www.PenataanRuang.Com
  • Home
  • Tata Ruang
    • Penataan Ruang >
      • Istilah dan Definisi
      • Azas dan Tujuan
      • Klasifikasi Penataan Ruang
      • Tugas dan Wewenang
      • Pengaturan dan Pembinaan
      • Pelaksanaan Penataan Ruang >
        • Perencanaan Tata Ruang >
          • Umum
          • Perencanaan Tata Ruang Wilayah Nasional
          • Perencanaan Tata Ruang Wilayah Provinsi
          • Perencanaan Tata Ruang Wilayah Kabupaten
          • Perencanaan Tata Ruang Wilayah Kota
        • Pemanfaatan Ruang >
          • Umum
          • Pemanfaatan Ruang Wilayah
        • Pengendalian Pemanfaatan Ruang
        • Penataan Ruang Kawasan Perkotaan
        • Penataan Ruang Kawasan Perdesaan
      • Pengawasan Penataan Ruang
      • Hak, Kewajiban dan Peran Masyarakat
      • Sengketa, Penyidikan dan Pidana
    • RTRW Nasional >
      • Istilah dan Definisi
      • Tujuan dan Kebijakan >
        • Tujuan
        • Kebijakan dan Strategi
      • Rencana Struktur Ruang >
        • Sistem Perkotaan
        • Sistem Transportasi >
          • Transportasi Darat
          • Transportasi Laut
          • Transportasi Udara
        • Sistem Energi
        • Sistem Telekomunikasi
        • Sistem Sumber Daya Air
      • Rencana Pola Ruang >
        • Kawasan Lindung
        • Kawasan Budi Daya
      • Kawasan Strategis
      • Pemanfaatan Ruang
      • Pengendalian Ruang >
        • Peraturan Zonasi
        • Perizinan
        • Insentif Disinsentif
        • Sanksi
    • RTRW Provinsi >
      • Pendahuluan >
        • Istilah dan Definisi
        • Acuan Normatif
        • Fungsi dan Manfaat
      • Ketentuan Teknis >
        • Tujuan & Kebijakan
        • Rencana Struktur Ruang
        • Rencana Pola Ruang
        • Kawasan Strategis
        • Pemanfaatan Ruang
        • Pengendalian Ruang
        • Format Penyajian
      • Proses dan Prosedur >
        • Proses RTRW
        • Prosedur RTRW
        • Penetapan RTRW
    • RTRW Kabupaten >
      • Pendahuluan >
        • Istilah dan Definisi
        • Acuan Normatif
        • Fungsi dan Manfaat
      • Ketentuan Teknis >
        • Kebijakan dan Strategi
        • Rencana Struktur Ruang
        • Rencana Pola Ruang
        • Kawasan Strategis
        • Pemanfaatan Ruang
        • Pengendalian Ruang
        • Format Penyajian
      • Proses dan Prosedur >
        • Proses RTRW
        • Prosedur RTRW
        • Penetapan RTRW
    • RTRW Kota >
      • Pendahuluan >
        • Istilah dan Definisi
        • Acuan Normatif
        • Fungsi dan Manfaat
      • Ketentuan Teknis >
        • Kebijakan dan Strategi
        • Rencana Struktur Ruang
        • Rencana Pola Ruang
        • Kawasan Strategis
        • Pemanfaatan Ruang
        • Pengendalian Ruang
        • Format Penyajian
      • Proses dan Prosedur >
        • Proses RTRW
        • Prosedur RTRW
        • Penetapan RTRW
    • Kawasan >
      • Kawasan Budidaya
      • Reklamasi Pantai
      • Rawan Bencana Longsor
      • Rawan Letusan Gunung Api dan Gempa Bumi
      • Ruang Terbuka Hijau
  • Berita
    • Tata Ruang
    • Infrastruktur
    • Transportasi
    • Perumahan
    • Prasarana dan Sarana >
      • Air Minum
      • Sanitasi
      • Persampahan
      • Drainase
      • Fasilitas Umum
    • Pertanahan
    • Konstruksi
    • Sekilas Info >
      • Tata Ruang
      • Infrastruktur
      • Transportasi
      • Perumahan
      • Pertanahan
      • Ekonomi
      • Metropolitan
  • Regulasi
    • Undang-undang >
      • Penataan Ruang
      • Sumber Daya Air
      • Perumahan Permukiman
      • Bangunan Gedung
      • Pengelolaan Sampah
      • Jalan
      • Lainnya >
        • Sistem Perencanaan
        • Rencana Pembangunan Jangka Panjang
        • Pemerintah Daerah
        • Perimbangan Keuangan
        • Pengelolaan Wilayah Pesisir
        • Lingkungan Hidup
        • Konservasi
        • Pertambangan Mineral dan Batu Bara
        • Perindustrian
        • Kehutanan
        • Penerbangan
        • Perairan Indonesia
        • Pelayaran
        • Perikanan
        • Pertahanan Negara
    • Peraturan Pemerintah >
      • RTRW Nasional
      • Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang
      • Penyelenggaraan Penataan Ruang
      • Penatagunaan Tanah
      • Organisasi Perangkat Daerah
      • Jalan Tol
    • Peraturan Presiden >
      • Bakor Penataan Ruang
      • Kebijakan Pertanahan
    • Peraturan Menteri PU >
      • Pedoman RTRW >
        • Pedoman RTRW Provinsi
        • Pedoman RTRW Kabupaten
        • Pedoman RTRW Kota
        • Pedoman Teknis Analisis
        • Persetujuan Substansi RTRW
      • Pedoman Kawasan >
        • Pedoman Kawasan Budi Daya
        • Pedoman Kawasan Reklamasi Pantai
        • Pedoman Kawasan Rawan Longsor
        • Pedoman Kawasan Gunung Berapi dan Gempa
        • Pedoman Ruang Terbuka Hijau
      • Standar Pelayanan
      • Penyidik PNS Penataan Ruang
      • Pemberian Izin Usaha
    • Peraturan Menteri Perumahan >
      • Petunjuk Pelaksanaan Kasiba Lisiba
      • Petunjuk Teknis Kasiba Lisiba
      • Badan Pengelola Kasiba Lisiba
  • Pedoman
    • Rencana Tata Ruang >
      • RDTR Kabupaten
      • RDTR Kota
    • Air Minum
    • Air Limbah
    • Persampahan
    • Drainase
  • Presentasi
    • Future of the Cities
    • Sustainable Cities
    • Smart Cities
    • Urbanisation
    • City Planning
    • The Best Cities
    • Infrastructure
    • Transportation
    • Street and Pedestrian
    • Community Participation
  • RTRW
    • RTRW Nasional >
      • RTRW Nasional
      • Struktur Ruang
      • Pola Ruang
      • Sistem Perkotaan
      • Sistem Transportasi
      • Wilayah Sungai
      • Kawasan Lindung
      • Kawasan Andalan
      • Kawasan Strategis
    • RTRW Pulau >
      • Pulau Sumatera
      • Pulau Jawa
      • Pulau Kalimantan
      • Pulau Sulawesi
      • Kepulauan Maluku
      • Pulau Papua
    • RTRW Provinsi >
      • NAD
      • Sumatera Utara
      • Sumatera Barat
      • Sumatera Selatan
      • Jambi
      • Riau
      • Kepulauan Riau
      • Bengkulu
      • Bangka Belitung
      • Lampung
      • Banten
      • DKI Jakarta
      • Jawa Barat
      • DI Yogyakarta
      • Jawa Tengah
      • Jawa Timur
      • Bali
      • Nusa Tenggara Barat
      • Nusa Tenggara Timur
      • Kalimantan Barat
      • Kalimantan Selatan
      • Kalimantan Tengah
      • Kalimantan Timur
      • Sulawesi Barat
      • Sulawesi Selatan
      • Sulawesi Tengah
      • Sulawesi Tenggara
      • Sulawesi Utara
      • Gorontalo
      • Maluku
      • Maluku Utara
      • Papua
      • Papua Barat
    • RTRW Kabupaten/Kota >
      • NAD
      • Sumatera Utara
      • Riau
      • Bangka Belitung
      • Lampung
      • Banten
      • Jawa Barat >
        • Kab Bandung
        • Kab Bogor
        • Kota Bandung
      • Jawa Tengah >
        • Kab Banyumas
        • Kab Batang
        • Kab Blora
        • Kab Bayolali
        • Kab Brebes
        • Kab Jepara
        • Kab Magelang
        • Kab Pati
        • Kab Pekalongan
        • Kab Pemalang
        • Kab Purbalingga
        • Kab Semarang
        • Kab Sukoharjo
        • Kab Temanggung
        • Kab Wonogiri
        • Kab Wonosobo
        • Kota Magelang
        • Kota Pekalongan
        • Kota Salatiga
        • Kota Semarang
        • Kota Tegal
      • DI Yogyakarta >
        • Kab Bantul
        • Kota Yogyakarta
      • Jawa Timur >
        • Kab Bojonegoro
        • Kab Jombang
        • Kab Malang
        • Kab Pasuruan
        • Kab Sidoarjo
        • Kota Batu
        • Kota Malang
        • Kota Probolinggo
        • Kota Surabaya
      • Nusa Tenggara Barat >
        • Kab Bima
        • Kab Lombok Utara
      • Nusa Tenggara Timur >
        • Kab Timor Tengah Utara
        • Kab Nagekeo
      • Sulawesi Selatan
      • Sulawesi Tengah
  • Info Lelang
    • Penataan Ruang
    • Air Minum
    • Penyehatan Lingkungan
  • Perpustakaan
  • Contact

Usman Hamid: Selamatkan Hutan Aceh!

4/9/2013

0 Comments

 
Picture
Metrotvnews.com, Jakarta: Koalisi Penyelamatan Hutan Indonesia dan Iklim Global mengajak masyarakat untuk menandatangani petisi selamatkan hutan Aceh di website change.org/SelamatkanAceh. 

Ini terkait rencana Pemerintahan Aceh untuk membuka 1,2 juta hektare hutan lindung yang akan dipakai untuk pertambangan, perkebunan sawit, jalan, dan penebangan kayu.

Aktivis Hak Asasi Manusia sekaligus penggagas petisi, Usman Hamnid mengatakan petisi ini mendesak perpanjangan moratorium hutan sekaligus mencegah potensi kehancuran hutan terbesar di Aceh itu.

"Cabut SK Gubernur Aceh. Izin itu justru memberikan wewenang bagi korporasi untuk mengeksploitasi hutan lindung yang merupakan paru-paru dunia," kata Usman Hamid kepada metrotvnews.com, di kantor Walhi, Jakarta, Rabu (3/4).

Dalam website itu, Ketua Komite Perencanaan Tata Ruang Parlemen Aceh, Anwar menyebutkan rencana ini akan mengurangi area hutan Aceh dari 68% menjadi 45%. 

Area ini termasuk daerah Tripa dan lainnya di Kawasan Ekosistem Leuser yang sebenarnya berstatus hutan lindung berdasarkan hukum Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) 26/2006 dan Peraturan Pemerintah 26/2008.

Ini akan melegalkan ekspolitasi besar-besaran seperti pembabatan hutan masal, peningkatan penebangan ilegal, kematian satwa langka seperti macan, badak, gajah, dan orangutan sumatra. 

Parahnya lagi, ini akan merusak ketersediaan dan kualitas air serta menciptakan banyak bencana alam seperti banjir dan tanah longsor di wilayah Aceh.

Sebelumnya, Gubernur Irwandi telah mengeluarkan RTRW Aceh yang dipuji dunia internasional karena mengedepankan konservasi hutan Aceh melalui moratorium penebangan hutan.


Namun pergantian gubernur dimanfaatkan sejumlah pihak di pemerintan untuk mengubah RTRW dan membatalkan moratorium.

Petisi ini mendesak Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh Zaini Abdullah dan Muzakir Manaf untuk menghentikan potensi kehancuran hutan terbesar di Aceh. Petisi yang telah didukung oleh 17.310 orang dari berbagai wilayah Indonesia dan dunia internasional.


Sumber : MetroTVNews

0 Comments

Perda Tata Ruang Wilayah Aceh dan Papua Barat Tak Selesai Tahun Ini

4/1/2013

0 Comments

 
Picture
Jakarta - Kementerian Pekerjaan Umum memperkirakan peraturan daerah (perda) mengenai rencana tata ruang wilayah (RTRW) untuk provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Papua Barat ditaksir tak bisa diselesaikan tahun ini.

Direktur Penataan Ruang Wilayah Nasional Ditjen Penataan Ruang Kementerian Pekerjaan Umum Iman Soedrajat mengungkapkan, kesulitan pembuatan perda tata ruang untuk provinsi tersebut dikarenakan masih perlu koordinasi dengan Kementerian Kehutanan sebelum dikeluarkan izinnya, termasuk persetujuan DPRD.

"Ada beberapa faktor yang menyebabkan. Salah satunya permintaan konversi lahan dari kawasan hutan menjadi hutan produksi. Itu perlu persetujuan DPRD, setalah itu izin dari Kemenhut," ungkap dia di sela sarasehan Kilas Balik 5 Tahun Implementasi RTRWN sebagai Matra Spasial Pembangunan Nasional di Jakarta, Selasa (26/3).

Kendati demikian, sambung dia, seluruh provinsi pada tahun ini diharapkan bisa menyelesaikan penyusunan perda tata ruangnya. Apalagi, hingga akhir tahun lalu baru 14 provinsi yang sudah memiliki perda tata ruang.

"Tahun ini baru tambah satu provinsi, yaitu Sulawesi Utara. Jadi tinggal 18 provinsi lagi, kecuali Aceh dan Papua Barat," tambah Iman.

Menurut Iman, setelah perda tata ruang terbit diperlukan pengendalian dari penerapan aturan itu. Apalagi saat ini bukan lagi masa perencanaan, tetapi masa pengendalian tata ruang.

Sumber ; BeritaSatu

0 Comments

For-Trust Aceh Ungkap Titik Kelemahan Penyusunan Tata Ruang Aceh

4/1/2013

0 Comments

 
Picture
FORUM  Tata Ruang Sumatera (For Trust) Aceh “mencium” beberapa titik kelemahan dalam penyusunan RTRW Aceh. Juru Bicara For-Trust Aceh, Dede Suhendra mengungkapkan kelemahan-kelemahan tersebut meliputi bahwa masyarakat dan LSM tidak pernah diajak terlibat dalam proses penyusunan RTRWA.

Melalui surat elektronik dalam keterangan tertulis yang disampaikan kepada acehterkini, Minggu (24/3/2013) Dede mengatakan publik atau masyarakat tidak pernah secara strategis diajak terlibat. Ini sama saja dengan menapikan hak konstitusional rakyat.

Padahal didalam berbagai aturan telah secara jelas diatur tentang keterlibatan publik atau masyarakat. Undang-Undang 26/2007 pasal 55 dan 60 menyebutkan masyarakat berhak untuk terlibat mengajukan dan melakukan pengawasan dalam rangka penyusunan rencana tata ruang.

Kemudian Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 15/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang wilayah Provinsi mengatur tentang keterlibatan masyarakat atau publik.

Begitu pula  Peraturan Menteri Dalam Negeri 47 tahun 2012 pasal 29 tentang pedoman penyusunan peraturan daerah tentang rencana tata ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota mengharuskan dalam tata cara penyusunan perda RTRW harus melampirkan adanya berita acara konsultasi publik.

Kelemahan yang lain menurut Dede, berkaitan materi substansi RTRWA, berbagai perubahan termasuk didalamnya usulan pengurangan luas hutan Aceh harus mengacu pula pada UU 32/2009 pasal 15 tentang perlunya KLHS (Kajian Lingkungan Hidup Strategis), sampai saat ini belum diketahui apakah dokumen KLHS sudah selesai, jika memang sudah selesai apakah menjadi acuan dalam penyusunan RTRWA.

Kemudian Perpres no 13 tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Pulau Sumatera yang mengatur secara rinci arah penataan ruang setiap provinsi yang ada di Pulau Sumatera.

Posisi Aceh sebagai provinsi yang memiliki kewenangan khusus sesuai UU 11/2006 tentang Pemerintah Aceh telah pula secara tegas mengatur terkait penataan ruang diantaranya pasal 142 yang secara tegas menyebutkan masyarakat berhak baik secara tertulis maupun tidak memberikan masukan dalam RTRWA.

Kemudian di dalam pasal yang sama dalam hal perencanaan, penetapan dan pemanfaatan, tata ruang harus mempertimbangkan adat budaya setempat, daerah-daerah rawan bencana, penyediaan kawasan lindung dan ruang terbuka hijau serta untuk pelestarian taman nasional, serta adanya kewajiban untuk mengelola kawasan lindung seperti Kawasan Ekosistem Lauser yang merupakan kawasan strategis dengan fungsi lindung, taman nasional serta keanekaragaman hayati lainnya.

RTRWA juga harus membuka ruang dan akses yang luas bagi masyarakat khususnya mukim dan gampong yang juga diatur didalam UUPA terkait kawasan kelola, kawasan adat dan kawasan penting lainnya.

Sumber : AcehTerkini

0 Comments

Diduga Sarat Kepentingan, 15 Lembaga Lingkungan Tolak Usulan RTRW Aceh

3/24/2013

0 Comments

 
Picture
Banda Aceh – Menyikapi usulan Gubernur Aceh melalui surat nomor 522/64030 tanggal 22 Oktober 2010 jo nomor 050/33210 tanggal 30 Oktober 2012 terkait usulan perubahan kawasan hutan dalam usulan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Aceh, aktivis lingkungan yang tergabung dalam Aliansi Tata Ruang Aceh (ATRA) melakukan aksi demo di halaman Hermes Palace Hotel untuk menolak usulan rencana usulan tersebut, Senin (18/03/2013).

Para demonstran yang terdiri dari 15 lembaga lingkungan, diantaranya WWF, Wahli, TII, Jaringan Kuala, Silfa, Uno Itam, Tape, KPHA BKB, YLHI, FKI 1, ACTW, FORA dan IKAPALA menyatakan menolak usulan RTRW Aceh dengan alasan bahwa usulan perubahan status kawasan terindikasi sarat kepentingan politis dan melanggar berbagai prosedur dan aturan hukum lainnya.

“Usulan perubahan status kawasan hutan melalui rencana tata ruang Aceh yang saat ini diusulkan, sarat indikasi untuk pemutihan terhadap tindakan melawan hukum yang dilakukan oleh berbagai perusahaan,” kata Zahrul, selaku penanggungjawab aksi.

Alasan lainnya adalah dalam usulan RTRW Aceh juga tidak mengakui adanya Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) sebagai Kawasan Strategis Nasional, juga tidak diakuinya kawasan Ulu Masen sebagai areal cadangan jasa lingkungan untuk kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup di masa mendatang.

Dalam pernyataan sikapnya, ATRA menyebutkan bahwa rancangan Qanun Tata Ruang Aceh terindikasi cacat hukum, karena rancangan Qanun Tata Ruang yang telah mendapat persetujuan subsatansi dari Menteri Pekerjaan Umum berdasarkan surat Menteri PU No.HK.01 03-MN/06 tanggal 4 Januari 2012 hanya diperbolehkan untuk disetujui bersama dengan DPRD terkait, namun pada kenyataannya dalam surat usulan Gubernur Aceh nomor 050/33210 tanggal 30 Oktober 2012 terdapat beberapa perubahan yang substansial.

Rancangan Qanun Tata Ruang Aceh juga terindikasi cacat hukum dan bertentangan dengan berbagai peraturan lainnya dan tidak terbatas pada UU 41/1999 , UU 26/2007 jo PP 26/2008, PP 12/2010 dan UU 11/2006.

Sementara aksi berlangsung, di salah satu ruangan Hermes Palace Hotel, para peneliti, akademisi dan spesialis keanekaragaman hayati melakukan pertemuan memaparkan hasil riset. Unsur yang hadir tersebut tergabung dalam The Assosiation for Tropical Biology and Conservation (ATBC).

Kepala Dinas Kehutanan Aceh, Husaini Syamaun yang menjumpai para demonstran setelah aksi berlangsung sekitar satu jam, ia mengatakan bahwa pertemuan di dalam hanya sebatas pemaparan hasil penelitian dan tidak ada kaitannya dengan Tata Ruang Aceh.

Ia juga membantah walau ia hadir dalam forum tersebut, namun sama sekali tidak ada kaitan dengan kebijakan lingkungan di Aceh. “Saya hanya diminta oleh Gubernur untuk menyambut tamu-tamu dari luar yang datang ke Aceh,” jelasnya kepada peserta aksi.


Sumber : AtjehLink

0 Comments

Menhut: RTRW Aceh Sudah Final

3/24/2013

0 Comments

 
Picture
Wilayah tak Setuju Dibahas Parsial

BANDA ACEH - Menteri Kehutanan (Menhut) Zulkifli Hasan mengatakan, proses penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Aceh (RTRWA) saat ini sudah memasuki penyelesaian akhir dan segera disahkan pemerintah menjadi peraturan sebagai acuan pembangunan berkelanjutan di Aceh.

“Tata ruang Aceh sudah memasuki babak final, sudah hampir selesai. Beberapa waktu lalu Wakil Gubernur Aceh dan sejumlah bupati sudah datang menemui kami untuk membicarakan hal ini,” ujar Menhut kepada wartawan seusai menjadi pembicara pada Seminar Nasional dan Kuliah Umum Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Berbasis Masyarakat Menuju Hutan Aceh Berkelanjutan yang diselenggarakan Unsyiah di Gedung AAC Prof Dayan Dawood, Selasa (19/3).

Seminar yang dimoderatori Rektor Unsyiah, Prof Dr Syamsul Rizal itu juga menghadirkan Gubernur Aceh, dr Zaini Abdullah sebagai pemateri. Menurut Menhut, proses penyusunan RTRWA sudah dalam tahap finalisasi, meskipun ada satu kabupaten yang belum setuju dan keberatan. Namun, untuk kabupaten yang tidak setuju itu, kata Menhut, dapat dibicarakan dan disesuaikan belakangan secara parsial. “Jadi, ia tidak boleh menghambat yang lain,” ujar Menhut. 

Disebutkan, setelah RTRW Aceh disetujui Gubernur nanti, maka pemerintah segera mengesahkannya menjadi satu peraturan sebagai dasar pembangunan berkelanjutan di Aceh. Zulkifli menegaskan, keberadaan RTRW Aceh punya peran penting sebagai bagian dari penataan wilayah Aceh yang lebih sistematis berwawasan lingkungan.

Menurutnya, penyusunan RTRW Aceh sudah melalui sebuah proses, meskipun ada suara pro-kontra. “Ada banyak proses yang kita lalui. Tentu kita akan jelaskan kalau ada yang tidak setuju, tapi itu keputusan tim yang harus segera ditandatangani,” ujarnya.

Sebelumnya suasana seminar sempat berjalan alot ketika memasuki sesi tanya jawab. Direktur Eksekutif Walhi Aceh, TM Zulfikar mengatakan perencanaan RTRW Aceh harus melibatkan masyarakat. 

“Apabila dalam proses penyusunannya tidak mengakomodir kepentingan masyarakat, maka pemerintah pusat harus bertanggung jawab atas keberlajutan pembangunan di Aceh,” ujar Zulfikar.

Berdasarkan catatan Serambi, Perda RTRW Aceh sudah mulai digagas perubahan pada akhir tahun 2003 atas prakarsa Wagub Aceh saat itu, Ir Azwar Abubakar MM bersama Tim WWF Aceh. Belum sempat draf baru itu rampung, tiba-tiba terjadi tsunami pada akhir 2004. Sejak itu, bentang alam (landscape) Aceh banyak berubah, sehingga rancangan lama itu dianggap tak lagi relevan.

Kemudian, Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD-Nias juga menggagas RTRW Aceh. Namun, sampai badan yang dipimpin Dr Kuntoro Mangkusubroto itu bubar medio 2009, RTRW Aceh belum juga selesai. RTRWA versi terbaru ini adalah draf yang awalnya digagas oleh Bappeda Aceh dan telah dibahas intens di DPRA.

Sumber : AcehProv.go.id

0 Comments

Bila Ikuti Regulasi, RTRW Aceh Sudah Kelar

3/24/2013

0 Comments

 
Banda Aceh – Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Aceh saat ini terjadi stagnasi akibat Pemerintah Aceh tidak mengikuti regulasi yang telah ada di Indonesia. Bila Pemerintah Aceh mengikuti regulasi tersebut, RTRW Aceh sudah sejak lama selesai.

Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Green Aceh, Yacob Irhadamy Kamis (21/3/2013) disela-sela acara Konferensi The Association for Tropical, Biology and Conservation (ATBC) di Hermes Palace Hotel.

“Kalau mau ikuti regulasi yang sudah ada, RTRW di Aceh sudah lama selesai,” kata

Kata Yakop, tarik ulur kepentingan saat ini dalam mengesahkan Qanun RTRW memang sarat dengan kepentingan suatu kelompok. Bahkan, katanya, atas kepentingan ekonomi, sering sekali mengabaikan kepentingan konservasi lingkungan.

Berbicara pengembangan ekonomi, Yakob memang tidak sedikitpun menampik bahwa itu juga bagian penting. Akan tetapi, ketika bicara ekonomi, apakah kepentingan ekonomi tersebut akan berdampak terhadap kerusakan hutan dalam jangka panjang.

Oleh sebab itu, Yakop meminta Pemerintah Aceh untuk segera mengikuti regulasi yang ada saat ini.  Pada dasarnya Undang-Undang  Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang bisa menjadi pedoman dalam merencanakan RTRW tersebut.

Sementara itu, Direktur Lembaga Flora Fauna Internasional (FFI), Purnawan Liswanto menyebutkan bahwa, selama ini isu kemiskinan menjadi alasan dalam merambah hutan lindung. Meskipun, katanya, kemiskinan itu kerap sekali menjadi komoditi politik untuk memuluskan perambahan hutan.

Sumber : TheGlobeJournal
0 Comments

Aktivis lingkungan demo tolak RTRW Aceh

3/24/2013

0 Comments

 
BANDA ACEH - Puluhan aktivis pro lingkungan tadi sore, melakukan aksi unjuk rasa di depan salah satu hotel di Banda Aceh, tempat berlangsungnya suatu acara pertemuan para peneliti lingkungan dari berbagai penjuru dunia yang diselenggarakan di hotel itu.

Aksi unjuk rasa itu, mendapat pengawalan dari puluhan petugas kepolisian. Dalam orasinya para peserta aksi meneriakkan ungkapan mengenai sikap mereka yang menolak pengesahan Rancangan Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang dinilai tidak melibatkan masyarakat dalam pembahasannya dan cenderung peruntukan RTRW tersebut lebih pro terhadap pengusaha dan untuk mengurangi jumlah hutan Aceh.

Beberapa spanduk yang turut dibawa demonstran diantaran bertuliskan, Tolak RTRW Aceh, RTRW jangan jadikan transaksi bisnis, Jangan Rampok Sumber Daya Alam yang di bungkus RTRW.

Aksi yang semula hanya berlangsung dipinggir jalan hotel tersebut, akhirnya mendapat izin dari petugas kepolisian untuk dilangsungkan di depan halaman hotel tersebut.

Ketika berada di halaman hotel, aksi ini sempat mendapat perhatian dari para tamu hotel. Para peserta aksi akhirnya membubarkan diri ketika Kepala Dinas Kehutanan Aceh, Husaini Syamaun bersedia keluar dari hotel dan menemui para demonstran. Dalam keterangannya, Kadis Kehutanan Aceh tersebut berjanji kepada para demonstran untuk menyampaikan aspirasi mereka dalam pembahasan dan pengesahan RTRW Aceh.

"Pemerintah Aceh tidak akan mengorbankan kepentingan hutan untuk kepentingan kelompok tertentu, dan saya berjanji akan menyampaikan aspirasi teman-teman kepada pihak-pihak terkait," ujarnya.

Sumber : Waspada
0 Comments

RTRW Aceh Sarat Kepentingan Pemilik Modal

3/24/2013

0 Comments

 
Picture
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) merupakan agenda prioritas Pemerintah Aceh dibawah kepemimpinan Zaini Abdullah – Muzakkir Manaf. Meskipun demikian, bukan berarti pembahasan berjalan mulus, ada terjadi tarik ulur kepentingan menyangkut RTRW tersebut.

Qanun RTRW ini memang bukan hal yang baru lagi. Sejak kepemimpinan Irwandi Yusuf – Muhammad Nazar pembahasan RTRW sudah menuai kontroversi akibat Pemerintah mencoba menambah hutan lindung yang kemudian ada sebagian Kabupaten/Kota yang menolak.

Hal inilah yang membuat sejumlah aktivis lingkungan, diantaranya adalah Walhi Aceh menjadi gerah. Sehingga pada tanggal 18 Maret 2013 Aliansi Tata Ruang Aceh (ATRA), yang merupakan gabungan beberapa lembaga yang konsen terhadap lingkungan, diantaranya adalah Walhi Aceh menggelar aksi di depan Hermes Palace Hotel.

Saat itu peserta aksi langsung diterima oleh Kepala Dinas Kehutanan Aceh, Husni Syamaun yang sedang mengikuti kajian ilmiah tentang lingkungan bersama pakar lingkungan seluruh dunia.

Untuk mengetahui pemikiran dan alasan penolakan RTRW Aceh tersebut. Wartawan The Globe Journal berkesempatan wawancara secara esklusif bersama Direktur Walhi Aceh, T.M.Zulfikar. Berikut wawancara eklusif :

Apa yang Menjadi Persoalan dalam Penetapan RTRW Aceh Saat ini?

Persoalan dalam penetapan RTRW Aceh memang cukup beragam. Perlu diketahui bahwa usaha untuk penyusunan RTRW Aceh sudah dilakukan sejak tahun 2003 lalu, kemudian terhenti sejenak akibat tsunami di akhir tahun 2004.

Lalu pada masa rehabilitasi dan rekonstruski Aceh tahun 2006  hingga 2009 kembali disusun. Lalu pada tahun 2007 disahkan UU No. 26 tahun 2007 tentang penataan ruang.

Seharusnya akhir tahun 2009 RTRW Aceh sudah selesai namun kenyataannya, hingga akhir tahun 2012 RTRW Aceh tidak kunjung disahkan.

Apa Persoalan yang Terjadi Sehingga Tidak Kunjung Selesai?

Persoalan yang dihadapi pada dasarnya adalah akibat kekurang Sumber Daya Manusia (SDM) yang memiliki pemahaman terkait penataan ruang, khususnya tenaga perencana/planner dan GIS (Geographic Information System) di daerah.

Lantas Bagaimana?

Akibatnya telah memperlambat proses penyesuaian RTRW. Lalu terjadi berbagai konflik penggunaan ruang antar sektor kehutanan, khususnya hutan lindung yang dimasukan ke dalam kawasan lindung dan sektor di luar kehutanan yang dimasukan kedalam kawasan budidaya.

Terjadi tidak sepahaman antara pihak pemerintah Provinsi Aceh dalam hal ini BKPRA (Badan Koordinasi Penataan Ruang Aceh) dengan BKPRK (Badan Koordinasi Penataan Ruang Kabupaten) di tiap kabupaten.

Apa yang menjadi kehendak Provinsi?

Pihak Provinsi menghendaki penambahan hutan di tiap Kabupaten. Terjadi penambahan luas hutan dari luas semula sebesar ±3.248.892 hektar menjadi ±4.047.897 hektar.

Penambahan tersebut akan dituangkan kedalam RTRW Aceh, sehingga akan mempengaruhi pola ruang hutan di semua Kabupaten/Kota di Aceh.

Hal inilah yang terjadi penolakan hebat dari tiap Kabupaten/Kota terhadap usulah provinsi tersebut. Penolakan ini mengakibatkan usulan penambahan hutan tersebut tidak disetujui oleh pemerintah pusat.

Apa Keinginan Pemerintah Pusat?

Pemerintah pusat mensyaratkan dukungan dari setiap Kabupaten/Kota agar usulan ini dapat disetujui. Akan tetapi pihak Kabupaten/Kota tetap bersikeras dengan keputusaannya untuk tidak menambahkan hutan di daerahnya masing-masing karena akan mengurangi kawasan budidaya mereka.

Bahkan terdapat kawasan budidaya seperti pemukiman penduduk yang telah ada sejak lama, masuk ke dalam usulan penambahan hutan.

Ketidak sepahaman ini mengakibatkan deadlock antara pemerintah provinsi dan Kabupaten/Kota dan mengakibatkan berhentinya proses persetujuan substansi hingga tahapan rekomendasi gubernur yang diwewenangi oleh pemerintah provinsi dalam hal ini BKPRA.

Kemudian Apa yang Terjadi?

Permasalahan tersebut berbuntut panjang belum mendapatkan titik terang, hingga datanglah perwakilan dari empat kementerian untuk mencari solusi penyesaian masalah RTRW di Aceh.

Setelah diskusi yang panjang antara empat kementerian (Penataan Ruang Kementerian Pekerjaan Umum (PU), Bappenas, Kementerian Kehutanan dan Kementrian Dalam Negri), pemerintah Provinsi Aceh (BKPRA) dan pemerintah tiap Kabupaten/Kota (BKPRK), diambillah sebuah kesepakatan untuk menunggu hasil Timdu (tim terpadu dari kementrian kehutanan) menyelesaikan verifikasi pola ruang provinsi berdasarkan usulan pola ruang Kabupaten/Kota.

Kesepakatan tersebut memang tidak cukup memuaskan bagi beberapa pihak khususnya Kabupaten/Kota karena akan memperlambat proses penyelesaian RTRW, tetapi hal tersebut merupakan jalan keluar dari konflik yang terjadi antara provinsi dan Kabupaten/Kota.

Ternyata hasil kerja Tim terpadu yang dibentuk Kementerian Kehutanan pada era Pemerintahan Gubernur Aceh Irwandi Yusuf tersebut ternyata tidak diterima secara baik oleh pemerintah Aceh yang saat ini sedang berkuasa.

Pihak Eksekutif baik di Kabupaten/Kota maupun Provinsi serta Legislatif masih tetap dengan kemauannya untuk tidak menambah kawasan hutan di Aceh.

Bagaimana dengan analisis Walhi Sendiri?

Dari hasil analisis WALHI Aceh dan organisasi lingkungan Aceh lainnya yang tergabung dalam Koalisi Penyelamat Hutan Aceh (KPHA),  rencana tata ruang wilayah (RTRW) yang diusulkan Pemerintah Aceh, saat ini menimbulkan banyak kekhawatiran.

Dari hasil analisis, alih fungsi kawasan dan peruntukan hutan dalam RTRW mengancam lingkungan, manusia dan habitat satwa langka di daerah ini.

Aceh, merupakan satu-satunya daerah di dunia yang memiliki satwa sekaligus: gajah, harimau, badak dan orangutan, dalam satu kawasan.

Hutan Aceh harus diselamatkan. Namun, bukan berarti alih fungsi kawasan hutan total ‘haram,’ tetapi harus melalui pengkajian matang dan mendalam serta melibatkan komponen masyarakat sipil.

Apa yang Telah Dilakukan oleh Walhi dan  Aktivis Lingkungan Lainnya?

Menyikapi RTRW usulan Pemerintah Aceh, pada 7 Maret 2013, sekitar 18 organisasi non pemerintah lokal dan internasional mengirimkan surat kepada Kementerian Kehutanan (Kemenhut) dengan tembusan ke berbagai kementerian, lembaga negara dan kedutaan-kedutaan.

Kita meminta Kemenhut, tak menyetujui usulan itu. Dari hasil analisis usulan RTRW kita menyimpulkan beberapa hal, seperti perubahan fungsi kawasan lindung menjadi areal penggunaan lain (APL).

Ini sangat bikin kita sedih. Apakah mereka tak baca regulasi. Karena kawasan lindung itu, kawasan yang dilindungi untuk melindungi masyarakat itu dan satwa-satwa, jadi tak boleh diganggu gugat.

Dengan ada perubahan peruntukan begitu luas menimbulkan pertanyaan. Ada apa? Untuk apa? Jelas sekali ada upaya penyerobotan lahan publik oleh pihak tertentu yang dibungkus dalam balutan RTRW.

Jadi Apa yang dimaksud dengan RTRW?

Sesuai dengan regulasi yang ada, yaitu Undang-undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang dijelaskan bahwa RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) merupakan Hasil Perencanaan Tata Ruang  yang dilakukan untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dalam suatu kesatuan geografis, berdasarkan aspek administratif atau aspek fungsional. 

Aspek penting dalam penyusunan tata ruang adalah melihat secara detail kondisi lingkungan dan ekosistem sebuah wilayah, termasuk kondisi ekonomi dan sosial masyarakat di wilayah tersebut.

Apa manfaat RTRW bagi suatu daerah, dan apa dampak negatif dari tidak adanya RTRW bagi suatu daerah?

Tentu sangat penting keberadaan RTRW dan juga sangat bermanfaat. Karena menjadi pedoman dalam menyusun rencana pembangunan baik jangka panjang, menengah, demikian juga rencana kerja pemerintah jangka pendek.

Disamping itu juga penting sebagai pedoman dalam pemanfaatan ruang serta pengendaliannya. Sehingga memudahkan pemerintah dalam mewujudkan keterpaduan, keterkaitan dan keseimbangan antar wilayah Kabupaten/Kota.

Hal lain juga untuk keserasian antar sektor di suatu wilayah. Disamping itu juga untuk kepentingan penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk keperluan investasi yang sesuai dengan kondisi ekologi (lingkungan) yang berpotensi rawan bencana.

Jadi sangat jelas bahwa RTRW merupakan acuan penting dalam melaksanakan pembangunan, serta untuk menciptakan harmonisasi lingkungan alam dan lingkungan buatan.

RTRW juga merupakan komponen penting dalam investasi di suatu daerah. Hal ini sangat jelas tergambarkan pada UU No. 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).

KEK adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu.

Jadi, UU ini mengamanatkan bahwa lokasi yang di tetapkan sebagai kawasan KEK harus sesuai dengan arahan RTRW dan tidak mengganggu lingkungan dalam hal ini adalah kawsan lindung.

Berdasarkan hal tersebut diketahui bahwa RTRW merupakan instrument penting dalam melakukan pembangunan dan investasi di daerah. Ketiadaan RTRW akan menghambat pelaksanaan pembangunan di berbagai sektor.

Jika suatu wilayah/daerah tidak memiliki RTRW maka akan sangat sulit dalam menentukan rencana kerja maupun rencana pembangunan.

Jika hal ini tidak diatur maka dipastikan potensi bencana dan konflik akan semakin besar. Selain itu iklim investasi dan juga akan terganggu, sangat disayangkan juga kemudian wilayah kehidupan masyarakat akan semakin kecil bahkan hilang. Disamping itu juga kesimbangan alam dan ekosistem juga akan terganggu.

Apakah luas hutan lindung menjadi titik krusial dalam RTRW? Mengapa?

Luas hutan lindung memang menjadi hal penting untuk tidak dialih fungsi secara sporadis dan tanpa hasil penelitian yang akurat. Karena hutan lindung merupakan sumber air dan sumber kehidupan yang kelestariannya tetap harus dijaga.

Rasanya kita  tak bisa membayangkan, jika dalam RTRW Aceh, banyak kawasan hutan lindung dan konservasi berubah status. Contoh saja rawa gambut Tripa,  masuk dalam Kawasan Ekosistem Lauser (KEL) yang dilindungi , selain sumber air, sumber ekonomi ,juga  sangat penting bagi kehidupan berbagai habitat satwa yang semakin hari semakin sedikit keberadaannya, bahkan diambang punah.

Jika di kawasan itu sampai rusak, maka sumber air juga akan hilang, sumber ekonomi musnah, serta habislah rumah orangutan paling besar di dunia ini.

Konflik antara satwa dan manusiapun bakal meningkat. Saat ini saja konflik antara satwa dan manusia sudah tinggi. Untuk itu jangan sembarangan merubah atau mengalihkan fungsi kawasan hutan lindung dengan menurunkan statusnya menjadi kawasan lain, karena resiko sangat  tinggi, terutama bagi lingkungan dan keberlanjutan kehidupan semua makhluk hidup.

Berapa luasan ideal hutan lindung Propinsi Aceh ? Apa landasan hukumnya?

Menurut saya luas ideal seharusnya mengacu pada kondisi geografi dan topografi Aceh. Jika kita baca beberapa referensi yang ada, bahkan dalam rencana pembangunan jangka panjang (RPJP) Aceh yang penyusunanya sudah dilakukan, jelas sekali menyatakan bahwa Provinsi Aceh memiliki topografi wilayah datar hingga bergunung.

Wilayah dengan topografi daerah datar dan landai hanya 32 persen dari luas wilayah Aceh. Sedangkan wilayah berbukit hingga bergunung mencapai sekitar 68 persen dari luas wilayah Aceh.

Lalu pertanyaannya apakah wilayah berbukit dan bergunung itu akan dibiarkan gundul alias botak? Belum lagi diantara bukit dan gunung itu mengalir puluhan hingga ratusan daerah aliran sungai.

Lalu jika bukit dan gunung sudah gundul, apakah kita akan membiarkan saja resiko bencana semakin meningkat? Padahal dalam  UU No. 26 tahun 2007 tentang penataan ruang pasal 19 ayat e, sudah diamanahkan bahwa dalam penyusunan RTRW haruslah memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.

Lalu dalam UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 19 ayat 1,  juga dimandatkan agar dalam penyusunan RTRW wajib didasarkan pada Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) yang tujuannya untuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup dan keselamatan masyarakat.

Sejauh ini saya tidak pernah tahu apakah KLHS tersebut sudah disusun atau belum.

Siapa yg menjadi biang kerok dari tidak tuntasnya penyusunan RTRW?

Ya, kita tidak ingin menuduh, tapi jelas sekali ada kepentingan politik disini. Bahkan kepentingan bisnis juga sepertinya sangat dominan. Kita tahu persis bahwa saat ini proses penyusunan RTRW berada dibawah kendali Legislatif dan Eksekutif Pemerintahan Aceh.

Kotak katik pola ruang untuk kepentingan bisnis dan kelompok tertentu juga sangat tinggi, dan ini yang menyebabkan tidak tuntasnya RTRW Aceh.

Contohnya dari catatan KPHA misalnya, konsesi izin pertambangan tumbuh marak di Aceh, seperti data Dinas Pertambangan dan Energi Aceh 2012 menyebutkan, dari keseluruhan luas izin usaha pertambangan (IUP) sekitar 750 ribu hektar ada 500 ribu hektar dalam kawasan hutan, baik hutan produki dan hutan lindung, bukan APL.

Untuk itu, sudah seharusnya Pemerintah Aceh menghentikan semua kegiatan sektor pertambangan di dalam kawasan hutan yang tidak memiliki izin pinjam pakai, bukannya melakukan perubahan status kawasan hutan menjadi APL.

Kajian itu juga memperlihatkan, kawasan-kawasan hutan, termasuk hutan lindung, cagar alam sudah ada hak guna usaha dan izin-izin konsesi, baik tambang, maupun HPH.

Kondisi ini menunjukkan, RTRW perubahan terindikasi “pemutihan” terhadap kawasan hutan lindung yang  telah digunakan para pengusaha. Seharusnya, ada penegakan hukum terhadap mereka bukan malah melegalkan hutan lindung melalui usulan RTRW Pemerintah Aceh.

Lalu, ada 52 usul perubahan fungsi hutan memotong koridor satwa dengan luas 37.465 hektar, 32 perubahan fungsi hutan memotong habitat gajah seluas 61.140 hektar, memotong habitat orangutan 18.357 hektar, dan memotong habitat harimau seluas 183.083 hektar.

Lalu, 89 usulan perubahan fungsi hutan dalam hutan primer, dan 19 usulan perubahan di hutan sekunder.

Tata ruang sebagai blue print pembangunan harus menjawab semua kebutuhan rakyat bukan semua keinginan para pihak. Untuk itu, kajian mendalam sangat diperlukan dalam menyusun RTRW  agar tak menimbulkan bencana ke depan.

Jika pemerintah berkeras menetapkan kawasan hutan Aceh sekitar 46 persen, apa yg akan dilakukan Walhi Aceh?

Saat ini Tim WALHI Aceh sedang melakukan uji sampling dan melihat kembali beberapa kawasan seharusnya dilindungi, namun diusulkan akan statusnya diturunkan apakah menjadi Hutan Produksi atau Area Penggunaan Lain (APL).

Jika berbagai bukti di lapangan menjelaskan bahwa benar ada penyimpangan dalam proses penyusunan RTRW Aceh, maka kita akan segera memberikan peringatan kepada pihak-pihak yang terlibat dalam penyusunan RTRW Aceh.

Dan sebagaimana kita ketahui nantinya RTRW Aceh ini akan ditandatangani oleh Menteri Kehutanan untuk mendapatkan pengesahan. Jadi bisa saja, jika berbagai proses lobi, negosiasi dan upaya non litigasi melalui advokasi dan kampanye tidak juga diindahkan, maka pilihan menempuh jalur hukum tentunya akan dilakukan oleh WALHI Aceh.

Adakah sesuatu dibalik penetapan kawasan hutan yang semakin berkurang ini?

Ya pasti ada, salah satunya penambahan areal untuk kawasan pertambangan, perkebunan besar seperti kelapa sawit dan juga proyek pembangunan jalan, kesemuanya ini memang harus diwaspadai.

Apakah benar-benar untuk kepentingan rakyat, atau justru kepentingan pengusaha dan penguasa saja.

Lagi pula sudah jamak kita ketahui, begitu banyak program pembangunan yang ada, justru yang sejahtera ya kelompok itu saja, sementara rakyat semakin terpuruk dan ekonomi semakin morat marit.


Adakah dampak ekonomi yang signifikan dari pengurangan wilayah hutan?

Dampak ekonomi sudah pasti akan terjadi, apalagi jika bencana yang datang bertubi-tubi dan silih berganti.

Bertahun-tahun kita mencari rezeki untuk disimpan dalam menghidupi kebutuhan sehari-hari. Datang bencana cuma beberapa detik, maka hilangkah seluruh harta benda yang ada, bahkan nyawa.

Lalu bukan hanya sumber ekonomi yang terganggu, air sebagai sumber kehidupan juga akan punah, lalu ketahanan pangan juga akan terganggu. Jadi dampaknya sungguh sangat dahsyat dan sistematis.

Untuk itu mari kita jaga lingkungan dan hutan kita, bukan cuma untuk kita tapi untuk anak cucu dan generasi yang akan datang kelak.

Penulis : Afifuddin Acal 
Sumber : TheGlobeJournal

0 Comments

Komisi D DPR Aceh: Tim terpadu RTRW akan diganti

3/24/2013

0 Comments

 
Picture
HASIL pola Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) dari tim terpadu ditolak oleh Pemerintah Aceh. Penolakan ini datang dari panitia khusus RTRW dan para pimpinan daerah di Aceh dengan alasan tidak mengakomodir usulan daerah.

"Yang mempunyai masyarakat adalah bupati dan wali kota. Jadi merekalah yang tahu kepentingan masyarakat, tapi kenapa harus ditolak? Maka dari itu, tim terpadu akan diganti dan mengusulkan pola tata ruang yang baru," kata Ketua Komisi D Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh, Anwar Ramli, kepada ATJEHPOSTcom, Jumat 15 Maret 2013.

Menurut dia, tim terpadu tersebut merupakan perwakilan Pemerintah Aceh dan Kementerian Kehutanan Republik Indonesia.

Anwar juga menyampaikan adanya dugaan kepentingan dibalik kerja tim terpadu sebelumnya.

"Seperrti ada permainan. Dimana ada orang yang memiliki kepentingan terkait pola tata ruang di Aceh. Maka harus diganti dengan Timdu yang baru. Pasalnya, karena hal inilah RTRW Aceh gagal diparipurnakan Minggu depan," kata Anwar. Dia juga menyebutkan kalau yang memimpin rapat RTRW Aceh beberapa waktu lalu adalah Dirjend Pranologi.

Sumber : AtjehPost

0 Comments

RTRW Aceh masuki babak finalisasi

3/24/2013

0 Comments

 
BANDA ACEH - Menteri Kehutanan RI, Zulkifli Hasan mengatakan saat ini Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Aceh telah memasuki babak finalisasi, dan satu tahap lagi dapat diselesaikan dan segera disahkan untuk menjadi Qanun Aceh.

"Sudah memasuki babak final, saat ini hanya tinggal menunggu surat dari Gubernur, dan akan segara saya tandatangani untuk disahkan," katanya di Banda Aceh, hari ini.

Menhut menerangkan, memang dalam proses pembahasan tersebut ada pro dan kontra, dan hal itu merupakan dinamika. "Pro dan kontra itu biasa, dan saat ini sudah semua pihak setujua, kalau saya tidak salah hanya tinggal satu kabupaten yang belum menyetujui RTRW Aceh saat ini," ujarnya.

Ia menyebutkan, kabupaten di Aceh yang belum setujua terhadap RTRW tersebut adalah Aceh Tamiang, dan hal ini tidak lantas pengesahan RTRW stagnan dan berhenti. "Yah RTRW Aceh tetap lanjut dan harus disahkan, walau tanpa ada persetujuan dari satu kabupaten di Aceh tersebut," tuturnya.

Menurutnya, jikapun kemudian ada satu kabupaten yang tidak setuju terhadap RTRW tersebut, maka wilayah tersebut dalam pembangunan masih mengacu pada ketentuan yang lama. "pemberlakuan RTRW Aceh untuk kabupaten tersebut akan berlaku parsial saja," tukasnya.

Ia melanjutkan, finalisasi dan pengesahan RTRW Aceh ini sangat penting dalam mendukung visi dan misi Gubernur Aceh dalam menjalakan berbagai program dan kebijakan untuk mensejahterakan rakyatnya. "Tentu pak Gubernur ingin segera menata provinsinya untuk menjalankan programnya, seperti program swasembada pangan, peningkatan pertanian serta pembangunan infrastruktur jalan untuk membukan keterisolasian beberapa wilayah di Aceh," tandasnya.


Sumber : Waspada
0 Comments
<<Previous

    Tata Ruang

    Berita Tata Ruang menyajikan informasi seputar isu dan permasalahan tata ruang, perkotaan dan perdesaan, 

    Berita Lainnya

    • Tata Ruang
    • Infrastruktur
    • Transportasi
    • Perumahan
    • Pertanahan
    • Air Minum
    • Sanitasi
    • Persampahan
    • Drainase

    Archives

    April 2013
    March 2013
    February 2013
    January 2013
    June 2012
    May 2012
    April 2012
    March 2012

    Categories

    All
    Aceh
    Adat
    Adb
    Agropolitan
    Aktivis Lingkungan
    Ambon
    Anggaran
    Apartemen
    Audit Tata Ruang
    Bakosurtanal
    Bali
    Bandar Udara
    Bandung
    Bangka Belitung
    Bangunan
    Banjarmasin
    Banjir
    Bappeda
    Batang
    Batas Wilayah
    Bekasi
    Bencana Alam
    Bengkulu
    Berau
    Bkprd
    Bkprn
    Bogor
    Bumn
    Bupati
    Cagar Alam
    Cipta Karya
    Data
    Dengar Pendapat
    Depok
    Desa
    Desentralisasi
    Dinas Tata Ruang
    Direktur Jenderal
    Dpd
    Dpr
    Dprd
    Ekologi
    Ekonomi
    Evaluasi Tata Ruang
    Geospasial
    Gorontalo
    Gubernur
    Hak
    Halmahera
    Hukum
    Hutan
    Imb
    Implementasi
    Industri
    Informasi
    Infrastruktur
    Investasi
    Izin Lokasi
    Jabodetabek
    Jabodetabekpunjur
    Jakarta
    Jalan
    Jalan Tol
    Jambi
    Jawa Barat
    Jawa Tengah
    Jawa Timur
    Jogja
    Kabupaten
    Kajian Lingkungan Hidup Strategis
    Kaji Ulang
    Kalimantan
    Kalimantan Barat
    Kalimantan Selatan
    Kalimantan Tengah
    Kalimantan Timur
    Kampung
    Kampus
    Karang Anyar
    Kawasan
    Kawasan Strategis
    Kebakaran
    Kebijakan
    Kehutanan
    Kementrian Dalam Negeri
    Kementrian Kehutanan
    Kementrian Pekerjaan Umum
    Kementrian Pu
    Kesadaran Masyarakat
    Konsultan
    Kota
    Kota Hijau
    Kota Satelit
    Kualitas Infrastruktur
    Kudus
    Kuningan
    Kutai
    Lahan
    Lampung
    Lembaga Swadaya Masyarakat (lsm)
    Lingkungan
    Lingkungan Hidup
    Lokasi
    Lokasi Penambangan
    Lomba
    Mahasiswa
    Makam/kuburan
    Makassar
    Malang
    Mall
    Maluku
    Mamuju
    Maros
    Masyarakat
    Medan
    Megapolitan
    Menado
    Milyar
    Mineral Dan Batubara
    Mitigasi
    Mp3ei
    Musrenbang
    Nasional
    Nusa Tenggara Barat
    Pabrik
    Padang
    Palembang
    Pansus Rtrw
    Papua
    Pasar
    Pedagang Kaki Lima
    Pedestrian
    Pekanbaru
    Pelabuhan
    Pelanggaran Tata Ruang
    Pemanfaatan Tata Ruang
    Pematang Siantar
    Pembahasan Rtrw
    Pembangunan Jalan
    Pembangunan Vertikal
    Pembongkaran
    Pemerintah
    Pemerintah Daerah
    Pemerintah Kabupaten
    Pemerintah Kota
    Pemerintah Provinsi
    Pemetaan
    Pemko
    Pemukiman
    Penataan Bangunan
    Penataan Ruang
    Pendidikan
    Pengembangan Wilayah
    Pengembang (developer)
    Pengendalian
    Pengesahan Rtrw
    Penolakan
    Peraturan Daerah
    Peraturan Pemerintah
    Peraturan Presiden
    Perda
    Perencanaan
    Perguruan Tinggi
    Perkebunan
    Perkindo
    Perpres
    Pertambangan
    Pertanahan
    Pertanian
    Perumahan
    Peta
    Pkl
    Pltu
    Properti
    Provinsi
    Proyek
    Pulau
    Ranperda
    Rawan Bencana
    Rdtr
    Real Estate Indonesia (rei)
    Regulasi
    Reklamasi
    Reklame
    Relokasi
    Rencana Detail Tata Ruang
    Rencana Tata Ruang
    Rencana Tata Ruang Wilayah
    Revisi Rencana Tata Ruang
    Riau
    Rokan Hulu
    Rth
    Rtrw
    Rtrw Kabupaten
    Rtrw Kota
    Rtrwp
    Rtrw Provinsi
    RTRW. Rencana Tata Ruang
    Ruang Milik Jalan
    Ruang Publik
    Ruang Terbuka Hijau
    Samarinda
    Sanksi & Denda
    Sekolah
    Semarang
    Sepeda
    Sk Menhut
    Solo
    Sosialisasi
    Spbu
    Studi Banding
    Sulawesi Barat
    Sulawesi Selatan
    Sulawesi Utara
    Sumatera Barat
    Sumatera Selatan
    Sumatera Utara
    Sungai
    Surabaya
    Taman Kota
    Tata Ruang
    Tim Koordinasi Penataan Ruang
    Transportasi
    Undang Undang
    Undang-undang
    Universitas
    Urbanisasi
    Uupa
    Walikota
    Warga
    Water Front City
    Wilayah Perbatasan
    Wisata
    Yogyakarta

    RSS Feed

Links

www.Sanitasi.Net
www.Sanitasi.Org
www.TeknikLingkungan.Com

www.Nawasis.Com
www.InfoProcurement.Com
www,InfoKonsultan.Com

Picture
Indonesian Institute
for Infrastructure Studies

Jl. P. Antasari, Kebayoran Baru
Jakarta 12150, Indonesia
Email :