Terkait dengan proses penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Sinkronisasi Penggunaan Lahan untuk Kegiatan Usaha Pertambangan dengan Kegiatan Usaha Sektor Lain yang sedang dilaksanakan, pihaknya menyambut positif. Raperda ini dinilai penting untuk penataan pemanfaatan potensi sumber daya mineral dan tambang di daerah.
Namun, Suhardi meminta agar pemprov juga memperhatikan masalah sengketa atau tumpang tindih lahan antara kegiatan usaha pertambangan dengan kegiatan usaha sektor lain. Aspek penyelesaian sengketa hendaknya dapat diatur dalam raperda agar investor mendapatkan solusi tepat.Sementara itu, Sy Izhar Assyuri, jurubicara Fraksi PAN meminta agar pemprov lebih koordinatif dengan pemerintah kabupaten/kota dalam bidang pertambangan. Pemprov hendaknya selalu mengingatkan para bupati/wali kota agar selalu selektif, teliti dan hati-hati dalam memberikan izin usaha pertambangan (IUP).
“Hal ini perlu agar investasi yang masuk dapat membawa manfaat besar bagi masyarakat. Ini juga untuk menghindari terjadinya konflik sosial antara pemegang izin dengan masyarakat,” katanya. Koordinasi antar-pemerintah di bidang pertambangan ini perlu mengingat dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, menteri, gubernur dan bupati/wali kota punya kewenangan untuk mengeluarkan IUP. Koordinasi intensif antara pemerintah pusat dengan pemprov dan pemkab/pemkot juga diperlukan dalam upaya sinkronisasi tata ruang wilayah.
“Batas-batas kewenangan masing-masing pihak dalam memberikan IUP perlu dikoordinasikan,” ujarnya. Mengingat adanya kemungkinan izin-izin pertambangan diberikan kepada investor dari luar Kalbar, Izhar juga menekankan agar kepentingan masyarakat lokal tetap diperhatikan. Perlu ada upaya agar investor luar tersebut dapat bermitra dengan pelaku usaha lokal supaya terjadi proses transfer teknologi dan ilmu pengetahuan.
Sumber : PontianakPost