Riauterkini-BAGANSIAPIAPI-Sampai saat ini, Bupati Rohil Annas Maamun belum mau menadantangani Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Keengganan itu disebabkan RTRW tersebut memasukkan kampung menjadi kawasan hutan.
“Saya sampai sekarang tidak saya tandatangani itu, sampai sekarang tidak saya tandatangani itu, diancam orang tak takut saya pak,” kata Annas Maamun, Selasa (26/2/13) di aula lantai IV kantor bupati, dalam acara kunjungan DPD RI Gafar Usman.
Dikisahkannya, berawal tiga tahun lalu, pernah disodori peta untuk ditandatangani, tapi tak mau dia tandatangani. “Mula-mula ceritanya pak, rapat kerja kantor gubernur, tiga tahun yang lalu, waktu saya jadi bupati pertama. Musrenbang. Terbentanglah tergulung kertas, sedopo panjang. Dipanggilah para bupati, menandatangani Perda RTRW,” kisahnya.
Setelah diteliti, ternyata sejumlah kampung dibuat menjadi kawasan hutan. “Setelah diteliti, kenyataannya, kampung, hutan (kawasan hutan,red). Kampung tu dibuatnya kawasan hutan. Baganbatu tu..Pekaitan kawasan hutan, Teluk Bano kawasan hutan, itu kampung zaman Belanda, yang mau dibuat lapangan terbang tu. Itu dulu kebun karet Cino. Cino itu zaman Belando kalau ada kebun karet itu dapat kupon, dapat kupon beras, zaman Belando dulu pak,” katanya.
Kawasan lain lagi katanya yang salah kaprah di Kecamatan Rimba Melintang, juga dimasukkan kawasan hutan, padahal disana sudah ada masjid raya kecamatan, telah berdiri puskesmas, puskesmas rawat inap, kantor camat, kantor polsek, dua buah kantor penghulu, delapan buah ruko.
Keengganan menandatangani RTRW tersebut ditakutkan Annas terjadi konflik dimasyarakat kemudian hari, bahkan kondisi itu pernah terjadi di Kecamatan Bangko Pusako, Kecamatan Pekaitan, Kecamatan Kubu, Menteri Kehutanan mengeluarkan izin atas lahan seluas 34 ribu ha, dan diberi plank.
“Areal PT Sumatera Riang Lestari, keluar 34 ribu ha, izin Menteri Kehutanan. Nomor sekian-sekian. Dibawaknya dari Sumatera Utara, Brimob, gertak, Brimob tukang gertak, tentara tukang bujuk rayu,” katanya.
Masyarakat menurutnya dipaksa untuk menjual lahannya dengan harga yang tidak wajar. “Pak, sudahlah pak, bapak serahkan ajalah tanah sama PT tu, bapak dikasih ganti rugi Rp 20 juta, dikasih Rp 30 juta, “ katanya menirukan yang akhirnya rakyat mengadu kepadanya.
Dari pengaduan masyarakat, Annas sempat membawa 50 orang Satpol PP mencabut plank tersebut, namun akhirnya dia harus berurusan dengan aparat demi kepentingan masyarakat.
Sumber : RiauTerkini