Daerah resapan atau kawasan hijau di wilayah Semarang atas yang semakin berkurang juga berperan dalam persoalan banjir di bagian bawah. Banyak kawasan hijau kini telah berubah fungsi menjadi kompleks perumahan atau permukiman. Pembangunan perumahan itu merata di daerah-daerah seperti Gunungpati, Tembalang, Ngaliyan, dan yang lain. Pertimbangan bisnis dalam membangun perumahan tersebut ternyata lebih mengemuka dibandingkan dengan perhatian terhadap persoalan lingkungan dan dampak sosial.
Tata wilayah memang sudah diatur dalam Perda RTRW yang disahkan pada 2011, namun peng-awasan di lapangan ternyata masih sangat lemah. Akibatnya banyak pengembang perumahan dalam praktik menyalahi izin. Misalnya dalam penerapan pembangunan drainase wilayah perumahan dan komposisi ruang terbuka dan terbangun yang tidak sesuai izin maupun perda. Ke-tidaktegasan Pemerintah Kota Semarang tentu disayangkan, karena pembiaran praktik penyimpangan seperti ini berpotensi merugikan.
Kerugian yang nyata adalah kerusakan lingkungan, yakni hilangnya kawasan resapan (tangkapan air). Dampaknya jelas, jika hujan deras berhari-hari, air dari kawasan atas serasa digelontorkan ke kota bagian bawah. Beberapa kawasan menjadi langganan banjir karena persoalan ini. Daerah Mangkang terendam air kiriman dari Mijen dan sekitarnya, sementara Genuk dan sekitar terkirimi air dari daerah Tembalang. Persoalan banjir pada akhirnya tak bisa dibebankan hanya kepada baik buruknya sistem drainase di dalam kota.
Pertimbangan bisnis seharusnya juga lebih ditekankan untuk menimbang faktor lingkungan dan sosial. Pembangunan perumahan perlu memperhatikan apakah keberadaan perumahan akan menyebabkan gangguan pada lingkungan. Pengembang juga harus menimbang dampak, di samping pertimbangan perolehan keuntungan. Praktiknya lewat pembangunan drainase wilayah perumahan yang memadai hingga mematuhi peraturan-peraturan membangun agar tidak menghilangkan kawasan resapan.
Persoalan ini membutuhkan pendekatan simultan terkait dengan tiga hal pokok, yakni regulasi, implementasi, dan pengawasan. Dengan banyaknya permasalahan pengatasan banjir yang saling berhubungan, ketiganya harus dijalankan secara berbarengan. Kelemahan dalam salah satu hal akan berpotensi penyimpangan. Mengingat kelemahan persoalan ini ada pada tahap pengawasan, maka Pemkot dituntut untuk lebih tegas dalam mengawasi di lapangan, serta menertibkan pembangunan kawasan perumahan.
Sumber : SuaraMerdeka