Pinjaman World Bank (WB) dinilai terlalu rumit dan sangat jelimet, apalagi waktu pengembalian hanya lima tahun dengan bunga yang tinggi.
Mantan Walikota Surakarta mengatakan jika pinjaman WB tidak berimbang, mengingat DKI Jakarta memiliki Silpa yang cukup besar yaitu Rp 10 triliun. Jokowi mengajak bawahannya yang menangani teknis pinjaman tersebut untuk mengatakan tidak terhadap tekanan Bank Dunia.
"Pinjam segitu saja rumit, mending enggak usah. Kalau saya jadi orang kaya, saya harus pede (percaya diri) dong, kecuali kalau dipinjami Rp 100 triliun, baru kita ngikut," ungkapnya.
Meski demikian, Jokowi enggan menjelaskan tekanan seperti apa yang di alamatkan kepada pemprov. Menurutnya tekanan-tekanan tersebut sebaiknya direspon dengan mengatakan tidak pada pinjaman JEDI.
"Saya yang dilaporinin saja pusing, apalagi kepala dinas yang menanganinya. Udah mending gak usah aja," lanjutnya.
JEDI adalah proyek yang diprakarsai oleh mantan Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo dari tahun 2008. Akibat rumitnya birokrasi saat itu, baru bisa terealisasi di 2012. Program tersebut diperuntukan bagi pengentasan masalah banjir di ibukota.
Realisasi proyek ini dilakukan secara bertahap dan dibagi dalam tujuh paket pengerjaan. Dari tujuh paket itu, tiga paket dikerjakan Pemprov DKI, dua oleh Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC), dan dua lainnya oleh Cipta Karya melalui bantuan dana World Bank.
Tender proyek JEDI berjalan dengan melibatkan 14 perusahaan, termasuk dari Korea, China, India, dan Taiwan. Jika selesai, proyek ini diprediksi dapat mengurangi banjir sekitar 30 persen titik banjir Jakarta. Meliputi 57 kelurahan di 4 wilayah DKI Jakarta, yakni di Jakarta Barat, Jakarta Utara, Jakarta Pusat, dan Jakarta Timur. Proyek JEDI ini diharapkan mampu membebaskan permukiman warga dari banjir.
Sumber : Gatra