
INILAH.COM, Jakarta - Sudah cukup lama saham PT Pembangunan Perumahan hadir sebagai penghuni baru Bursa Efek Indonesia (BEI). Namun saham BUMN ini tidak bergerak lincah. Malah harga saham berkode PTPP itu terus melorot.
Pada Selasa (13/3/2012) saham tersebut ditutup di level Rp640 per unit. Perilaku serupa juga tampak pada dua saham yang diterbitkan BUMN konstruksi lainnya, PT Wijaya Karya (WIKA) dan PT Adhi Karya (ADHI).
Ini tentu aneh. Soalnya, tahun ini ada pembangunan 110 proyek infrastruktur dengan nilai investasi Rp386 triliun. Indonesia sendiri dalam lima tahun ke depan diperkirakan membutuhkan dana US$70 miliar untuk pembangunan infrastruktur. Artinya, akan ada pembangunan infrastruktur besar-besaran. Pembangunan ini meliputi sektor pengairan, jalan (transportasi), telekomunikasi dan energi.
Banyaknya proyek itulah yang membuat prospek bisnis konstruksi jadi mengkilap. Tapi, ya itu tadi, bukan berarti saham-saham di sektor ini menjadi layak beli. Menurut seorang analis dari PT Kresta Securities, saham konstruksi akan menjadi pilihan terakhir dalam berinvestasi setelah saham-saham sektor lain naik. “Pemodal akan tertarik mengoleksi jika harga saham-saham lain mengalami jenuh beli,” katanya.
Pendapat Alwi Assegaf, analis Universal Broker Indonesia, juga seirama dengan analis dari Kresna Securities tadi. Kendati prospek sektor infrastruktur tahun ini cukup bagus, menurut Alwi, investor harus ekstra cermat.
Terutama dalam mengamati stabilitas politik menjelang pengumuman kenaikan harga BBM. Sebab, jika kondisi politik tidak stabil, pembangunan infrastruktur pun terancam tersendat. Alwi memberi saran, sebaiknya investor menerapkan strategi wait and see.
Sumber : Inilah.Com
Pada Selasa (13/3/2012) saham tersebut ditutup di level Rp640 per unit. Perilaku serupa juga tampak pada dua saham yang diterbitkan BUMN konstruksi lainnya, PT Wijaya Karya (WIKA) dan PT Adhi Karya (ADHI).
Ini tentu aneh. Soalnya, tahun ini ada pembangunan 110 proyek infrastruktur dengan nilai investasi Rp386 triliun. Indonesia sendiri dalam lima tahun ke depan diperkirakan membutuhkan dana US$70 miliar untuk pembangunan infrastruktur. Artinya, akan ada pembangunan infrastruktur besar-besaran. Pembangunan ini meliputi sektor pengairan, jalan (transportasi), telekomunikasi dan energi.
Banyaknya proyek itulah yang membuat prospek bisnis konstruksi jadi mengkilap. Tapi, ya itu tadi, bukan berarti saham-saham di sektor ini menjadi layak beli. Menurut seorang analis dari PT Kresta Securities, saham konstruksi akan menjadi pilihan terakhir dalam berinvestasi setelah saham-saham sektor lain naik. “Pemodal akan tertarik mengoleksi jika harga saham-saham lain mengalami jenuh beli,” katanya.
Pendapat Alwi Assegaf, analis Universal Broker Indonesia, juga seirama dengan analis dari Kresna Securities tadi. Kendati prospek sektor infrastruktur tahun ini cukup bagus, menurut Alwi, investor harus ekstra cermat.
Terutama dalam mengamati stabilitas politik menjelang pengumuman kenaikan harga BBM. Sebab, jika kondisi politik tidak stabil, pembangunan infrastruktur pun terancam tersendat. Alwi memberi saran, sebaiknya investor menerapkan strategi wait and see.
Sumber : Inilah.Com