
"(BPS) Salah satu bentuk investasi yang dia lakukan. Indikasi TPPU sudah tentu jelas. Kita sekarang mencari dia mendapatkan uangnya, ya tentu terutama dari wajib pajak. Kalau TPPU-nya sudah jelas itu bisa dibawa ke pengadilan," ujar Arnold di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Kamis 8 Maret 2012.
BPS sendiri merupakan perusahaan pengembang perumahaan Wood Hills Resident Jati Asih. Menurut Arnold, jika uang investasi itu berasal dari dana korupsi, maka akan dilakukan pembekuan aset terhadap perumahaan tersebut. Meski begitu, semua hal tersebut masih dalam proses penyidikan.
"Mereka akan balik lagi (diperiksa), untuk selanjutnya bisa diarahkan ke tindakan penyitaan. Yang penting penyelamatan pengembalian kerugian negara dulu," kata Arnold.
Sementara itu, kuasa hukum PT BPS, Rujito, membantah tudingan kejaksaan. Menurutnya, hubungan Dhana dengan PT BPS hanya mengenai bisnis dan investasi. Mantan pegawai pajak itu pun melakukan investasi sebagai seorang pebisnis, bukan sebagai seorang pegawai negeri.
"Beliau tidak ada keterkaitan dengan petugas pajak. Beliau adalah pebisnis dalam komunikasi dan interaksi itu. Punya minimarket, sejumlah proyek, dan showroom truk," kata Rujito usai menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Agung.
Perjanjian kerjasama investasi dilakukan Dhana bersama direksi PT BPS bernama Agus Purwanto. Namun, Rujito enggan menyebutkan besaran nilai investasi Dhana dengan PT BPS.
"Pak Dhana dan Pak Agus terjadi interaksi. Investasi tidak terjadi sekonyong-konyong. Besarnya belum bisa saya sebutkan nilainya. Yang jelas perusaahan klien saya didirikan 2007 dan sudah membangun sejumlah properti 4 atau 5. Pada proyek kelima ada komunikasi dan investasi Pak Dhana," katanya. "Proyek (PT BPS) tidak hanya investasi pak Dhana tapi ada loan (pinjaman) bank juga."
Sumber : VivaNews.Com