
Hal ini diungkapkan oleh Executive Director Indonesia Iron and Steel Industry Association (IISIA) Edward R Pinem ketika ditemui dalam media briefingPertumbuhan Industri Baja dan Logam di Bunga Rampai Restoran, Jakarta, Selasa (5/2). Menurutnya, dengan kondisi produksi baja dalam negeri yang masih sedikit, impor baja diperkirakan akan terus meningkat.
"Tahun 2015 bisa diperlukan sampai 15 juta ton besi kasar, baik billet maupunslab. sekarang ini produksi total sekitar 4 juta ton, " kata Edward.
Ia mengatakan apabila perusahaan baja KS Posco bisa mulai berproduksi pada 2014, akan menambah produksi sebanyak 3 juta ton. Apabila perusahaan tersebuton track dengan ekspansi perusahaan, pada tahun 2015 produksinya akan bertambah 3 juta ton di tahun 2015. "Di tahun 2015 mungkin baru 10 juta ton baja kasar diproduksi di dalam negeri," katanya.
Dengan kondisi tersebut, mau tidak mau untuk mencukupi kebutuhan baja kasar untuk pembangunan infrastruktur maka harus dipenuhi melalui impor. "Otomatis masih ada yang diimpor. 4 juta ton produk jadi (finished product) diperkirakan impor. Biasanya untuk kebutuhan otomotif dan elektronik," kata dia.
Lebih jauh ia menjelaskan untuk kebutuhan pembangunan infrastruktur, kebutuhan baja kasarnya bisa dipenuhi dari produksi dalam negeri. Pasalnya, untuk konstruksigrade baja dan kualitasnya tidak beragam. Sehingga produksinya lebih mudah. "Melalui peleburan dengan treatment, kualitas baja kasar bisa dalam bentuk billetdan slab. Billet bisa hasilkan besi beton dan bisa langsung digunakan untuk bangun proyek MP3EI," kata Edward.
Dikatakan olehnya, untuk membangun jalan tol, per meter kubik adonan semen memerlukan baja sebanyak 90 kg. Sementara untuk bangunan bertingkat, per meter kubik adonan semen memerlukan 200 kg baja. Adapun untuk membangun lantai bangunan bertingkat dibutuhkan 150 kg baja untuk per meter kubik adonan semen. "Kalau MP3EI tidak molor, kita banyak perlukan baja. Di sektor itu bukan baja yang canggih-canggih amat untuk pembangunan jembatan dan besi beton, hanya untuk general purpose. Untuk gedung lebih mudah diproduksi dibanding baja untuk otomotif," ujarnya.
Menurutnya, sedikitnya produksi baja dalam negeri lantaran industri logam hulu merupakan industri padat modal. Sehingga sedikit investor yang tertarik bergerak di bidang ini. Kebanyakan investor, menurutnya cenderung lebih memilih bergerak di industri logam hilir.
Selain karena besarnya modal yang harus dikeluarkan, kekurangan bahan baku menjadi penyebab kendala dalam industri logam hulu. "Ada peluang untuk isi pasar dalam negeri, maka dari itu harus diciptakan di dalam negeri industrinya. Sekarang yang banyak diminati di industri hilir. Di sektor hulu masih kurang bahan baku," kata dia.
Ia memperhitungkan rule of thumb di industri logam hulu dibutuhkan investasi sebanyak US$1.500 per ton kapasitas. Sementara industri hilirnya hanya US$300 per ton kapasitas. "Investasi di hilir, specific investment-nya kecil. Maka lebih banyak yang bermain di situ karena lebih sedikit investasi yang diperlukan," cetusnya.
Adapun saat ini konsumsi baja Indonesia saat ini masih sebesar 40 kg per kepala per tahun. Di Kawasan ASEAN, Indonesia dan Filipina adalah negara dengan konsumsi baja paling rendah. Sedangkan negara-negara lain sudah 100 kg per ton per tahun "Di ASEAN, paling rendah Indonesia dan FIlipina, lainnya diatas 100," kata dia.
Sumber : MetroTVNews