Pendapat tersebut disampaikan M Jehansyah Siregar, peneliti di Kelompok Keahlian Perumahan dan Permukiman, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung.
“Menurut saya audit KDH ini perlu didukung semua pihak sebagai upaya meningkatkan kapasitas resapan dan penyimpanan air, sehingga bisa mencegah bencana banjir secara efektif, “ kata Jehansyah, di Jakarta, Minggu (3/2).
Menurut dia, permasalahan memang ada pada penerapan KDH ini yang menitikberatkan pada upaya untuk menghindari prosentase perkerasan dan meningkatkan resapan. Dia menyebut secara teknis solusi biopori ataupun sumur resapan dianggapnya masih belum memadai. “Diperlukan konsep land engineering yang sesuai dengan karakter lahan,” kata dia.
Sebagai contoh di Jakarta Utara dan Jakarta Barat yang memiliki karakter lahan basah, tapi pembangunan masih menggunakan teknik membangun di lahan kering seperti mengurug lahan, pondasi telapak maupun sanitasi dan drainase pembuangan. Padahal wilayah basah memerlukan konsep rekayasa lahan yang lebih sesuai hingga di satu sisi pembangunan dapat dijalankan namun di sisi lain tetap dilakukan konservasi lahan basah.
“Pengembangan permukiman berbasis lahan basah ini dilakukan dengan beberapa konsep teknis seperti lansekap basah, bangunan panggung, sanitasi apung dan drainase injeksi,” katanya.
Demikian juga kata dia, untuk kawasan Bogor dan Cianjur yang memiliki karakter lahan resapan, pelaksanaan pembangunan perlu menggunakan konsep yang sesuai dengan sifat-sifat alamiah lahan. Sekali lagi, diperlukan koordinasi dari Kementerian PU untuk mendorong Ditjen Cipta Karya agar mengembangkan teknik-teknik bangunan dan lingkungan yang lebih sesuai dengan karakter lahan.
“Sehingga upaya Ditjen Penataan Ruang untuk mengendalikan KDB dan KDH bisa lebih efektif. Lebih jauh, di tingkat daerah konsep-konsep ini perlu segera diterapkan ke dalam prosedur perijinan kawasan hingga perijinan bangunan, “ ujarnya.
Seperti diketahui, berdasarkan rilis dari Pusat Komunikasi Publik PU, Kementerian PU dan Direktorat Jenderal Penataan Ruang PU akan meninjau kembali Perda tata ruang untuk wilayah Jabodetabekpunjur. Dan menurut Dirjen Penataan Ruang, untuk kawasan Jabodetabekpunjur akan dilakukan audit RTRW yang rutin dilakukan setiap lima tahun sekali, yang melibatkan kerja sama dengan pemerintah daerah terkait.
Sumber : VHRMedia