SURABAYA - Tiga bulan pasca digedok DPRD Kota Surabaya, Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) tidak jelas nasibnya, karena belum disetujui oleh Gubernur dan Pemerintah Pusat. Hal itu menimbulkan reaksi keras dari anggota dewan.
“Harapan saya bisa secepatnya Surabaya punya Perda RTRW baru, karena semakin cepat Surabaya memiliki RTRW baru, maka secara otomatis kerancuan dan keraguan kebijakan pembangunan di kota ini dapat dihilangkan,” ungkap Sudirjo, Anggota Komisi DPRD Surabaya yang sekaligus mantan Ketua Panitia Khusus (Pansus) pembahas perda RTRW tersebut, Sabtu (2/2).
Menurutnya, bila Perda RTRW Surabaya yang disahkan dewan pada tanggal 8 November 2012 lalu belum disepakati pusat dan provinsi karena masih tarik ulur masalah jalan tol tengah kota, maka hal itu seharusnya dievaluasi Pemkot Surabaya. “Masak, begini terus Surabaya ini,” ujarnya.
Berdasarkan penjelasan Pemkot, lanjutnya, bahwa sebelum ada Perda RTRW baru sebagai pengganti Perda RTRW Nomor 3 Tahun 2007, maka Surabaya tetap menggunakan Perda RTRW tersebut. “Lha, kalau Surabaya masih menggunakan Perda RTRW 3/2007 ya seharusnya Pemkot tetap setuju ada jalan tol tengah kota, wong di dalam Perda itu jalan bebas hambatan tengah kota tertulis dari Waru-Wonokromo-Perak,” jelasnya.
Reni Astuti, Anggota Komisi C DPRD Surabaya menambahkan, terkatung-katungnya Perda RTRW lantaran terjadinya tarik ulur antara Pemkot dengan Pemerintah Pusat. Ini terkait dengan rencana pembangunan jalur bebas hambatan menjadi pemicunya.
Dalam revisi Perda RTRW, Pemkot tetap pada pendiriannya untuk membuat rencana jalur bebas hambatan dari kawasan Menanggal hingga Perak. Sedangkan pusat, dalam hal ini Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN) meminta pembangunan jalur Waru-Perak melewati kawasan Wonokromo.
“Dalam pembahasan di Banmus (Badan Musyawarah) dewan dalam menyikapi surat tembusan Walikota tentang revisi RTRW pada akhir tahun lalu, Pemkot tetap mengajukan jalur bebas hambatan Menanggal-Perak. BKPRN meminta agar RTRW Surabaya mematuhi Rencana Tata Ruang Nasional dengan pembangunan jalur bebas hambatan Menanggal-Wonokromo-Perak. Ajdi di situ tarik ulurnya,” kata Reni.
Menyikapi keputusan ini, Reni mengusulkan agar Pemkot Surabaya dengan Pemerintah Pusat untuk kembali duduk bersama melakukan pembahasan. Apalagi, sebelumnya Gubernur Jawa Timur Soekarwo mengembalikan draft RTRW Kota Surabaya.
Pemprov menilai Perda RTRW Kota Surabaya belum mendapatkan persetujuan substantif dari Kementerian Pekerjaan Umum. Pemerintah pusat melalui BKPRN juga telah meminta agar Pemkot melakukan revisi atas draf RTRW sebagai syarat untuk mendapatkan persetujuan substantif Kementerian PU.
Pemkot Surabaya sendiri, katanya, telah mengajukan draf revisi RTRW melalui Surat Walikota nomor 180/5565/416.1.2/2012. Surat ini, salah satunya mengajukan usulan pembangunan jalur bebas hambatan bisa dilaksanankan, namun tidak melalui Wonokromo.
“Selain masalah jalur bebas hambatan, yang menjadi dasar lain persetujuan pusat tidak segera turun lagi adalah permintaan revisi dari BKPRN terkait pengembalian pasal wilayah konservasi yang sempat dihilangkan Pemkot,” pungkas Reni.
Sementara anggota Komisi C DPRD Surabaya , Agus Santoso, menilai keputusan Pemkot yang menyerahkan draf RTRW tanpa diketahui anggota legislatif menjadi preseden buruk bagi proses pengesahan produk hukum di Surabaya.
Menurutnya, kendati Perda RTRW sudah disahkan DPRD, kemudian dikembalikan Gubernur, tetap menjadi produk hukum bersama. Karenanya jika ada penyempurnaan, maka DPRD juga harus dilibatkan.
“Atas dasar apa Pemkot berani mengajukan draf penyempurnaan ke pusat tanpa sepengetahuan dewan? Mestinya kita harus diajak bicara dulu karena Perda pernah disahkan di DPRD,” kata Agus Santoso.
Sebelumnya, pada 11 Oktober 2012 Pemkot Surabaya sudah mengajukan draf Raperda ke Pemerintah Pusat. Draf Raperda itu dilayangkan ke Direktur Jenderal Penataan Ruang Kementerian Pekerjaan Umum, paska dikembalikannya Raperda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Surabaya oleh Gubernur Jawa Timur. Inti surat tersebut adalah menyampaikan penyempurnaan draf Raperda agar mendapatkan persetujuan substansi.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota (Bappeko) Surabaya Hendro Gunawan mengatakan, memang Perda RTRW yang sudah disahkan dewan akhir tahun lalu sampai sekarang belum disetujui pusat. Tapi, Pemkot tetap menggunakan Perda RTRW 3/2007 dalam menentukan arah pembangunannya. Karena, perda itu belum ada penggantinya.
Disinggung tentang di dalam Perda 3/2007 ada jalan tol tengah kota dia mengatakan, memang di dalam perda itu ada sebutan itu, tapi jalan bebas hambatan. Sementara, jalan bebas hambatan tidak harus tol tengah kota.
Sumber : SurabayaPost