Ketua Real Estat Indonesia (REI) Solo, Yulianto menerangkan, cuaca memang menjadi kendala utama yang dihadapi setiap musim penghujan tiba. Di satu sisi, waktu produksi rumah memang menjadi lebih lama, molor hingga 1,5 bulan.
Namun di sisi lain, faktor hujan justru menguntungkan. Sebab, rumah yang dibangun saat musim hujan biasanya memiliki kualitas yang lebih baik. Struktur bangunan lebih kuat lantaran antara bata dan semen lebih sempurna merekat.
"Konsumen biasanya juga maklum jika serah terima bangunan menjadi molor dari jadwal semula," kata dia.
Namun, molornya waktu pembangunan akan berdampak langsung pada biaya tenaga kerja. Terutama jika pengembang menggunakan sistem harian dalam membayar upah tenaga kerja.
Sementara bagi pengembang yang menggunakan sistem borongan, tidak terlalu berdampak. Di samping itu, hujan juga membuat sejumlah material bangunan menjadi lebih mahal.
Yulianto menyebut, harga batu bata dan genteng saat ini mengalami kenaikan. Produksi yang berkurang saat musim hujan membuat harga material ini naik hingga 5 persen.
"Sebelum ini, pengembang telah dihadapkan dengan kenaikan bahan material lain lantaran pengaruh inflasi," ujarnya.
Hal senada juga disampaikan pemilik developer Tirta Sinangka, Wahyu Adi Dermawan yang tengah menggarap perumahan di Sukoharjo dan Wonogiri. Proses pembangunan makan waktu lama dibanding saat cuaca panas.
Namun menurutnya developer bisa menyiasati cuaca dengan mengejar pemasangan atap lebih cepat.
"Sekarang, kalau struktur bangunan sudah jadi, langsung akan dipasang atap terlebih dahulu. Dengan demikian, walau hujan turun pekerja tetap bisa merampungkan proses pembangunan lain. Misalnya menggarap bangunan bagian dalam, atau finishing," tandasnya.
Sumber : SuaraMerdeka