Delapan isu ini dipaparkan Djalal dalam nota pengantar Rencana Tata Ruang Wilayah dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang.
Pertama, isu alih fungsi lahan pertanian akibat pembangunan fisik perkotaan, misalnya di Kecamatan Kaliwates. Saat ini, hamparan sawah sekitar 26,3 persen dari luas wilayah Jember yang mencapai 3.293,34 kilometer persegi.
Kedua, peran strategis dalam bidang transportasi darat, perkeretaapian, dan Bandar Udara Notohadinegoro di Desa Wirowongso, Kecamatan Ajung.
Ketiga, penetapan Jember dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional yang diikuti dengan RTRW Provinsi Jatim sebagai pusat kajian wilayah (PKW) dengan status II/C/1. Implikasinya pada peran Jember sebagai pusat pelayanan dalam lingkup regional, harus ada peningkatan kuantitas dan kualitas penyediaan fasilitas umum dan fasilitas sosial, serta sarana-prasarana.
Keempat, penambangan mangan, batu gamping, batu pasir, batu gunung, dan tanah liat yang kurang sesuai dan tidak memperhatikan aspek lingkungan.
Kelima, Jember bagian utara timur hingga utara barat merupakan perbukitan dan pegunungan yang rawan erosi dan longsor, akibat adanya kegiatan penebangan pohon liar oleh masyarakat sekitar secara ilegal. Selain itu penanaman pohon yang bisa menahan air untuk pencegahan erosi dan tanah longsor masih kurang.
Keenam, peningkatan aksesibilitas aliran sumber daya wilayah. Ketujuh, adanya pembangunan break water di Desa Puger Kulon, Kecamatan Puger.
Isu terakhir adalah pengembangan jalan lintas selatan dari perbatasan Kabupaten Lumajang hingga perbatasan Kabupaten Banyuwangi. Jalur JLS adalah batas Lumajang-Mayongan-Puger-Sumberejo-Sidodadi-Sanenrejo-Tangkinol.
Sumber : BeritaJatim