
Sebab, banyak faktor yang harus diantisipasi dalam menghadapi cepatnya pertambahan penduduk.
Tingkat urbanisasi di Depok meningkat, dari sebelumnya 3 persen per tahun, menjadi 4,2 persen di 2012.
Jumlah itu jauh lebih besar dari pada rata-rata urbanisasi nasional, sebesar 1,7 persen.
Ketua Panitia Khusus (Pansus) Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) DPRD Depok Muttaqien mengatakan, pembatasan lahan bagi pengembang perumahan di Depok minimal 120 meter, salah satunya bertujuan untuk mencegah para pendatang yang berbondong-bondong tinggal di Depok.
Apalagi, kata dia, banyak warga Jakarta yang membeli rumah di Depok, hanya untuk investasi kemudian dikontrakan kembali.
"Kaitannya untuk menghindari urbanisasi besar-besaran, perumahan itu selama ini justru diperuntukan bagi orang-orang kaya di luar Depok, coba lihat malah orang Depok enggak mampu beli, orang Jakarta investasi disini, ada juga yang dihuni langsung," jelasnya kepada wartawan, Sabtu (02/02/2013).
Ia mencontohkan, salah satu Perumahan di Cinere, terdapat 1000 unit rumah rata-rata dihuni warga DKI Jakarta.
Bahkan banyak dari mereka yang memiliki KTP ganda, sementara masalah administrasi masih memilih mengurus domisili KTP Jakarta.
"Banyak yang kami temukan KTP ganda saat perekaman EKTP, dari 3 ribu sampel warga asal Jakarta yang tinggal di Cinere, 2 ribu pilih KTP Jakarta, sisanya milih pakai KTP Depok. Alasannya masih administrasi disana, banyak juga yang masih punya rumah di Jakarta," tukasnya.
Muttaqien melanjutkan, satu rumah rata-rata memiliki 3 mobil.
Sementara jika mereka memiliki KTP Jakarta, tentunya membayar pajak kendaraannya ke Jakarta, bukan Depok.
"Berapa banyak potensi pajak yang lari ke Jakarta. Padahal potensi untuk Depok. Depok kan punya beban jalan, mereka kalau jalan macet dan rusak teriak, karena itu kami batasi selain juga tentunya untuk menyelamatkan Ruang Terbuka Hijau (RTH)," tegasnya.
Sumber : SindoNews