjang belum mendapatkan titik terang, hingga datanglah perwakilan dari empat kementerian untuk mencari solusi penyesaian masalah RTRW di Aceh.

Setelah diskusi yang panjang antara empat kementerian (Penataan Ruang Kementerian Pekerjaan Umum (PU), Bappenas, Kementerian Kehutanan dan Kementrian Dalam Negri), pemerintah Provinsi Aceh (BKPRA) dan pemerintah tiap Kabupaten/Kota (BKPRK), diambillah sebuah kesepakatan untuk menunggu hasil Timdu (tim terpadu dari kementrian kehutanan) menyelesaikan verifikasi pola ruang provinsi berdasarkan usulan pola ruang Kabupaten/Kota.

Kesepakatan tersebut memang tidak cukup memuaskan bagi beberapa pihak khususnya Kabupaten/Kota karena akan memperlambat proses penyelesaian RTRW, tetapi hal tersebut merupakan jalan keluar dari konflik yang terjadi antara provinsi dan Kabupaten/Kota.

Ternyata hasil kerja Tim terpadu yang dibentuk Kementerian Kehutanan pada era Pemerintahan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf tersebut ternyata tidak diterima secara baik oleh pemerintah Aceh yang saat ini sedang berkuasa.

Pihak Eksekutif baik di Kabupaten/Kota maupun Provinsi serta Legislatif masih tetap dengan kemauannya untuk tidak menambah kawasan hutan di Aceh.

Bagaimana dengan analisis Walhi Sendiri?

Dari hasil analisis WALHI Aceh dan organisasi lingkungan Aceh lainnya yang tergabung dalam Koalisi Penyelamat Hutan Aceh (KPHA),  rencana tata ruang wilayah (RTRW) yang diusulkan Pemerintah Aceh, saat ini menimbulkan banyak kekhawatiran.

Dari hasil analisis, alih fungsi kawasan dan peruntukan hutan dalam RTRW mengancam lingkungan, manusia dan habitat satwa langka di daerah ini.

Aceh, merupakan satu-satunya daerah di dunia yang memiliki satwa sekaligus: gajah, harimau, badak dan orangutan, dalam satu kawasan.

Hutan Aceh harus diselamatkan. Namun, bukan berarti alih fungsi kawasan hutan total ‘haram,’ tetapi harus melalui pengkajian matang dan mendalam serta melibatkan komponen masyarakat sipil.

Apa yang Telah Dilakukan oleh Walhi dan  Aktivis Lingkungan Lainnya?

Menyikapi RTRW usulan Pemerintah Aceh, pada 7 Maret 2013, sekitar 18 organisasi non pemerintah lokal dan internasional mengirimkan surat kepada Kementerian Kehutanan (Kemenhut) dengan tembusan ke berbagai kementerian, lembaga negara dan kedutaan-kedutaan.

Kita meminta Kemenhut, tak menyetujui usulan itu. Dari hasil analisis usulan RTRW kita menyimpulkan beberapa hal, seperti perubahan fungsi kawasan lindung menjadi areal penggunaan lain (APL).

Ini sangat bikin kita sedih. Apakah mereka tak baca regulasi. Karena kawasan lindung itu, kawasan yang dilindungi untuk melindungi masyarakat itu dan satwa-satwa, jadi tak boleh diganggu gugat.

Dengan ada perubahan peruntukan begitu luas menimbulkan pertanyaan. Ada apa? Untuk apa? Jelas sekali ada upaya penyerobotan lahan publik oleh pihak tertentu yang dibungkus dalam balutan RTRW.

Jadi Apa yang dimaksud dengan RTRW?

Sesuai dengan regulasi yang ada, yaitu Undang-undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang dijelaskan bahwa RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) merupakan Hasil Perencanaan Tata Ruang  yang dilakukan untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dalam suatu kesatuan geografis, berdasarkan aspek administratif atau aspek fungsional. 

Aspek penting dalam penyusunan tata ruang adalah melihat secara detail kondisi lingkungan dan ekosistem sebuah wilayah, termasuk kondisi ekonomi dan sosial masyarakat di wilayah tersebut.

Apa manfaat RTRW bagi suatu daerah, dan apa dampak negatif dari tidak adanya RTRW bagi suatu daerah?

Tentu sangat penting keberadaan RTRW dan juga sangat bermanfaat. Karena menjadi pedoman dalam menyusun rencana pembangunan baik jangka panjang, menengah, demikian juga rencana kerja pemerintah jangka pendek.

Disamping itu juga penting sebagai pedoman dalam pemanfaatan ruang serta pengendaliannya. Sehingga memudahkan pemerintah dalam mewujudkan keterpaduan, keterkaitan dan keseimbangan antar wilayah Kabupaten/Kota.

Hal lain juga untuk keserasian antar sektor di suatu wilayah. Disamping itu juga untuk kepentingan penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk keperluan investasi yang sesuai dengan kondisi ekologi (lingkungan) yang berpotensi rawan bencana.

Jadi sangat jelas bahwa RTRW merupakan acuan penting dalam melaksanakan pembangunan, serta untuk menciptakan harmonisasi lingkungan alam dan lingkungan buatan.

RTRW juga merupakan komponen penting dalam investasi di suatu daerah. Hal ini sangat jelas tergambarkan pada UU No. 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).

KEK adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu.

Jadi, UU ini mengamanatkan bahwa lokasi yang di tetapkan sebagai kawasan KEK harus sesuai dengan arahan RTRW dan tidak mengganggu lingkungan dalam hal ini adalah kawsan lindung.

Berdasarkan hal tersebut diketahui bahwa RTRW merupakan instrument penting dalam melakukan pembangunan dan investasi di daerah. Ketiadaan RTRW akan menghambat pelaksanaan pembangunan di berbagai sektor.

Jika suatu wilayah/daerah tidak memiliki RTRW maka akan sangat sulit dalam menentukan rencana kerja maupun rencana pembangunan.

Jika hal ini tidak diatur maka dipastikan potensi bencana dan konflik akan semakin besar. Selain itu iklim investasi dan juga akan terganggu, sangat disayangkan juga kemudian wilayah kehidupan masyarakat akan semakin kecil bahkan hilang. Disamping itu juga kesimbangan alam dan ekosistem juga akan terganggu.

Apakah luas hutan lindung menjadi titik krusial dalam RTRW? Mengapa?

Luas hutan lindung memang menjadi hal penting untuk tidak dialih fungsi secara sporadis dan tanpa hasil penelitian yang akurat. Karena hutan lindung merupakan sumber air dan sumber kehidupan yang kelestariannya tetap harus dijaga.

Rasanya kita  tak bisa membayangkan, jika dalam RTRW Aceh, banyak kawasan hutan lindung dan konservasi berubah status. Contoh saja rawa gambut Tripa,  masuk dalam Kawasan Ekosistem Lauser (KEL) yang dilindungi , selain sumber air, sumber ekonomi ,juga  sangat penting bagi kehidupan berbagai habitat satwa yang semakin hari semakin sedikit keberadaannya, bahkan diambang punah.

Jika di kawasan itu sampai rusak, maka sumber air juga akan hilang, sumber ekonomi musnah, serta habislah rumah orangutan paling besar di dunia ini.

Konflik antara satwa dan manusiapun bakal meningkat. Saat ini saja konflik antara satwa dan manusia sudah tinggi. Untuk itu jangan sembarangan merubah atau mengalihkan fungsi kawasan hutan lindung dengan menurunkan statusnya menjadi kawasan lain, karena resiko sangat  tinggi, terutama bagi lingkungan dan keberlanjutan kehidupan semua makhluk hidup.

Berapa luasan ideal hutan lindung Propinsi Aceh ? Apa landasan hukumnya?

Menurut saya luas ideal seharusnya mengacu pada kondisi geografi dan topografi Aceh. Jika kita baca beberapa referensi yang ada, bahkan dalam rencana pembangunan jangka panjang (RPJP) Aceh yang penyusunanya sudah dilakukan, jelas sekali menyatakan bahwa Provinsi Aceh memiliki topografi wilayah datar hingga bergunung.

Wilayah dengan topografi daerah datar dan landai hanya 32 persen dari luas wilayah Aceh. Sedangkan wilayah berbukit hingga bergunung mencapai sekitar 68 persen dari luas wilayah Aceh.

Lalu pertanyaannya apakah wilayah berbukit dan bergunung itu akan dibiarkan gundul alias botak? Belum lagi diantara bukit dan gunung itu mengalir puluhan hingga ratusan daerah aliran sungai.

Lalu jika bukit dan gunung sudah gundul, apakah kita akan membiarkan saja resiko bencana semakin meningkat? Padahal dalam  UU No. 26 tahun 2007 tentang penataan ruang pasal 19 ayat e, sudah diamanahkan bahwa dalam penyusunan RTRW haruslah memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.

Lalu dalam UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 19 ayat 1,  juga dimandatkan agar dalam penyusunan RTRW wajib didasarkan pada Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) yang tujuannya untuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup dan keselamatan masyarakat.

Sejauh ini saya tidak pernah tahu apakah KLHS tersebut sudah disusun atau belum.

Siapa yg menjadi biang kerok dari tidak tuntasnya penyusunan RTRW?

Ya, kita tidak ingin menuduh, tapi jelas sekali ada kepentingan politik disini. Bahkan kepentingan bisnis juga sepertinya sangat dominan. Kita tahu persis bahwa saat ini proses penyusunan RTRW berada dibawah kendali Legislatif dan Eksekutif Pemerintahan Aceh.

Kotak katik pola ruang untuk kepentingan bisnis dan kelompok tertentu juga sangat tinggi, dan ini yang menyebabkan tidak tuntasnya RTRW Aceh.

Contohnya dari catatan KPHA misalnya, konsesi izin pertambangan tumbuh marak di Aceh, seperti data Dinas Pertambangan dan Energi Aceh 2012 menyebutkan, dari keseluruhan luas izin usaha pertambangan (IUP) sekitar 750 ribu hektar ada 500 ribu hektar dalam kawasan hutan, baik hutan produki dan hutan lindung, bukan APL.

Untuk itu, sudah seharusnya Pemerintah Aceh menghentikan semua kegiatan sektor pertambangan di dalam kawasan hutan yang tidak memiliki izin pinjam pakai, bukannya melakukan perubahan status kawasan hutan menjadi APL.

Kajian itu juga memperlihatkan, kawasan-kawasan hutan, termasuk hutan lindung, cagar alam sudah ada hak guna usaha dan izin-izin konsesi, baik tambang, maupun HPH.

Kondisi ini menunjukkan, RTRW perubahan terindikasi “pemutihan” terhadap kawasan hutan lindung yang  telah digunakan para pengusaha. Seharusnya, ada penegakan hukum terhadap mereka bukan malah melegalkan hutan lindung melalui usulan RTRW Pemerintah Aceh.

Lalu, ada 52 usul perubahan fungsi hutan memotong koridor satwa dengan luas 37.465 hektar, 32 perubahan fungsi hutan memotong habitat gajah seluas 61.140 hektar, memotong habitat orangutan 18.357 hektar, dan memotong habitat harimau seluas 183.083 hektar.

Lalu, 89 usulan perubahan fungsi hutan dalam hutan primer, dan 19 usulan perubahan di hutan sekunder.

Tata ruang sebagai blue print pembangunan harus menjawab semua kebutuhan rakyat bukan semua keinginan para pihak. Untuk itu, kajian mendalam sangat diperlukan dalam menyusun RTRW  agar tak menimbulkan bencana ke depan.

Jika pemerintah berkeras menetapkan kawasan hutan Aceh sekitar 46 persen, apa yg akan dilakukan Walhi Aceh?

Saat ini Tim WALHI Aceh sedang melakukan uji sampling dan melihat kembali beberapa kawasan seharusnya dilindungi, namun diusulkan akan statusnya diturunkan apakah menjadi Hutan Produksi atau Area Penggunaan Lain (APL).

Jika berbagai bukti di lapangan menjelaskan bahwa benar ada penyimpangan dalam proses penyusunan RTRW Aceh, maka kita akan segera memberikan peringatan kepada pihak-pihak yang terlibat dalam penyusunan RTRW Aceh.

Dan sebagaimana kita ketahui nantinya RTRW Aceh ini akan ditandatangani oleh Menteri Kehutanan untuk mendapatkan pengesahan. Jadi bisa saja, jika berbagai proses lobi, negosiasi dan upaya non litigasi melalui advokasi dan kampanye tidak juga diindahkan, maka pilihan menempuh jalur hukum tentunya akan dilakukan oleh WALHI Aceh.

Adakah sesuatu dibalik penetapan kawasan hutan yang semakin berkurang ini?

Ya pasti ada, salah satunya penambahan areal untuk kawasan pertambangan, perkebunan besar seperti kelapa sawit dan juga proyek pembangunan jalan, kesemuanya ini memang harus diwaspadai.

Apakah benar-benar untuk kepentingan rakyat, atau justru kepentingan pengusaha dan penguasa saja.

Lagi pula sudah jamak kita ketahui, begitu banyak program pembangunan yang ada, justru yang sejahtera ya kelompok itu saja, sementara rakyat semakin terpuruk dan ekonomi semakin morat marit.


Adakah dampak ekonomi yang signifikan dari pengurangan wilayah hutan?

Dampak ekonomi sudah pasti akan terjadi, apalagi jika bencana yang datang bertubi-tubi dan silih berganti.

Bertahun-tahun kita mencari rezeki untuk disimpan dalam menghidupi kebutuhan sehari-hari. Datang bencana cuma beberapa detik, maka hilangkah seluruh harta benda yang ada, bahkan nyawa.

Lalu bukan hanya sumber ekonomi yang terganggu, air sebagai sumber kehidupan juga akan punah, lalu ketahanan pangan juga akan terganggu. Jadi dampaknya sungguh sangat dahsyat dan sistematis.

Untuk itu mari kita jaga lingkungan dan hutan kita, bukan cuma untuk kita tapi untuk anak cucu dan generasi yang akan datang kelak.

Penulis : Afifuddin Acal 
Sumber : TheGlobeJournal

0 Comments

Pengurusan Izin Prinsip di Sayung Tunggu RDTRK Ditetapkan

3/18/2013

0 Comments

 
DEMAK, suaramerdeka.com - Wakil Ketua Pansus C DPRD Demak, Fahrudin Bisri Slamet mengatakan, pengurusan izin prinsip terkait investasi di Kecamatan Sayung harus menunggu terbitnya Perda tentang Rencana Detail Tata Ruang Kawasan (RDTRK) Perkotaan. Pasalnya, perda tersebut nantinya mengatur pemanfaatan ruang sesuai dengan peruntukkan yang didasarkan pada Perda No 6/2011 mengenai RTRW Demak.

Tahapan penyusunan perda baru sampai pada rencana kunjungan ke lapangan yang akan dilaksanakan Senin (18/3). Kunjungan tersebut mengikutsertakan konsultan dan Bappeda sebagai inisiator raperda tersebut.

"Kunjungan ke Kecamatan Sayung ini nantinya menitikberatkan pada pengecekan lokasi yang telah diatur pada raperda tersebut. Kami akan cek lokasi-lokasi yang sudah diatur dalam raperda, apakah sudah sesuai dengan peruntukannya atau tidak," katanya, Minggu (17/3).

Adapun titik sorotan dalam kunjungan itu nantinya adalah lokasi yang diperuntukkan sebagai kawasan industri serta desa-desa yang dijadikan perkotaan. Sorotan tersebut tidak terlepas dari keberhasilan Kota Semarang yang berkembang menjadi kota industri.

Pihaknya sangat berhati-hati dalam merumuskan RDTRK Perkotaan Sayung, mengingat masa berlaku perda ini nantinya hingga 20 tahun. Selain itu, dari hasil dengar pendapat dengan Muspika dan pemerintah desa, diketahui masih ada sejumlah desa yang belum masuk dalam rumusan raperda tersebut.

"Perda ini dibuat untuk kepentingan masyarakat dan bersumber dari dana APBD, sehingga harus benar-benar kredibel. Apalagi jangka waktu pemberlakuannya hingga 20 tahun ke depan," imbuhnya.

Kendati begitu, pihaknya belum bisa menargetkan terkait kapan perda tersebut bisa ditetapkan dan diimplementasikan. Karena itu, segala perizinan baru mengenai investasi di Kecamatan Sayung semestinya jangan diproses dulu sebelum perda tersebut selesai disusun.

Terpisah, Kepala Bappeda Tri Pudji Lestari menanggapi persoalan izin pemanfaatan yang tertera dalam raperda RDTRK Perkotaan Sayung. Pada pasal 41 ayat (2) huruf a menyatakan izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan dan telah sesuai dengan ketentuan Perda ini tetap berlaku sesuai dengan masa berlakunya.

Menurutnya, pasal tersebut tak menjadi soal, peruntukkan masing-masing wilayah sudah diatur dalam Perda Nomor 6/2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Demak. Perda RTRW ini menyebutkan bahwa peta wilayah di Sayung yang diwarnai merah muda diperuntukkan sebagai kawasan industri.

Jika Raperda RDTRK Perkotaan Sayung belum disahkan maka acuan pemrosesan izin pemanfaatan ruang bisa menggunakan dasar Perda RTRW sepanjang dibuat dengan prosedur yang benar. "Apalagi izin prinsip yang masa berlakunya hanya enam bulan. Jika dalam tempo waktu tersebut tidak segera ada realisasi maka pemohon tidak bisa menjalankan usahanya di wilayah sesuai permohonan izin," tukasnya.

Sumber : SuaraMerdeka
0 Comments

Pengusaha Simongan Ajukan Uji Materi Perda RTRW

3/18/2013

0 Comments

 
Tolak Relokasi Industri

SEMARANG - Kelompok pengusaha di kawasan industri Simongan dan Setiabudi mengajukan uji materi ke Mahkamah Agung atas Perda No 14 Tahun 2011 tentang RTRW Kota Semarang 2011-2031. Mereka menolak relokasi karena dinilai sangat memberatkan industri.

Departemen Manajer PT Sinar Pantja Djaja, Hermanto mengatakan, setelah menunggu janji Gubernur Bibit Waluyo yang menyanggupi mengupayakan revisi Perda yang hingga November 2012 belum terlaksana, para pengusaha sepakat mengajukan uji materi.

Disebutkan, pasal 10 ayat 1, 2 dalam Perda tersebut mengatur hal-hal yang membuat pengusaha di dua kawasan tersebut merasa tidak nyaman, karena harus pindah ke lokasi tertentu dengan dasar lokasi tersebut tidak memenuhi syarat untuk industri. ”Sekarang kami sudah dapat nomor perkaranya. Kami berharap uji materi ini dikabulkan,” katanya.

Menurut dia, pihaknya telah mencoba mengkaji beberapa Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah, yakni UU No 4 Tahun 1984 tentang Perindustrian, UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, PP No 13 Tahun 1987 tentang Izin Usaha Industri, PP No 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Nasional, dan PP No 24 Tahun 2009 tentang Kawasan Industri.

”Dari hasil kajian tersebut diperoleh hasil ternyata Pemkot Semarang tidak mendasarkan Peda RTRW pada Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah,” ujarnya.

Berdasarkan Perda, pabrik-pabrik di kawasan Simongan dan Setiabudi harus direlokasi sampai dengan 2014, terhitung sejak Perda tersebut diundangkan pada Juni 2011. ”Jika kami tidak sesuai Perda tersebut, kami akan dinilai melanggar peraturan karena tidak mau pindah,” tuturnya.

Hermanto menuturkan, pengusaha bukannya tidak mau pindah, namun untuk relokasi selain butuh biaya besar, pengusaha juga akan mengalami kesulitan dalam hal mesin.

Untuk relokasi satu pabrik baru dibutuhkan Rp 30 miliar. Grup kami memiliki lima pabrik berarti harus keluar Rp 150 miliar. Belum harga tanahnya. Selain itu, mesin yang sudah terpasang atau tertanam akan kesulitan dipindah. Jika sudah dipindah, mesin tidak akan bisa bekerja sempurna seperti sebelumnya. ”Memindahkan pabrik, memindahkan karyawan yang anak-anaknya sudah sekolah di sana tidak mudah,” katanya.

Di kawasan Simongan ada 12 perusahaan dengan luas area sekitar 50 hektare. Kawasan industri ini didirikan tahun 1954 , ada juga pabrik yang berdiri pada 1972 dan 1973. Sementara di kawasan Setiabudi, Srondol ada sembilan perusahaan seperti Raja Besi dan Jamu Jago. 

Sumber : SuaraMerdeka
0 Comments

Tujuh Fraksi Setuju Raperda RTRW Dibahas

3/14/2013

0 Comments

 
SURYA Online, JEMBER - Tujuh fraksi di DPRD Jember setuju pembahasan Raperda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dibahas. 

Persetujuan keseluruhan fraksi ini disampaikan dalam rapat paripurna pandangan umum fraksi yang digelar di gedung dewan, Senin (11/3/2013).

Hanya saja ada sejumlah catatan dari sejumlah fraksi antara lain fraksi PDI Perjuangan Indonesia Raya dan Fraksi Kebangkitan Bangsa.

Fraksi PDI Perjuangan Indonesia Raya melalui juru bicaranya Agus Sufyan meminta agar visi RPJP Kabupaten Jember diubah.

Visi Raperda RPJP Jember adalah "Kabupaten Jember sebagai kawasan industri, perdagangan, dan agribisnis yang berdaya saing dan berkeadilan".

"Kami ingin diubah menjadi Kabupaten Jember sebagai kawasan pertanian, perdagangan, agrobisnis, agroindustri yang berkeadilan dan bergotong royong.

Jember ini 60 persen lahannya pertanian jangan diubah jadi kawasan industri," ujar Ketua fraksi PDI Perjuangan Indonesia Raya, Bukri usai rapat paripurna.

Meski ada sejumlah catatan tersebut, semua fraksi setuju kalau Raperda itu harus dibahas. Sebab, kedua Raperda itu merupakan amanat UU 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.

Selanjutnya kedua Raperda itu akan dibahas oleh panitia khusus DPRD Jember. - See more at: h


Sumber : TribunNews
0 Comments

Pansus RTRW Panggil BKPRD

3/14/2013

0 Comments

 
DPRD Bu­kittinggi dituding lamban da­lam membahas Rancangan Pe­raturan Daerah (Ranperda) pe­rubahan atas Perda Nomor 6 Ta­hun 2011 tentang Rencana Ta­ta Ruang Wilayah (RTRW). Pa­dahal, Pemko Bukittinggi te­lah mengajukan Ranperda RTRW tersebut pada September 2012 lalu kepada DPRD setem­pat. 

Bahkan, pihak DPRD baru melakukan pembahasan melalui Pa­nitia Khusus (Pansus) awal ta­hun 2013 ini. Namun per­nyata­an itu dibantah oleh Ketua Pan­sus RTRW DPRD Buk­it­tinggi, M. Nur Idris. “Bukan lambat, Ra­perda Perubahan RTRW ini be­lum mendapat rekomendasi Ba­dan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) Pro­vin­si atau Gu­bernur dan Izin Menteri. Ba­gaimana kami mau mem­bahas Ran­perda Perubahan atas Perda No­mor 6 Tahun 2011 tentang RTRW itu, kalau subtansi yang me­­n­gatur pembuatan atau peru­ba­­han Perda RTRW saja belum di­­penuhi oleh Pemko Bukit­ting­gi,” jelas M Nur Idris, yang di­temui usai rapat Pansus RTRW di gedung DPRD Kota Bukit­tinggi, Selasa (5/2).

Legislator partai besutan Amin Rais ini menyebutkan, se­suai dengan Pasal 18 ayat (2) UU 26/2007 tentang Penataan Ruang penetapan Raperda ka­bu­­paten/kota tentang RTRW ka­bupaten/kota dan rencana rin­cian tata ruang terlebih da­hu­lu harus mendapat pers­etu­juan sub­tansi dari men­teri setelah men­dapat rekomendassi Gu­bernur.

Sesuai UU 26/2007 tentang Penataan Ruang, ranperda RTRW ini bersifat khusus, bisa di­ajukan kepada DPRD setelah adanya persetujuan Mentri dan re­komendasi Gubernur. “Me­mang draf raperda RTRW sudah di­serahkan kepada kami, tapi ini bu­kan draf yang akan dibahas. Me­­n­urut saya, ini hanya strategi lem­­par bola dari pemko ke de­wan untuk menjawab mas­yara­kat,” ujarnya.

Mantan pengacara LBH An­da­las Bukittinggi ini men­ga­ta­kan, untuk mem­percepat pem­ba­­hasan Raperda RTRW ini Ra­bu (6/2) pihaknya akan undang Ba­dan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) Kota Bu­kittinggi yang diketui Sekda un­tuk membicarakan kelanju­tan Raperda RTRW ini.

”Kalau belum mendapatkan per­setujuan menteri dan rek­o­men­dasi gubernur, kami akan mengembalikan draf Raperda RTRW ini kepada wali kota. Kita tidak ingin pembahasan raperda RTRW ini menjadi kesalahan yang kedua kalinya,” tegas M. Nur Idris, yang juga Ketua Fraksi PAN DPRD Kota Bukittinggi ini.

Sekadar diketahui, Kota Bukittinggi telah mempunyai Perda RTRW Nomor 6 Tahun 2011. Perda ini sudah disahkan oleh Walikota Bukittinggi ber­sama DPRD tanggal 10 Fe­bruari 2011, dan sudah didaf­tarkan da­lam lembaran daerah Tahun 2011 Nomor 6. Cuma saja, sete­lah disahkan, menuai protes dari warga, terutama masyarakat di Kelurahan Puhun Bukit Apit dan Puhun Pintu Kabun.

Protes masyarakat itu, dika­re­­nakan penempatan pro­porsi ruang terbuka hijau (RTH) da­lam Perda RTRW Kota Bukit­ting­gi Nomor 6/2011 tidak dite­tap­kan dengan rasa keadilan masyarakat. Masyarakat Puhun Bu­kit Apit dan Pintu Kabun me­rasa penenpatan porsi RTH 30 persen di wilayah mereka saja di­rasa tidak adil. Hal itu mengakibatkan war­ga tidak dapat meman­faatkan la­han­nya sendiri untuk mem­ba­ngun.

Sumber : PenaanRuang.Net
0 Comments
<<Previous

    Tata Ruang

    Berita Tata Ruang menyajikan informasi seputar isu dan permasalahan tata ruang, perkotaan dan perdesaan, 

    Berita Lainnya

    • Tata Ruang
    • Infrastruktur
    • Transportasi
    • Perumahan
    • Pertanahan
    • Air Minum
    • Sanitasi
    • Persampahan
    • Drainase

    Archives

    April 2013
    March 2013
    February 2013
    January 2013
    June 2012
    May 2012
    April 2012
    March 2012

    Categories

    All
    Aceh
    Adat
    Adb
    Agropolitan
    Aktivis Lingkungan
    Ambon
    Anggaran
    Apartemen
    Audit Tata Ruang
    Bakosurtanal
    Bali
    Bandar Udara
    Bandung
    Bangka Belitung
    Bangunan
    Banjarmasin
    Banjir
    Bappeda
    Batang
    Batas Wilayah
    Bekasi
    Bencana Alam
    Bengkulu
    Berau
    Bkprd
    Bkprn
    Bogor
    Bumn
    Bupati
    Cagar Alam
    Cipta Karya
    Data
    Dengar Pendapat
    Depok
    Desa
    Desentralisasi
    Dinas Tata Ruang
    Direktur Jenderal
    Dpd
    Dpr
    Dprd
    Ekologi
    Ekonomi
    Evaluasi Tata Ruang
    Geospasial
    Gorontalo
    Gubernur
    Hak
    Halmahera
    Hukum
    Hutan
    Imb
    Implementasi
    Industri
    Informasi
    Infrastruktur
    Investasi
    Izin Lokasi
    Jabodetabek
    Jabodetabekpunjur
    Jakarta
    Jalan
    Jalan Tol
    Jambi
    Jawa Barat
    Jawa Tengah
    Jawa Timur
    Jogja
    Kabupaten
    Kajian Lingkungan Hidup Strategis
    Kaji Ulang
    Kalimantan
    Kalimantan Barat
    Kalimantan Selatan
    Kalimantan Tengah
    Kalimantan Timur
    Kampung
    Kampus
    Karang Anyar
    Kawasan
    Kawasan Strategis
    Kebakaran
    Kebijakan
    Kehutanan
    Kementrian Dalam Negeri
    Kementrian Kehutanan
    Kementrian Pekerjaan Umum
    Kementrian Pu
    Kesadaran Masyarakat
    Konsultan
    Kota
    Kota Hijau
    Kota Satelit
    Kualitas Infrastruktur
    Kudus
    Kuningan
    Kutai
    Lahan
    Lampung
    Lembaga Swadaya Masyarakat (lsm)
    Lingkungan
    Lingkungan Hidup
    Lokasi
    Lokasi Penambangan
    Lomba
    Mahasiswa
    Makam/kuburan
    Makassar
    Malang
    Mall
    Maluku
    Mamuju
    Maros
    Masyarakat
    Medan
    Megapolitan
    Menado
    Milyar
    Mineral Dan Batubara
    Mitigasi
    Mp3ei
    Musrenbang
    Nasional
    Nusa Tenggara Barat
    Pabrik
    Padang
    Palembang
    Pansus Rtrw
    Papua
    Pasar
    Pedagang Kaki Lima
    Pedestrian
    Pekanbaru
    Pelabuhan
    Pelanggaran Tata Ruang
    Pemanfaatan Tata Ruang
    Pematang Siantar
    Pembahasan Rtrw
    Pembangunan Jalan
    Pembangunan Vertikal
    Pembongkaran
    Pemerintah
    Pemerintah Daerah
    Pemerintah Kabupaten
    Pemerintah Kota
    Pemerintah Provinsi
    Pemetaan
    Pemko
    Pemukiman
    Penataan Bangunan
    Penataan Ruang
    Pendidikan
    Pengembangan Wilayah
    Pengembang (developer)
    Pengendalian
    Pengesahan Rtrw
    Penolakan
    Peraturan Daerah
    Peraturan Pemerintah
    Peraturan Presiden
    Perda
    Perencanaan
    Perguruan Tinggi
    Perkebunan
    Perkindo
    Perpres
    Pertambangan
    Pertanahan
    Pertanian
    Perumahan
    Peta
    Pkl
    Pltu
    Properti
    Provinsi
    Proyek
    Pulau
    Ranperda
    Rawan Bencana
    Rdtr
    Real Estate Indonesia (rei)
    Regulasi
    Reklamasi
    Reklame
    Relokasi
    Rencana Detail Tata Ruang
    Rencana Tata Ruang
    Rencana Tata Ruang Wilayah
    Revisi Rencana Tata Ruang
    Riau
    Rokan Hulu
    Rth
    Rtrw
    Rtrw Kabupaten
    Rtrw Kota
    Rtrwp
    Rtrw Provinsi
    RTRW. Rencana Tata Ruang
    Ruang Milik Jalan
    Ruang Publik
    Ruang Terbuka Hijau
    Samarinda
    Sanksi & Denda
    Sekolah
    Semarang
    Sepeda
    Sk Menhut
    Solo
    Sosialisasi
    Spbu
    Studi Banding
    Sulawesi Barat
    Sulawesi Selatan
    Sulawesi Utara
    Sumatera Barat
    Sumatera Selatan
    Sumatera Utara
    Sungai
    Surabaya
    Taman Kota
    Tata Ruang
    Tim Koordinasi Penataan Ruang
    Transportasi
    Undang Undang
    Undang-undang
    Universitas
    Urbanisasi
    Uupa
    Walikota
    Warga
    Water Front City
    Wilayah Perbatasan
    Wisata
    Yogyakarta

    RSS Feed

Links

www.Sanitasi.Net
www.Sanitasi.Org
www.TeknikLingkungan.Com

www.Nawasis.Com
www.InfoProcurement.Com
www,InfoKonsultan.Com

Picture
Indonesian Institute
for Infrastructure Studies

Jl. P. Antasari, Kebayoran Baru
Jakarta 12150, Indonesia
Email :