
"Laporan yang sama kabarnya masuk juga ke Kejati Jabar. Namun kami tetap akan menindaklanjuti setiap laporan masyarakat yang masuk ke kami. Apalagi jika menyangkut tindak pidana korupsi yang dananya bersumber dari APBN," kata Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung RI, Setia Untung Arimuladi melalui ponselnya, Kamis (31/1/2013).
Menurut Untung, Kejagung selalu dan harus menindaklanjuti setiap laporan yang masuk dari masyarakat. Pihaknya juga akan segera berkoordinasi dengan kejaksaan setempat terkait setiap laporan yang masuk.
Untung mengatakan, pihaknya segera bergerak dengan melakukan kajian terlebih dahulu secara mendalam.
"Kejaksaan tidak mengenal istilah memilih-milih kasus sebesar apa pun kerugiannya. Semua kasus yang diduga merugikan keuangan negara bakal ditindaklanjuti. Namun tentu semuanya harus melalui proses yang benar seperti penyelidikan, penyidikan dan seterusnya," katanya.
Untung mengatakan, laporan dugaan korupsi PPIP KBB itu berasal dari Tim Analisa Kajian dan Hukum LSM Monitoring Community (MC) Jawa Barat. Dugaan penyunatan PPIP KBB itu, kata Untung, bisa menjadi awal temuan serupa di kabupaten lain di seluruh Indonesia.
"Jika ini terkuak, tidak tertutup kemungkinan praktik yang sama terjadi di daerah lain. Karena bantuan-bantuan APBN seperti itu memang berisiko untuk diselewengkan demi memperkaya diri sendiri ataupun orang lain, karena selama ini pengawasannya terkesan lemah," katanya.
Laporan dugaan penyunatan PPIP KBB itu awalnya diterima Kejati Jabar beberapa hari lalu dari LSM Monitoring Community Kabupaten Bandung Barat.
Dalam berkas laporannya disebutkan bahwa kasus ini terjadi karena lemahnya pengawasan dari satker, tenaga ahli, dan fasilitator.
Temuan itu adalah realisasi dana yang tidak sesuai dengan Rencana Anggaran Biaya (RAB) yang diverifikasi satuan kerja.
Berdasarkan data, setiap desa mendapat dana PPIP sebesar Rp 250 juta. Namun yang diterima di masyarakat hanya Rp 180 juta. Sisanya yang Rp 70 juta, tidak diketahui rimbanya.
Di KBB ada 22 desa yang mendapat dana bantuan sehingga dana yang tidak jelas keberadaannya mencapai Rp 1,54 miliar.
Temuan lainnya, dalam tahapan perencanaan pengaspalan, pengajuan koefisien aspal adalah 4 kg per meter persegi. Namun fakta yang terjadi, aspal yang digunakan hanya 2 kg per meter persegi.
Selain itu, terjadi pengkondisian dana (gratifikasi) dengan dalih pengamanan. Kesalahan lainnya adalah program PPIP harusnya dilaksanakan secara swakelola. Namun praktiknya dikerjakan pihak ketiga. Menurut LSM Monitoring Community, itu memunculkan dugaan bahwa Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (DCKTR) serta Kepala Bidang Prasarana Lingkungan Pemukiman KBB telah menyalahgunakan wewenangnya. Sebab ada indikasi kuat terjadi konspirasi dengan desa-desa penerima bantuan PPIP.
Bantah
Sebelumnya, Kepala DCKTR KBB, Anugrah, mengatakan bahwa tudingan mengenai adanya dugaan penyelewengan serta pemotongan dana sebesar Rp 70 juta per desa itu sama sekali tidak masuk akal. Pasalnya, kata dia, pihaknya selalu meminta laporan rinci dari petugasnya di lapangan, termasuk pertanggungjawaban dan bukti pekerjaan yang dilakukan.
Ia menyebut dari 22 desa yang memperoleh bantuan program PPIP tersebut pada 2012 lalu, kini hanya satu desa lagi yang belum menyelesaikan pekerjaannya hingga 100 persen, yakni satu desa di Kecamatan Cipongkor. "Itu pun bukan karena masalah anggaran, tapi akibat faktor cuaca. Karena hujan terus turun ada pekerjaan yang belum selesai," ujarnya (Tribun Jabar, Rabu, 23/1/2013).
Bantahan, sebelumnya juga dilontarkan Kepala Bidang Prasarana Lingkungan Pemukiman DCKTR KBB, Mohamad Safirun. Menurutnya, anggaran yang digelontorkan untuk 22 desa di KBB itu langsung ditransfer ke rekening OMS selaku pelaksana kegiatan.
"Dari kelompok pengguna dan pemelihara nasional (KPPN) uangnya langsung ditransfer ke rekening OMS. Jadi bagaimana kami mau motong, lihat uangnya saja tidak," ujarnya (Tribun Jabar, Rabu 23/1/2013).
Dijelaskan Safirun, penentuan desa yang berhak menerima bantuan PPIP ditetapkan langsung oleh pemerintah pusat sehingga menurutnya hal tersebut sekaligus dapat menjawab tudingan mengenai adanya broker atau calo yang bermain serta melakukan kesepakatan dengan desa-desa yang diusulkan sebagai penerima bantuan.
Setelah pemerintah pusat menetapkan desa-desa penerima di mana di KBB terdapat 22 desa yang menerima bantuan PPIP tersebut, kata dia, dana dari pemerintah pusat itu langsung disalurkan ke OMS melalui KPPN. Setelah itu segala bentuk kucuran dana langsung masuk ke rekening tersebut tanpa melalui dinas. Proses pencairan anggarannya pun bertahap yakni tahap pertama 30 persen, tahap kedua 30 persen, dan sisanya tahap ketiga 40 persen.
"Jadi sama sekali tidak melalui dinas. Jadi tidak mungkin terjadi pemotongan, apalagi semua kegiatan dilakukan secara swakelola dan pengelolaan anggarannya oleh masyarakat," kata dia.
Sumber : TribunNews