
Ketua Panitia Khusus RUU Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) Yoseph Umar Hadi, yang juga anggota Komisi V DPR, mengemukakan, pembentukan tabungan perumahan rakyat merupakan salah satu solusi untuk mengatasi masalah pembiayaan perumahan.
Penyusunan RUU Tapera ditargetkan tuntas bulan Juli 2013. Tabungan itu mengutamakan asas gotong royong berupa kontribusi pekerja dan pemberi kerja, baik meliputi perusahaan swasta, pemerintah dan badan usaha milik negara.
"Persoalannya, bagaimana meyakinkan para pemberi kerja. Mungkin pada tahap awal agak berat, tapi setelah itu akan lancar. Intinya, perusahaan tinggal merealokasi pendapatan pekerja untuk tabungan perumahan," ujarnya, di Jakarta, Rabu (6/3/2013).
Peserta tabungan perumahan rakyat untuk pekerja disyaratkan memiliki penghasilan minimum setara dengan upah minimum provinsi/kabupaten./kota. Meski demikian, pihaknya berjanji akan memasukkan skim tapera untuk masyarakat berpenghasilan tidak tetap di sektor non formal.
Menurut Ketua Badan Pertimbangan Organisasi Real Estat Indonesia Teguh Satria, dalam Rapat Dengar Pendapat RUU Tapera dengan Panitia Khusus DPR untuk RUU Tapera, Rabu, mengemukakan, pihaknya mengusulkan pungutan 1 persen untuk pekerja dan pemberi kerja. Berdasarkan data tahun 2011, jumlah angkatan kerja tercatat 119.4 juta jiwa. Dari jumlah itu, penduduk yang bekerja sebanyak 111,3 juta jiwa dengan pendapatan per kapita 3.600 dollar AS per tahun.
Dengan asumsi jumlah pekerja yang menabung sebanyak 50 persen dari 111,3 juta orang, jumlah peserta tapera adalah 55,65 juta jiwa dengan dana yang dihimpun sebesar Rp 19 triliun per tahun. Apabila pekerja berpenghasilan tetap diasumsikan 30 persen, iuran dari pemberi kerja adalah Rp 5,7 triliun per tahun sehingga total dana Tapera yang terhimpun setiap tahun adalah Rp 24,74 triliun. Hingga tahun 2045, diperkirakan dapat terhimpun dana sebesar Rp 800 triliun.
"Iuran 1 persen dari pemberi kerja sudah sangat besar. Iuran 1 persen dari gaji bisa menghasilkan Rp 24,7 triliun," ujar Teguh.
Sumber : Kompas